POS-KUPANG.COM - Hari lepas hari, kelompok kriminal bersenjata (KKB) di Papua terus melakukan aksi makar di daerah tersebut.
Pelbagai cara ditempuh hanya untuk mewujudkan mimpinya, yakni meraih kemerdekaan bagi Papua.
Cara-cara yang ditempuh umumnya melanggar hukum, juga melanggar asas perikemanusiaan.
Sebab aksi para anggota kelompok kriminal bersenjata tersebut, adalah menyerang dan membunuh sesama yang lain.
Bila mereka tak sanggup menghadapi TNI Polri, misalnya, maka amarahnya dilampiaskan kepada warga sipil yang tak bersenjata.
Oleh karena itu, bila dihitung dari aksi kejahatannya selama ini, maka jatuhnya korban jiwa sudah terlampau banyak jumlahnya.
Tak hanya warga sipil, tetapi korban nyawa juga dari prajurit TNI dan Polri. Semuanya menghembuskan nafas terakhir hanya karena serangan KKB.
Meski tindakannya teramat jahat, namun KKB mengklaim bahwa apa yang dilakukannya selama ini, sebagai respon atas tindakan TNI Polri.
Baca juga: Sosok Baru Panglima KKB Berkeliaran di Intan Jaya, Bawa Senjata Sambil Tebar Ancaman Serbu TNI Polri
Di mata KKB, kejahatan yang dilakukan tersebut, tak beda jahatnya dengan apa yang dilakukan TNI Polri kepada rakyat Papua.
Apalagi sejarah yang diwarisi bangsa Papua secara turun temurun, Papua sesungguhnya merdeka sejak tahun 1960-an silam.
Akan tetapi kemerdekaan bangsa Papua itu direbut oleh Indonesia, sehingga daerah itu menjadi bagian dari jajahan NKRI.
Dalam kondisi inilah sehingga para Panglima KKB berusaha tampil dan memimpin pasukan untuk melakukan perlawanan.
Perlawanan itu tak hanya dalam bentuk kontak senjata, tetapi juga teror yang dialamatkan kepada warga sipil.
Panglima Egianus Kogoya, misalnya, selain memimpin perang, ia juga menebar teror kepada masyarakat.
Bahkan ia juga tak sungkan-sungkan mengusir warga Indonesia yang bukan berdarah Papua.