Kasus Pembunuhan Ibu dan Anak

Pendeta Merry Kolimon Menangis saat Bertemu Keluarga Astri Manafe, Korban Pembunuhan RB di Kupang

Editor: Gordy Donofan
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Pdt. Dr. Merry Kolimon (kiri) di kediaman Astri Manafe, Sabtu 11 Desember 2021

POS-KUPANG.COM - Ketua Sinode Gereja Masehi Injili di Timor (GMIT), Pdt. Dr. Merry Kolimon tampak meneteskan air mata ketika memeluk dan dipeluk Asnat Manafe Mauk, ibunda Astri Manafe.

Air mata itu menetes saat Pdt Merry Kolimon bersama beberapa pendeta lain menemui keluarga Astri di rumah duka, Sabtu (11/12/2021).

Saat itu, Pdt Merry Kolimon menyerahkan selembar kain sebagai tanda duka bagi keluarga yang berduka atas kepergian Astri dan Lael.

"Sebagai tanda duka atas peristiwa yang menimpa Astri dan Lael, kami selimuti keluarga dengan kekuatan Tuhan," kata Pendeta Kolimon.

Baca juga: Riwayat Pendidikan Astri Manafe, Korban Pembunuhan Oleh RB di Kupang

 

Dia juga mengatakan, menghadapi kasus pembunuhan itu, keluarga duka tidak sendirian. Sinode GMIT akan selalu bersama.

Sinode GMIT tidak akan membiarkan keluarga Astri dan Lael berjalan sendiri.

Sinode GMIT selalu bersama keluarga dalam berjuang tegakkan hukum.

Sampai saat ini kami terus memantau perkembangan penanganan kasus ini.

Kami juga terus berdoa, agar Tuhan selalu bukakan jalan untuk mengungkap misteri pembunuhan itu.

Baca juga: Ayah RB Sampaikan Permohonan Maaf ke Keluarga Almahrumah Astri Manafe dan Lael

BERITA LAINNYA:

Riwayat Pendidikan Astri Manafe

Sampai saat ini, nama Astri Manafe masih menjadi bahan pergunjingan publik baik di jagat maya maupun di tengah masyarakat.

Nama Astri dan putranya Lael selalu disebut-sebut karena menjadi korban kekejaman RB, pria beristri yang hadir dalam kehidupannya.

Tapi, tahukah anda sisi lain Astri Manafe sepanjang hidupnya hingga detik-detik terakhir sebelum dijemput ajal.

Adalah Jek Manafe, kakak kandung Astri yang mengungkapkan sepenggal kisah hidup adiknya yang diduga dieksekusi secara keji oleh RB.

Data yang dihimpun POS-KUPANG.COM Jumat 10 Desember 2021 dari Jek Manafe menyebutkan, Astri merupakan anak bungsu dari 5 bersaudara pasangan Saul Manafe dan ibu Asnat Manafe Mauk.

Astri lahir di Kupang, 2 September 1991. Atau saat tinggalkan rumah 27 Agustus 2021, kurang 6 hari genap berusia 30 tahun.

 Saat SD, Astri Manafe menapak pendidikan di dua sekolah. Pertama, SD Oesapa Kecil 2, lalu pindah ke SD Inpres Olalain, Rote Tengah.

 Semasa SMP, Astri Manafe menyelesaikan sekolah di SMP Negeri 1 Rote Tengah, Kabupaten Rote Ndao. Astri Manafe juga menapaki SMA Negeri 1 Lobalain-Baa, Kabupaten Rote Ndao.

Selanjutnya Astri melanjutkan kuliah di Politeknik Negeri Kupang jurusan sipil hingga selesai tahun 2009 bergelar A.Md.

BERITA LAINNYA:

Kuasa Hukum Minta Terapkan Pasal Perlindungan Anak

Kuasa Hukum Keluaraga almahrumah Astri Manafe dan Lael, Adhitya Nasution, SH., MH berharap pihak kepolisian di Polda NTT agar bisa menerapkan undang-undang (UU) perlindungan anak untuk menjerat tersangka.

Hal itu disampaikan Adhitya, sebagai salah satu kuasa hukum keluarga Astri,  Kamis 9 Desember 2021 petang di Kupang.

Adhitya menegaskan, pasal yang diterapkan 338 itu bukan menjadi kartu mati yang digunakan oleh penyidik Polda NTT. Siapapun yang terlibat dalam kasus ini dia menyebut agar bisa di hukum sesuai dengan aturan.

"Mengingat korbannya lebih dari satu dan juga ada korban anak-anak disini. Tentu kita berharap semaksimal mungkinlah hukuman yang dijatuhkan kepada pelaku dan pelaku lainnya," sebut dia.

Keluaraga dan kuasa hukum, menurut dia telah mendatangi Polda NTT untuk menyampaikan lagi informasi lainnya. Seminggu kemudian, akan dilakukan pengecekan terhadap informasi yang diberikan ini.

Bukti dan informasi yang disampaikan ke kepolisian, juga dilakukan saring sebelum diserahkan. Keluaraga juga berhati-hati saat menerima masukan atau informasi dari luar. Kronologis juga sejauh ini telah disampaikan ke penyidik.

Kronologis yang disampaikan keluarga, diakui Adhitya, memang ada beberapa bagian terjadi perbedaan dengan hasil penyidikan pihak kepolisian. Adhitya menyebut pasal 338 merupakan pasal aman untuk penyidik dalam pengembangan kasus.

Ia menyayangkan pasal perlindungan anak-anak yang belum terakomodir, padahal dalam kasus ini ada korban yang merupakan anak-anak. Pasal tentang anak, harusnya diterapkan karena faktnya ada korban yang berusia anak-anak.

"Sudah jelas undang-undang perlindungan anak diterapkan disini. Tetapi kita kembalikan lagi semuanya ke penyidik. Kita hanya bisa memberi saran, penyidik punya pertimbangan lain," ujarnya.

Tim kuasa hukum, kata dia, bersepakat pasal yang digunakan tidak berhenti di 338.  Adhitya menyebut pembunuhan itu dilakukan dengan berencana. Hal itu dibuktikan dengan hubungan tersangka dengan korban dalam artian sudah kenal satu sama lain.

Alasan lainnya adalah tindak pidana itu kemudian disembunyikan tersangka atau dalam kasus ini, usai melakukan pembunuhan kemudian menyembunyikan jasad korban.

"Nah menyembunyikan korban ini kan butuh persiapan. Menurut pandangan kami disitulah letak perencanaannya karena 340 itu berkata tindak pidananya harus direncanakan maka rencananya itu harus bisa dibuktikan. Kita sedang menunggu penyidik membuktikan perencanannya ituu," kata Adhitya.

Adhitya menegaskan, kalau penyidik tetap menggunakan pasal 338, selaku kuasa hukum tentu akan diambil langkah selanjutnya dan tidak puas dengan penggunaan pasal itu.

Jika pun tetap diterapkan pasal dan pelaku tunggal, maka hal ini akan menjadi cerminan keadilan. Karena dari keterangan dari pihak keluarga, tidak mungkin bukan hanya satu tersangka.

"Kalau pasal 338 tentang pembunuhan itu simpelnya, orang datang bunuh langsung hilang. Ini disembunyikan, artinya ada persiapan. Ini yang perlu digarisbawahi," kata dia.

Adhitya menjelaskan, sudah jelas saat penemuan kedua korban dalam keadaan dibungkus, digali menutup tanah. Fakta  itu sudah direncanakan.  Ia meyakini, tidak mungkin orang menyiapakn skop menggali tanah dan pelastik, dalam seketika itu.

Baginya tetap kejahatan pembunuhan adalah kejahatan kemanusiaan. Apalagi korban juga ada anak-anak.

Ia mengajak masyarakat NTT yang memiliki informasi apapun perihal kasus ini agar tidak dipublikasi secara luas. Menurutnya, ini juga bisa mengganggu kinerja kepolisian dan mengaburkan fakta yang sebenarnya.

Dia menyarankan agar diberikan ke kuasa hukum agar disampaikan ke penyidik. Pihaknya bekerja kolaboratif agar tersangka bisa mendapat hukuman yang seberat-beratnya. Adhitya menegaskan, kuasa hukum bekerja maksimal untuk menyelesaikan masalah ini. (*)

Berita Kasus pembunuhan ibu dan anak

Berita Terkini