Termasuk kewajiban perusahaan mentransfer dana ke kas daerah dalam dua kali masing-masing senilai Rp. 500 juta dan juga pemenuhan kesepakatan bersama sebesar Rp. 850 juta dan Rp. 250 juta juga sudah dilakukan.
Meski demikian, di lapangan sebagaimana laporan masyarakat adat, masih ada hak-hak mereka yang belum sepenuhnya diindahkan oleh perusahaan. Salah satu hak mereka adalah terkait dengan penghargaan terhadap leluhur dan kuburan mereka yang bernilai sejarah tinggi bagi masyarakat adat.
Memang, sebagian masyarakat terdampak sudah menerima dana sesuai kesepakatan tahun 2006. Akan menurut masyarakat adat Lokosambi kuburan leluhur mereka tidak termasuk dalam 100 hektar are sesuai dengan kesepakatan tahun 2006 silam.
Karena masyarakat adat Desa Lokosambi menilai bahwa PT Lisindo Sentosa tiba-tiba secara sepihak telah mengklaim jika lokasi kuburan masuk dalam kesepakatan dalam peta pertambangan.
Baca juga: Satgas Pamtas RI-RDTL Yonif 743/PSY Gotong-royong Bersihkan Pasar
Lebih repotnya lagi, peta yang dimaksud tidak dapat diakses oleh masyarakat karena pihak perusahaan sudah melarang masyarakat adat untuk memasuki areal pekuburan tersebut.
Karena masyarakat adat di Desa Lekosambi bersikeras bahwa kompleks pekuburan tidak termasuk dalam 100 ha sesuai dengan kesepakatan tahun 2006 namun tetap diklaim sepihak oleh PT Lisindo Sentosa sehingga membuat informasi yang diperoleh menjadi kontradiktif.
Untuk itulah, masyarakat adat Desa Lokosambi kemudian menyewa Law Firm untuk memperjuangkan keadilan atas hak mereka tersebut.
Melihat informasi yang tidak bersesuaian termasuk informasi pemerintah Kabupaten Nagekeo yang telah mengembalikan dana yang sudah ditransfer senilai Rp. 1 miliar (dua kali transfer masing-masing Rp. 500 juta) ke rekening PT Lisindo Sentosa dan masalah kajian AMDAL yang masih dipertanyakan pihak Dinas Lingkungan Hidup, maka perlu adanya pendalaman lebih jauh terkait dengan masalah tersebut.
Selaku moderator, Senator Angelius Wake Kako kemudian mengusul untuk membentuk tim yang akan bertugas memfasilitasi penyelesaian masalah tersebut secara kekeluargaan. Usulan ini juga disetujui oleh Wakil Bupati Nagekeo, Marianus Waja.
Meskipun suasananya sempat memanas, namun pada akhirnya pembentukan team tersebut dapat dilaksanakan secara kekeluargaan. Harapannya, baik masyarakat adat, pemerintah daerah, dan PT Lisindo Sentosa dapat menyelesaikan masalah tersebut secara komprehensif dan kekeluargaan.
Pada kesempatan itu, Angelius Wake Koko juga menegaskan akan berusaha membantu dan memfasilitasi pembentukan team ini.
"Tim DPD RI akan serius ikut memantau dan ikut mengawasi team kerja ini. Jika dibutuhkan kami masih berkomitmen untuk datang kembali ke Nagekeo sampai masalah ini selesai," tegasnya yang disetujui oleh senator lainnya dari Komite II DPD RI.
Tim Kunker Komite II DPD RI di Kabupaten Nagekeo selain dihadiri Ketua tim Dr. Abdullah Puteh yang juga merupakan senator asal Aceh, Senator asal Provinsi NTT Angelius Wake Kako, juga dihadiri oleh senator asal Jakarta Fahira Idris, dan senator asal Sumatra Utara (Sumut) Putri Badikenita. (*)