POS-KUPANG.COM - Sejumlah lembaga survei sebelumnya memperlihatkan elektabilitas Ganjar Pranowo cenderung berada di posisi puncak. Anies Baswedan pun tidak jauh berbeda.
Dengan kecenderungan seperti itu, publik sepertinya semakin percaya bahwa kedua sosok ini bakal menjadi capres pilihan rakyat pada Pilpres 2024.
Tapi Survei Terbaru menunjukkan posisi kedua figur tersebut mulai mandek dan cenderung berbalik.
Hasil survei LSN ( Lembaga Survei Nasional) baru-baru ini menunjukkan Ganjar Pranowo hanya memiliki elektabilitas 18,9 persen.
Dengan kata lain, turun dibandingkan survei periode Februari 2022 (19,2 persen) dan Juni 2022 (20,9 persen).
Sementara itu, elektabilitas Anies Baswedan berada di angka 16,8 persen, turun ketimbang survei periode Februari 2022 (18,8 persen) dan Juni 2022 (18,5 persen).
Di sisi lain, elektabilitas Menteri Pertahanan Prabowo Subianto meningkat dengan tingkat keterpilihan sekitar 30 persen.
Baca juga: Andi Nena Wea Kaget Perolehan Suara Sandiaga di Musra Gerindra Lampui Prabowo Subianto
Direktur Eksekutif LSN Gema Nusantara menilai, ada beberapa faktor penyebab elektabilitas Ganjar dan Anies menurun dari hasil survei terbaru.
Salah satunya soal kendaraan politik guna berkontestasi pada Pilpres 2024.
"Di antaranya, pertama hingga kini belum jelas partai apa yang akan menjadi kendaraan Ganjar dan Anies untuk maju sebagai capres 2024," kata Gema dalam rilis surveinya, Senin 5 September 2022.
Menurut Gema, peluang Ganjar Pranowo untuk maju sebagai capres lewat PDIP kian tertutup setelah Puan Maharani, putri Megawati Soekarnoputri, mulai aktif bersafari politik.
Puan, Ketua DPP Bidang Politik PDIP, sudah didapuk ibunya yang notabene ketua umum partai, sebagai ujung tombak PDIP dalam menjalin komunikasi politik dengan berbagai partai politik saat ini.
"Semakin aktifnya Puan Maharani mensosialisasikan diri sebagai capres mengindikasikan bahwa peluang Ganjar diusung PDI Perjuangan semakin kecil," kata Gema.
"Sedangkan untuk Anies, peluangnya untuk bisa nyapres di 2024 semakin sempit karena Gubernur DKI itu tidak berafiliasi dengan satu partai pun," ujarnya melanjutkan.
Di sisi lain, LSN mengklaim bahwa majunya kedua sosok dianggap publik akan merepresentasikan perang identitas sebagaimana pada Pilpres 2019, kendati saat itu yang bertarung adalah Joko Widodo versus Prabowo Subianto.