Berita Kota Kupang

Warga Tuna Netra di Kupang Berhasil Divaksin

Penulis: Ray Rebon
Editor: Rosalina Woso
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Brigpol Heribertus A.B. Tena saat menjemput beberapa orang warga penyandang disabilitas tuna netra untuk divaksin. 

Laporan Reporter POS-KUPANG.COM, Ray Rebon

POS-KUPANG.COM, KUPANG--Sejumlah warga Kota Kupang masih enggan mengikuti vaksin. Warga masih takut divaksin karena masih trauma dengan informasi yang menyebutkan kalau vaksin berujung pada kematian dan efk lain bagi warga.

Betrix Mata Ratu (29), penyandang disabilitas tuna netra selama ini bahkan belum pernah divaksin.

Padahal suaminya Lukas do Santos (29) sudah mendapatkan vaksin dosis I dan II.

Betrix beralasan kalau saat itu ia masih menyusui dan anaknya rewel sehingga menolak mendapatkan vaksin.

Disisi lain ia juga termakan isu yang menyebutkan vaksin berakibat buruk bagi perkembangan kesehatan.

"Saya trauma dengar berita kalau ada yang lumpuh dan meninggal setelah divaksin," ujarnya saat ditemui di kediamannya, Selasa 2 November 2021.

Baca juga: 82,59 Persen Warga Kota Kupang Telah Terima Vaksin Dosis I

Ia pun menolak setiap ajakan untuk vaksin.

Lukas, sang suami pun tidak berhasil membujuk istrinya karena Betrix tetap kukuh tidak ingin divaksin.

"Saya takut kena vaksin karena katanya kalau divaksin nanti kita sakit," tandas ibu dua orang anak ini.

Penolakan divaksin juga datang dari Defri Atonis (28) yang juga penyandang disabilitas tuna netra.

Defri yang tinggal bersebelahan kost dengan Betrix di Jalan Uyelewun RT 26/RW 10, Kelurahan Maulafa, Kecamatan Maulafa, Kota Kupang juga menolak divaksin.

"Pokoknya saya belum siap di vaksin," tandasnya.

Awalnya ia enggan menyampaikan alasan penolakan menjalani vaksin. Namun pada akhirnya Defri juga mengakui kalau ia takut divaksin karena beredar berbagai informasi mengenai dampak buruk menjalani vaksin.

Baca juga: Antisipasi La Nina, Dinas Sosial Kota Kupang Siapkan Bantuan Beras Tanggap Darurat

"Ada yang bilang kalau habis vaksin bisa sakit dan meninggal dunia. Makanya saya belum mau divaksin," ujar Defri yang sehari-hari bekerja sebagai tukang pijat.

Hal yang sama juga dilakukan Korbianus Manek (30), tuna netra yang sehari-hari berjualan alat pembersih debu.

Ia mengaku takut karena mendapat kabar kalau ada beberapa orang meninggal dunia pasca divaksin.

Ia pun memilih mengabaikan ajakan vaksinasi dan menolak setiap ada tawaran untuk vaksin. Hingga saat ini Korbianus pun belum mendapatkan layanan vaksinasi.

Brigpol Heribertus A.B. Tena, anggota Polda NTT yang selama mendampingi keluarga tuna netra ini kemudian berinisiasi memberikan pendampingan dan edukasi.

Setiap mengantar sayur ke keluarga tuna netra ini, Brigpol Heribertus memberikan pemahaman soal kegunaan vaksin dan menepis berita-berita hoax.

Baca juga: Antisipasi La Nina, Dinas Sosial Kota Kupang Siapkan Bantuan Beras Tanggap Darurat

"Saya yakin kan kalau berita buruk tentang dampak vaksin adalah hoax dan jangan dipercaya," ujar Brigpol Heribertus

Kata dia, butuh waktu lama meyakinkan para warga tuna netra ini. 

Berulang kali Brigpol Heribertus mendatangi mereka dan memberikan edukasi tentang dampak positif mendapatkan vaksin.

Warga tuna netra diajak untuk memahami bahwa vaksin berguna untuk kekebalan tubuh menangkal penyebaran virus covid 19.

Mereka pun cenderung tertutup dan enggan menceritakan alasan menolak divaksin. Sampai akhirnya Brigpol Heribertus mendapat curahan hati dari para tuna netra ini mengenai alasan mereka menolak divaksin karena takut setelah mendengarkan cerita mengenai dampak buruk dari pelaksanaan vaksinasi.

Pendekatan yang dilakukan selama hampir satu bulan ini membuahkan hasil. Betrix pun mulai luluh dan mau mendapatkan vaksin. Demikian pula dengan Defri dan Korbianus Manek.

Baca juga: Dokter Kepolisian Otopsi Mayat Ibu dan Anak yang Terbungkus Plastik di Alak Kota Kupang

Senin 1 November 2021, Brigpol Heribertus menjemput Betrix dari tempat kostnya dan dibawa ke Klinik Turangga  Polda NTT untuk menjalani vaksin.

"Intinya ada kemauan dan kerelaan dari Betrix untuk divaksin. Setelah itu Betrix bisa menjalani pemeriksaan medis di Klinik dan selanjutnya kalau sehat bisa langsung divaksin," ujar Brigpol Heribertus.

Betrix pun meminta suaminya untuk menjaga dua anak mereka yang masih kecil dan ia pun ke Klinik Turangga menjalani vaksin tahap I.

Sementara Defri Atonis dan Korbianus Manek masih menunggu giliran berikutnya juga untuk mendapatkan vaksin.

"Syukurlah mereka mau divaksin dan tidak lagi termakan dengan isu dan hoax yang tidak benar mengenai dampak vaksin," tandas Brigpol Heribertus usai mengantar Betrix menjalani vaksin tahap I.

Brigpol Heribertus pula yang menyisihkan waktu luang sepulang kantor untuk mengolah lahan seluas 9 x 15 meter di Kelurahan Fatukoa, Kecamatan Maulafa, Kota Kupang.

Ia bercocok tanam sayur sawi, kangkung dan terong ungu. Bersama beberapa kerabatnya, ia rajin menyiangi dan menyiram tanamannya seusai pulang kantor.

Praktis waktu pulang kantor sejak pukul 16.00 wita ia habiskan di kebun.

Agar perawatan tanaman lebih intensif, Brigpol Heri pun rela pindah sementara dari rumahnya di Kelurahan Maulafa ke Kelurahan Fatukoa sehingga ia lebih banyak waktu merawat tanaman dan sayuran.

Awalnya Brigpol Heri menanam sayuran untuk membantu ekonomi keluarga. Kebetulan waktu luang cukup banyak sejak ia pindah tugas ke Direktorat Tahti Polda NTT.

Baca juga: Wali Kota Kupang : Pemkot Kupang Tanggung Jawab Moril Terhadap Pokmas Lipas 

Sayur hasil panen ia tawarkan ke beberapa rekan kerja dan dijual keliling. 

Saat pagi hendak ke kantor untuk apel pagi, ia membawa serta sayur pesanan rekan kerja di polda NTT.

Sebagian hasil panen ia jual keliling atau diantar ke rumah-rumah di sekitar tempat tinggal nya di Kelurahan Maulafa.

Saat itulah ia menjumpai belasan kepala keluarga penyandang tuna netra di RT 26 kelurahan Maulafa.

Para penyandang tuna netra ini menggantungkan hidup dari hasil menjual kemoceng (pembersih debu dari bahan tali rafia).

Ada 12 kepala keluarga yang menyandang tuna netra. Sebagian istri dan anak mereka pun tuna netra.

Sekitar 6 kepala keluarga tinggal di tempat kost milik Thobias Fanggi.

Mereka harus membayar sewa kamar per bulan Rp 350.000 diluar biaya listrik dan air.

Brigpol Heri prihatin dengan kondisi para penyandang tuna netra ini. Timbul niat dari hatinya untuk menolong para tuna netra ini dengan berbagi hasil panen sayur.

Brigpol Heri kemudian menyisihkan sebagian sayur hasil panen di setiap akhir pekan.

Setiap Sabtu sore, ia mendatangi 12 kepala keluarga ini membagikan sayur sawi dan kangkung.

"Biar sedikit, asalnya semua kebagian. Setiap Sabtu sore saya bagi 2-4 ikat sayur kangkung dan sawi bagi setiap kepala keluarga," ujar Brigpol Heri.

Ia datang dengan sepeda motornya dan mengetuk pintu kamar kost masing-masing keluarga disabilitas dan membagikan sayur hasil panen.

Aksi berbagi ini dilakukan sejak bulan Mei lalu. 

"Pokoknya setiap Sabtu saya wajib datang membagikan sayur," ujarnya.

Lukas do Santos (29), salah seorang kepala keluarga penyandang disabilitas mengungkapkan kesulitan hidup mereka pasca pandemi covid 19.

Lukas yang menikah dengan Betrix Mataratu yang juga tuna netra dan sudah dikaruniai dua orang anak mengaku kalau ia dan istri mengandalkan hidup dari membuat dan menjual kemoceng.

Setiap sore, ia dan istri bergantian menjual kemoceng di emperan toko. Satu buah dijual Rp 20.000. 

"Kadang dalam satu minggu hanya laku 2 buah," ujarnya.

Ia juga harus menyisihkan uang membayar jasa ojek untuk mengantar dan menjemputnya.

Mereka makin kesulitan karena harga bahan pokok membuat kemoceng makin naik.

"Harga tali rafia main naik sementara penjualan kemoceng makin menurun," ujarnya.

Beruntung ia memiliki keahlian memijat sehingga sesekali ia menggunakan jasa nya  namun dengan harga murah Rp 70.000 per jam. Itu pun jarang mendapatkan pelanggan.

Ia bersyukur dengan bantuan dan perhatian dari Brigpol Heri karena sedikit tidaknya mengurangi pengeluaran harian membeli sayur untuk beberapa hari.

"Sayur dari pak Heri kami konsumsi bisa untuk 3 sampai 4 hari. Kami sangat terbantu karena setiap akhir minggu kami tidak perlu beli sayur," tandasnya.

Brigpol Heri yang pernah menjadi relawan covid 19 di Wisma Atlet jakarta mengaku kalau aksi nya ini merupakan niat sendiri dan ia iba dengan kehidupan para penyandang tuna netra.

Bibit sayur dibeli sendiri dari uang gajinya. Dalam proses menanam sayur, ia juga tidak menggunakan pupuk namun ia merawat sendiri dan rajin menyiram tanaman.

Ada 5 bedeng sayur berbagai ukuran yang disiapkan. 

"Ini sudah jadi hobby saya. Biar sayur yang saya bagikan sedikit, yang penting ada bagi warga tuna netra," ujarnya.(*)

Berita Pemprov NTT Terkini

Berita Terkini