Renungan Harian Katolik

Renungan Harian Katolik Jumat 4 Februari 2022: Bernyali Kritik

Editor: Agustinus Sape
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

RD. Fransiskus Aliandu

Renungan Harian Katolik Jumat 4 Februari 2022: Bernyali Kritik (Markus 6:14-29)

Oleh: RD. Fransiskus Aliandu

POS-KUPANG.COM - Malam tadi persis mau tidur, ada teman kirim pesan ini, "Tangan yang meraihmu ketika kamu terjatuh, jauh lebih berharga daripada 1000 tangan yang menyalami ketika kamu berhasil".

Masih ditambahkannya, "Dan tangan itu adalah mereka yang sehari-hari bergelut bersamamu dalam kesulitan dan  penderitaan, mereka yang menyanggahmu ketika terseok-seok, mereka yang mengingatkanmu saat salah arah."

Rangkaian kata terakhir membuat rasa mengantuk saya nyaris menghilang. Saya bermenung sejenak dan teringat kata-kata bijak.

"Sahabat adalah seseorang yang berani menunjukkan di mana letak kesalahanku, bukan seseorang yang membicarakanku di belakang dan membiarkanku tetap dengan kesalahan yang kubuat tanpa tahu apa yang salah."

Hanya saya akui, tidak gampang jadi sahabat dan berkata bahwa dia salah. Tidak mudah mengeritik orang lain, apalagi dia orang besar dan berpengaruh.

Soalnya, saya sendiri punya pengalaman pribadi dikritik. Tak cuma beberapa kali, tapi malah berulang-ulang kali. Mulai dari kritikan halus, dengan bahasa yang nyaman di telinga dan di hati, sampai kepada kritikan yang nylekit, puedesnya minta ampun, di depan banyak orang lagi.

Baca juga: Renungan Harian Katolik Selasa 1 Februari 2022: Hai Anak-Ku, Imanmu Telah Menyelamatkan Engkau

Lalu, tahukah apa reaksi saya? Bagaimana dan seberapa pun saya bersiap diri terhadap sebuah kritikan, tetap saja terganggu rasa, seolah ada irisan luka di batin, besar atau kecil.

Memang kadang kala saya menerima kritikan dengan lapang dada. Saya melihat itu sebagai masukan agar diri saya menjadi lebih baik. Bahkan saya tempatkan itu dalam kerangka cara Tuhan membetulkan dan mereparasi diri saya.

Tapi terbanyak saya kurang rela menerima kritikan. Emosi saya mendidih-didih saat dikritik. Saya menolaknya, membantahnya dengan berbagai dalih, bahkan menampik dan balik mengecam si pengeritik.

Tak heran orang menjadi takut dan tak berani untuk mengeritik dan memberi tahu bahwa saya salah. Akibatnya, saya tetap berada dalam kubangan kesalahan. Sangat boleh jadi saya tetap merasa diri benar, tanpa kesalahan.

Dalam kenyataan, banyak orang kurang berani memberitahu kesalahan temannya; merasa tak enak hati menyampaikan nasihat; merasa gentar untuk mengeritik.

Dari pengalaman, banyak orang takut kehilangan teman, takut kehilangan pekerjaan, merasa ngeri tatkala dibungkam, dan kehilangan nyali karena diintimidasi, disiksa, dipenjarakan.

Penginjil Markus mencatat kisah tentang dibunuhnya Yohanes Pembaptis. Di situ ia menyinggung tentang sosok Raja Herodes.

Saat tahu Herodes mengambil Herodias, istri Filipus, saudaranya, Yohanes Pembaptis berani mengecamnya dengan keras.

Yohanes berseru dengan suara lantang, "Tidak halal engkau mengambil istri saudaramu!"

Yohanes tampil garang dan tak takut menunjukkan keburukan dan kebobrokan luar biasa Herodes. Meski dengan itu ia harus dipenjarakan, bahkan kehilangan nyawa, dipenggal kepalanya. 

Dengan begitu, sosok Yohanes Pembaptis mengajarkan saya bahwa saya semestinya tergugah untuk menyuarakan seruan dan berani mengingatkan orang akan kesalahannya.

Baca juga: Renungan Harian Katolik, Minggu 30 Januari 2022: Kuasa Allah Unggul

Saya tak boleh merasa berat hati mengingatkan teman, bila dia salah. Saya jangan sampai kehilangan nurani untuk menyerukan kebenaran apa pun risikonya, berapa pun taruhannya.

Penggalan kata-kata ini semestinya meresap ke dalam hati, menggugah dan memberanikan saya.

"Saya menjadi orang yang berarti, tidak hanya kalau saya tetap ada saat orang lain terpuruk; melainkan juga bila saya pun berani berkata, itu tidak benar, itu salah, itu tidak baik! Menjadi manusia bermakna kalau saya tidak membiarkan orang terkurung dalam kesalahannya, apalagi tanpa pernah menyadarkan bahwa dirinya salah, keliru".

Cerita tentang Yohanes Pembaptis ini sebetulnya sisipan yang agak menyimpang dari kisah tentang Yesus yang disalahkenal oleh Herodes pun orang banyak.

Tapi memang sengaja disisipkan oleh penginjil untuk menggambarkan risiko terburuk yang bakal dialami bila menyuarakan kebenaran hakiki.

Risiko tragis dialami Yohanes. Nasib yang sama bakal dialami Yesus. Bahwa Ia pun akan terbunuh sebagai risiko atas keberanian-Nya dalam melontarkan kritikan dan menguak kebobrokan.

Baca juga: Renungan Harian Katolik Kamis 3 Februari 2022: Panggilan Ketiga

Meski begitu, Ia kekeuh menjalaninya. Apa pun taruhannya. Bukan hanya kehilangan pekerjaan, atau pecahnya kongsi usaha. Tapi kehilangan nyawa lho!

Dengan demikian, pesan yang ingin disampaikan buat saya kurang lebih sama: bernyalikah untuk menegur dan siap menghadapi risiko tragis? *

Teks Lengkap Bacaan Renungan Katolik 4 Februari 2022:

Ilustrasi bacaan renungan harian Katolik dari Alkitab. (POS-KUPANG.COM/AGUSTINUS SAPE)

Bacaan Pertama: Sirakh 47:2-11

"Dengan segenap hati Daud memuji-muji Tuhan dan mengungkapkan kasihnya kepada Sang Pencipta."

Seperti lemak disendirikan untuk kurban penghapus dosa, demikianlah Daud dipungut dari orang-orang Israel.

Singa dipermainkan olehnya seolah-olah kambing jantan saja, dan beruang seakan-akan hanyalah anak domba.

Bukankah di masa mudanya ia membunuh seorang raksasa dan mengambil nista dari bangsanya dengan melemparkan batu dari pengumban dan mencampakkan kecongkakan Goliat?

Karena berseru kepada Tuhan Yang Mahatinggi, yang memberikan kekuatan kepada tangan kanannya, maka Daud merebahkan orang yang gagah dalam pertempuran, sedangkan tanduk bangsanya ia tinggikan.

Itulah sebabnya ia disanjung-sanjung karena “laksaan” dan dipuji-puji karena berkat-berkat dari Tuhan, ketika mahkota mulia dipersembahkan kepadanya.

Sebab ia membasmi segala musuh di sekelilingnya, dan meniadakan orang-orang Filistin, lawannya, serta mematahkan tanduk mereka hingga hari ini.

Dalam segala tindakannya Daud menghormati Tuhan, dan dengan kata sanjungan kepada Yang Kudus, Yang Mahatinggi.

Ia bernyanyi-nyanyi dengan segenap hati, dan mengungkapkan kasihnya kepada Sang Pencipta.

Di depan mezbah ditaruhnya kecapi, dengan bunyinya ia memperindah lagu dan kidung.

Ia memberikan kemeriahan kepada segala perayaan, dan hari-hari raya diaturnya secara sempurna.

Maka orang memuji-muji Nama Tuhan yang kudus, dan mulai pagi-pagi benar suara orang bertalu-talu di tempat kudus-Nya.

Tuhan mengampuni segala dosanya serta meninggikan tanduknya untuk selama-lamanya.

Tuhan menjanjikan kerajaan yang lestari, dan menganugerahkan kepadanya takhta yang mulia di Israel!

Demikianlah Sabda Tuhan

U. Syukur Kepada Allah.

Mazmur Tanggapan: Mzm 18:31.47.50.51

Refrein: Aku mengasihi Tuhan, Dia sumber kekuatan. Hidupku 'kan menjadi aman dalam lindungan-Nya

1. Jalan Allah itu sempurna, janji Tuhan adalah murni; Dia menjadi perisai bagi semua orang yang berlindung pada-Nya.

2. Tuhan itu hidup! Terpujilah Gunung Batuku dan mulialah Allah Penyelamatku! Maka aku akan menyanyikan syukur bagi-Mu di antara bangsa-bangsa, ya Tuhan; aku mau menyanyikan mazmur bagi nama-Mu.

3. Tuhan mengaruniakan keselamatan yang besar kepada raja yang diangkat-Nya; Ia menunjukkan kasih setia kepada orang yang diurapi-Nya, yakni Daud dan anak cucunya, untuk selama-lamanya.

Bait Pengantar Injil: Lukas 8:15

Ref. Alleluya

Berbahagialah orang yang menyimpan sabda Allah dalam hati yang baik dan tulus ikhlas, dan menghasilkan buah berkat ketabahannya. Alleluya.

Bacaan Injil: Markus 6:14-29

"Yohanes yang sudah kupenggal kepalanya, kini bangkit lagi."

Pada waktu itu Raja Herodes mendengar tentang Yesus, sebab nama-Nya memang sudah terkenal, dan orang mengatakan, “Yohanes Pembaptis sudah bangkit dari antara orang mati, dan itulah sebabnya kuasa-kuasa itu bekerja di dalam Dia.”

Yang lain mengatakan, “Dia itu Elia!” Yang lain lagi mengatakan, “Dia itu seorang nabi sama seperti nabi-nabi yang dahulu.”

Waktu Herodes mndengar hal itu, ia berkata, “Bukan, dia itu Yohanes yang sudah kupenggal kepalanya, dan kini bangkit lagi.”

Memang Herodeslah yang menyuruh orang menangkap Yohanes dan membelenggunya di penjara berhubung dengan peristiwa Herodias, istri Filipus saudaranya, karena Herodes telah mengambilnya sebagai istri.

Karena Yohanes pernah menegur Herodes, “Tidak halal engkau mengambil istri saudaramu!”

Karena kata-kata itu Herodias menaruh dendam pada Yohanes dan bermaksud membunuh dia, tetapi tidak dapat, sebab Herodes segan akan Yohanes karena ia tahu, bahwa Yohanes adalah orang yang benar dan suci; jadi ia melindunginya.

Tetapi setiap kali mendengar Yohanes, hati Herodes selalu terombang-ambing; namun ia merasa senang juga mendengarkan dia.

Akhirnya tiba juga kesempatan yang baik bagi Herodias, ketika Herodes – pada hari ulang tahunnya – mengadakan perjamuan untuk para pembesar, para perwira dan orang-orang terkemuka di Galilea.

Pada waktu itu putri Herodias tampil lalu menari, dan ia menyukakan hati Herodes serta tamu-tamunya.

Maka raja berkata kepada gadis itu, “Mintalah dari padaku apa saja yang kauingini, maka akan kuberikan kepadamu!”

Lalu Herodes bersumpah kepadanya, “Apa saja yang kauminta akan kuberikan kepadamu, sekalipun itu setengah dari kerajaanku!”

Anak itu pergi dan menanyakan ibunya, “Apa yang harus kuminta?”

Jawab ibunya, “Kepala Yohanes Pembaptis!” Maka cepat-cepat ia pergi kepada raja dan meminta, “Aku mau, supaya sekarang juga engkau berikan kepadaku kepala Yohanes Pembaptis dalam sebuah talam!”

Maka sangat sedihlah hati raja! Tetapi karena sumpahnya dan karena segan terhadap tamu-tamunya, ia tidak mau menolaknya.

Raja segera menyuruh seorang pengawal dengan perintah supaya mengambil kepala Yohanes.

Orang itu pergi dan memenggal kepala Yohanes di penjara.

Ia membawa kepala itu dalam sebuah talam dan memberikannya kepada gadis itu, dan gadis itu memberikannya pula kepada ibunya.

Ketika murid-murid Yohanes mendengar hal itu mereka datang dan mengambil mayatnya, lalu membaringkannya dalam kubur.

Demikianlah Sabda Tuhan.

U. Terpujilah Kristus.

Renungan Harian Katolik lainnya

Berita Terkini