POS-KUPANG.COM – Frits Ramandey, Ketua Komnas HAM (Hak Asasi Manusia) Papua dan Papua Barat mendapat ancaman dari Kelompok Kriminal Bersenjata atau KKB Papua.
Namun Frits menyatakan bahwa Komnas HAM tak takut terhadap ancaman tersebut. Dia meminta KKB Papua agar memahami bahwa dialog merupakan bagian dari perjuangannya membebaskan orang Papua.
First Ramandey menyampaikan hal tersebut merespon ancaman TPNPB Kodap IV Sorong Raya, Arnoldus Yansen Kocu.
Tentara Pembebasan Nasional Papua Barat itu menolak agenda kemanusiaan yang dilakukan Komnas HAM di wilayah tersebut.
Baca juga: KKB Papua – Juru Masak Buka Kisah Mengerikan Saat Diserang KKB: Saya Ini Dibuang ke Jurang
Frits Ramandey mengatakan, sebagai kelompok pejuang, semestinya TPNPB selalu mengedepankan pencapaian tujuan secara bermartabat.
Salah satu upaya dari pencapaian tujuan tersebut, adalah melakukan dialog atau lebih dikenal dengan perundingan.
"Mekanisme penyelesaian konflik yang diakui oleh PBB, adalah dialog atau dikenal dengan perundingan," ujar Frits, sebagaimana dilansir dari TribunPapuaBarat.com, Senin 26 Desember 2022.
Dialog atau perundingan, lanjut dia, merupakan satu-satunya cara yang diakui PBB untuk menyelesaikan konflik.
"Komnas HAM berkepentingan untuk menghindari jatuhnya korban di Papua akibat kekerasan," tuturnya.
Dikatakannya, mekanisme dialog yang ditempuh oleh Komnas HAM, bertujuan menghindari jatuhnya korban dan mengakhiri kesengsaraan masyarakat.
Jadi, Komnas HAM hanya menginisiasi untuk menghadirkan para pihak agar duduk berembuk untuk menyelesaikan masalah di Papua," jelas Frits.
"Upaya ini juga, telah mendapat atensi dari mekanisme Dewan HAM PBB."
"Saya punya keyakinan ini hanya soal komunikasi dan itu belum disampaikan kepada tuan Arnoldus Yansen Kocu dan lainnya," ucapnya.
Baca juga: KKB Papua - Klaim Pasukan KKB Duduki Maybrat Hanya Isapan Jempol, Kapolda: Saya Jamin Rakyat Aman
Frits mengaku, sejumlah pimpinan gerakan telah memberikan dukungan terhadap upaya perundingan di Papua.
Oleh karena itu, Frits meminta agar mekanisme ini harus dipahami oleh Arnoldus Yancen Kocu dan kawan-kawan.