Laporan Reporter POS-KUPANG.COM, Michaella Uzurasi
POS-KUPANG.COM, KUPANG – Kerja sama kolaboratif oleh program Kemitraan Australia Indonesia untuk Ketahanan Kesehatan (AIHSP) yang bekerja sama dengan Save The Children Indonesia dan CIS Timor pada pelaksanaan vaksinasi inklusif Covid-19 di empat kabupaten di Provinsi Nusa Tenggara Timur (NTT) telah berhasil mencapai 24.781 orang.
Dari pelaksanaannya sejak September 2022 hingga akhir Mei 2023, berbagai pembelajaran baik dapat dipetik. Program ini secara berkesinambungan dilakukan di Kabupaten Sabu Raijua, Kabupaten Sumba Barat Daya (SBD), Kabupaten Timor Tengah Selatan (TTS), dan Kabupaten Belu.
Koordinator Program Vaksin NTT dari CIS Timor, Zarniel Woleka, mengungkapkan, selain keempat kabupaten di atas, Kota Kupang dan Kabupaten Kupang merupakan daerah terakhir dilakukannya vaksinasi inklusif.
Baca juga: BPS NTT Gelar Sosialisasi Proyeksi Penduduk Kabupaten dan Kota 2020-2035
Program percepatan vaksinasi ini mempunyai fokus utama pada kelompok berisiko tinggi, terutama lansia dan penyandang disabilitas.
Selama program berlangsung, upaya-upaya yang dilakukan dalam rangka memberikan akses layanan vaksin inklusif adalah dengan membentuk tim vaksinasi di tingkat desa atau yang kemudian diberi nama Tim Vaksinasi (TV) Desa.
"Kami mencoba membagi informasi dengan berbagai cara. Ada poster, ada pamflet kami sebar, lalu kami juga memilih orang-orang muda, komunitas-komunitas, hingga ke tingkat desa untuk menyampaikan informasi yang sebenarnya tentang vaksin dan Covid-19," kata Zarniel Woleka, Koordinator Program Vaksinasi COVID-19 Inklusif dukungan AIHSP di NTT yang diimplementasikan oleh CIS Timor.
Pencapaian vaksinasi ini juga dapat terlaksana dengan baik berkat kolaborasi pentahelix yang dilakukan oleh AIHSP bersama dengan 53 komunitas di tingkat akar rumput (terdiri dari 17 lembaga agama, 6 komunitas orang muda, 6 organisasi penyandang disabilitas, 3 lembaga adat, 3 universitas, 9 sekolah, 5 PKK, 1 Karang Taruna dan 3 CSO) dan juga media.
Baca juga: 713 Jemaah Haji Asal NTT, Empat Jemaah Meninggal di Arab Saudi
Sepanjang pelaksanaan program vaksinasi di provinsi NTT, sebanyak 348 orang vaksinator dari 37 Puskesmas, 3 Sie Dokes Polres dan Biddokes Polda NTT ikut terlibat dan telah menjangkau 182 lokasi/desa dengan rincian 30 desa di Kabupaten TTS, 40 desa di Kabupaten Belu, 31 desa di Kabupaten Sabu Raijua, 62 desa di Kabupaten SBD, 17 lokasi di Kota Kupang, dan 2 lokasi lainnya di Kabupaten Kupang.
Melalui berbagai pendekatan yang dilakukan, cakupan vaksinasi inklusif di NTT per akhir Mei 2023, telah berhasil menjangkau 12.469 laki-laki dan 12.332 perempuan, 126 penyandang disabilitas yang terdiri atas 76 laki-laki dan 50 perempuan, 2.055 lansia yang terdiri dari 1.096 laki-laki dan 959 perempuan, 1.148 anak dengan rincian 598 laki-laki dan 550 perempuan.
Berdasarkan dosis yang disuntikkan, program kerja sama ini berhasil menyuntikkan vaksin dosis satu kepada 2.481 orang, dosis dua kepada 4.396 orang, dosis tiga kepada 15.509 orang dan dosis empat kepada 1.855 orang.
Kabupaten Sumba Barat Daya merupakan daerah dengan cakupan vaksinasi tertinggi di NTT, dimana SBD mencapai 16.684 orang dan capaian terendah di kabupaten Kupang sebanyak 575 orang.
Baca juga: Terpilih Jadi Ketua PWI NTT, Ferry Jahang Komitmen Semua Anggota Wajib Lulus Uji Kompetensi
Tantangan dalam melakukan vaksinasi Covid-19 di NTT
“Target awal vaksinasi di Provinsi NTT adalah 40.000 orang dengan rincian 10.000 orang di masing - masing kabupaten. Namun karena ketersediaan vaksin terbatas dan masa kerja efektif (kami, red) lima bulan, NTT sanggup mencapai angka 24.781.” ujar Zarniel, atau yang akrab disapa Zar.
Zarniel menambahkan bahwa capaian ini luar biasa karena semua pihak yang ikut ambil bagian bekerja sama dengan baik dan efektif.
Selain terbatasnya vaksin di NTT, tantangan lainnya adalah kurangnya informasi, dan ketidakpedulian masyarakat akibat rendahnya mobilitas.
Baca juga: Deklarasi Materi Teknis Muatan Peraiaran Pesisir, Sekda NTT: Butuh Kolaborasi
"Animo ini juga dipengaruhi dengan anggapan bahwa Covid sudah tidak ada lagi, mereka tidak keluar jalan-jalan jadi tidak perlu divaksin sebagai persyaratan perjalanan. Sebagian besar merasa begitu bukan karena tidak butuh, tetapi mereka kurang mendapatkan informasi yang benar tentang Covid, tentang vaksin," jelasnya.
Selain itu, kata Zar, kemampuan pemerintah daerah sudah sangat terbatas untuk bisa menjangkau masyarakat di pelosok. Masyarakat tersebut hanya bisa mengakses vaksin di puskesmas terdekat yang belum tentu ada di desa atau kecamatannya.
"Di banyak situasi, mereka harus mengeluarkan biaya ojek yang cukup mahal untuk menjangkau puskesmas di luar desanya," ungkapnya.
Pentingnya kerja sama lintas sektor
Terkait perubahan kebijakan Covid-19 dari pandemi menjadi endemi, Zarniel menganggap hal tersebut dapat menurunkan motivasi masyarakat untuk mendapatkan vaksin Covid-19, sedangkan, masih begitu banyak masyarakat yang belum mendapatkan vaksin.
Meski demikian dia yakin pendekatan-pendekatan yang dilakukan selama proses percepatan vaksinasi ini adalah satu contoh yang baik untuk terus dikembangkan.
"Masih banyak orang yang belum tervaksin sampai saat ini, bukan saja di empat kabupaten ini tapi di seluruh NTT, bahkan mungkin di Indonesia, tapi yang ingin saya katakan adalah bahwa mereka ingin sehat. Mereka ingin aman dari kemungkinan serangan Covid kapanpun. Permasalahannya adalah bagaimana kita bisa menjangkau mereka," kata Zarniel.
Baca juga: Deklarasi Materi Teknis Muatan Peraiaran Pesisir, Sekda NTT: Butuh Kolaborasi
"Secara umum sampai dengan saat ini kita menjangkau banyak sekali masyarakat yang divaksin dan pelajaran paling utama, adanya kerja sama dengan berbagai pihak mulai dari pemerintah daerah sampai dengan pemerintah di desa. Kendati demikian, masih banyak sekali masyarakat yang belum vaksin, terutama dosis tiga dan empat. Kami berharap pemerintah tetap menjalankan program ini," tambahnya.
Kedepannya, Zarniel berharap, pembelajaran capaian vaksinasi Covid-19 ini dapat dijadikan pendekatan yang efektif untuk dapat diterapkan pada konsep One Health yaitu pendekatan terintegrasi untuk mengoptimalkan kesehatan manusia, hewan, dan lingkungan, yang dilakukan oleh semua pihak baik oleh Pemerintah, masyarakat, maupun aktor-aktor lainnya yang berkontribusi bagi pembangunan kesehatan.
Melalui kerja sama semua pihak, berbagai upaya pencegahan penyebaran penyakit, dari manusia ke manusia, maupun hewan ke manusia dapat dilakukan.
Dia berharap pencegahan ini dapat meminimalisir adanya penyakit infeksi emerging (PIE) di masa yang akan datang.
"Saya kira sektor kesehatan Indonesia harus terus berbenah diri, melakukan evaluasi, dan membuat One Health ini menjadi isu yang penting, terutama karena daerah kita ini kaya dengan keanekaragaman hewani dan hayati. Jadi negara dan daerah harus punya sistem untuk bisa hadapi persoalan seperti ini di masa datang," tutupnya. (uzu)
Ikuti Berita POS-KUPANG.COM Lain di GOOGLE NEWS