POS-KUPANG.COM – Anas Urbaningrum terpidana kasus korupsi pada Proyek Hambalang, memendam kisah nan panjang dalam proses hukum yang dijalaninya.
Kisah panjang yang dialami mantan Ketua Umum Partai Demokrat itu dilaluinya mulai dari Pengadilan Tipikor Jakarta hingga di Lapas Sukamiskin.
Momen bebas dari penjara pada Selasa 11 April 2023 kemarin, seakan menjadi cerita awal tentang panjangnya proses hukum yang dilewati Anas hingga dinyatakan bebas, setelah cukup lama ia meringkuk di balik jeruji besi.
Bahwa Pengadilan Tipikor Jakarta menjatuhkan hukuman 8 tahun pidana penjara kepada Anas, dan denda Rp300 juta subsider 3 bulan kurungan.
Vonis itu dijatuhkan setelah majelis hakim meyakini bahwa Anas Urbaningrum terbukti secara sah dan meyakinkan dalam kasus korupsi proyek Pusat Pelatihan Pendidikan dan Sekolah Olahraga Nasional Hambalang.
Selain vonis 8 tahun penjara, majelis hakim Pengadilan Tipikor Jakarta juga menjatuhkan hukuman tambahan, berupa kewajiban membayar uang pengganti Rp 57,59 miliar dan 5,26 juta dolar Amerika Serikat.
Baca juga: Anas Urbaningrum Minta Maaf, Tegaskan Tidak Akan Bermusuhan
Atas putusan itu, Anas Urbaningrum bersama kuasa hukumnya mengajukan banding ke Pengadilan Tinggi (PT) DKI Jakarta.
Pada tingkat banding, Anas mendapat keringanan hukuman menjadi 7 tahun penjara.
Namun atas putusan banding tersebut, Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mengajukan kasasi ke Mahkamah Agung (MA).
Pada tingkat kasasi itulah, MA memperberat hukuman pada Anas menjadi 14 tahun penjara dan denda Rp 5 miliar subsider 1 tahun 4 bulan kurungan dan ditambah membayar uang pengganti Rp 57,59 miliar subsider 4 tahun kurungan serta pencabutan hak politik.
Lantaran tak terima putusan kasasi tersebut, Anas Urbaningrum kemudian mengajukan peninjauan kembali (PK) beberapa waktu kemudian, tepatnya pada Juli 2018 lalu.
Dalam amar putusannya, majelis hakim PK MA menjatuhkan hukuman 8 tahun pidana dan denda Rp 300 juta subsider 3 bulan kurungan.
Hukuman tersebut berkurang 6 tahun dibanding putusan tingkat kasasi yang menjatuhkan hukuman 14 tahun pidana penjara dan denda Rp 5 miliar subsider 1 tahun 4 bulan kurungan.
Putusan PK Anas Urbaningrum diputus oleh majelis PK yang terdiri dari Ketua Hakim Agung Sunarto selaku Ketua Majelis serta Andi Samsan Nganro dan M Askin selaku Hakim Anggota pada Rabu, 30 September 2020.
Selain pidana pokok, majelis PK MA juga menjatuhkan hukuman tambahan kepada Anas Urbaningrum berupa kewajiban membayar uang pengganti sebesar Rp 57 miliar dan 5,26 juta dolar AS subsider 2 tahun penjara serta pencabutan hak politik selama 5 tahun sejak bebas dari penjara.
Dalam putusannya, majelis PK MA berpendapat alasan Anas mengajukan PK lantaran adanya kekhilafan hakim dapat dibenarkan.
Majelis PK menyatakan judex juris telah salah menyimpulkan alat-alat bukti yang kemudian dijadikan sebagai fakta hukum tentang tindak pidana yang dilakukan Anas.
Baca juga: Ujang Komaruddin Sebut Anas Urbaningrum Sakit Hati, Bakal Berbalik Arah, Serang Partai Demokrat
Dalam pertimbangannya, majelis PK MA menilai uang dan fasilitas yang diterima Anas, baik melalui PT Adhi Karya maupun Permai Group dihimpun dari dana-dana hasil perolehan keuntungan dalam proyek pengadaan barang dan jasa serta fee-fee dari perusahaan lain karena perusahaan tersebut telah memenangkan berbagai proyek pengadaan barang dan jasa yang kemudian disubkontrakkan kepada perusahaan lain atau perusahaan lain yang mengerjakan proyek tersebut.
Sebagian dari dana tersebut kemudian dijadikan sebagai marketing fee di bagian pemasaran untuk melakukan lobi-lobi usaha agar mendapatkan proyek yang didanai APBN.
Namun, majelis PK menilai tidak ada satu pun saksi dari pihak PT Adhi Karya dan Permai Group yang menerangkan Anas Urbaningrum melakukan lobi-lobi kepada pemerintah agar perusahaan itu mendapatkan proyek.
Selain itu, tidak ada bukti segala pengeluaran uang dari perusahaan itu atas kendali Anas Urbaningrum.
Hanya ada satu saksi, yaitu M Nazaruddin, yang menerangkan demikian.
Sementara, satu saksi tanpa didukung alat bukti adalah unus testis nullus testis yang tidak mempunyai nilai pembuktian.
Majelis PK pun menilai dalam proses pencalonan sebagai Ketum Partai Demokrat, Anas tidak pernah berbicara bagaimana uang didapat.
Anas hanya bicara perihal visi dan misi untuk ditawarkan dalam kongres di Bandung.
Uang yang didapatkan untuk penggalangan dana pencalonan sebagai Ketum Partai Demokrat adalah penggalangan dana dari simpatisan atas dasar kedekatan dalam organisasi.
Dengan pertimbangan tersebut, majelis PK menilai dakwaan Pasal 12a UU Tipikor yang diterapkan judex jurist tidak tepat karena pemberian dana maupun fasilitas tersebut dilakukan sebelum Anas menduduki jabatan tersebut.
MA menilai yang telah dilakukan Anas Urbaningrum adalah Pasal 11 UU Tipikor, yaitu penyelenggara negara (anggota DPR-2009-2014) yang menerima hadiah atau janji diberikan karena kekuasaan atau kewenangan yang berhubungan dengan jabatannya.
Saat ini, Anas telah bebas. Ia telah kembali dan berkumpul bersama keluarganya. Ia bahkan telah menghidup udara bebas tanpa ada rintangan apa pun.
Baca juga: Orasi Anas Urbaningrum Usai Resmi Bebas dari Lapas Sukamiskin : Merdeka
Dalam situasi inilah banyak yang berprasangka bahwa Anas Urbaningrum tentu akan menebar atau bahkan melakukan aksi balas dendam terhadap para pihak yang memenjarakannya.
Namun dalam orasinya setelah bebas dari Lapas Sukamiskin, Anas justeru mengatakan bahwa ia bebas bukan untuk bertentangan atau bermusuhan dengan siapa pun.
Ia bebas justeru untuk mewujudkan komitmennya, yakni berjuang untuk keadilan. Bahwa dalam perjuangan ada yang merasa termusuhi, maka itu merupakan konsekuensi dari perjuangannya. (*)
Ikuti Pos-Kupang.Com di GOOGLE NEWS