Sinode GMIT di Sabu Raijua

Sinode ke 35 Tetapkan Grand Design GMIT 2024-2047, Singgung Persoalan LGBTQ+

Editor: Ryan Nong
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Salah satu pleno saat Sidang Sinode GMIT ke 35 di Sabu Raijua, NTT Selasa (17/10/2023)


Tentang hal ini bukanlah hal yang menimbulkan pro dan kontra, tetapi itu pun juga harus diputuskan secara matang, apalagi terkait masalah yang lagi hangat dan diperdebatkan di kalangan warga GMIT akhir-akhir ini. 


Saya mengajak teman-teman yang membahas masalah pendeta RM hendaknya memberikan pertimbangan dan solusi yang tepat. 

Pertimbangannya haruslah matang.  Pada satu pihak bukan saja memperhatikan  kepada gelombang protes kebanyakan warga GMIT yang masih memandang bahwa praktik LGBTQ atau homoseksualitas dan semua hal yang sejenis dengan itu adalah dosa, tetapi juga pada pihak lain bahwa Ajaran Gereja GMIT bagi dalam Pokok-pokok Eklesiologi, Tata GMIT, dan peraturan pokok lainnya, termasuk peraturan pastoral tidak memberikan ruang bagi perkawinan sejenis atau kesempatan bagi praktek LGBTQ”, demikian Akademisi dan dosen Pascasarjana UKAW ini.

Lagi menurut Dethan hal yang paling sederhana dalam “Pengakuan Iman GMIT” yang diucapkan oleh seluruh Warga GMIT pada kebaktian-kebaktian sama sekali tidak memberikan ruang bagi konsep, pemikiran dan apalagi praktek LBTQ. 

Seringkali kelompok-kelompok liberal dan mereka yang mengklaim memperjuangan kesetaraan dan HAM mendorong agar Gereja harus menerima kelompok LGBTQ karena sikap Yesus sendiri yang katanya menerima dan mengampuni seorang Perempuan berdosa ketika hendak dihukum mati orang orang banyak pada jaman itu (Yohanes 8:1-11).  (*)

 

Ikuti berita terbaru POS-KUPANG.COM lainnya di GOOGLE NEWS

Berita Terkini