Salah satu alasan utama mengapa peredaran narkoba secara ilegal harus dihentikan adalah demi menyelamatkan generasi masa depan bangsa, terutama dalam menjaga dan mencapai bonus demografi bangsa ini.
Narkoba dalam jenis apapun akan berujung pada kematian, apabila tidak ditangani. Faktor sosial dan ekonomi menjadi modus operandi para bandar narkoba untuk berbisnis barang haram tersebut.
Kebutuhan hidup yang tidak sebanding dengan pendapatan menjerumuskan banyak orang untuk terlibat dalam proses pengedaran narkoba. Tentunya, keadaan sosial yang tidak menunjang bisa menjerumuskan banyak pihak, terutama kaum muda untuk ikut terlibat dalam penggunaan narkoba.
Baca juga: Gelar Pesta Asusila Pakai Narkoba di Masa Pandemi, Dokter dan Rekan-rekannya Diciduk Polisi
Uang masuk, kebutuhan dijamin. Kebutuhan lunas, jiwa pun melayang. Tak heran jikalau narkoba dianggap sebagai senjata pencabut nyawa.
Narkoba dan "kematian" merupakan dua hal yang tidak bisa dipisahkan. Kenikmatan narkoba merupakan bentuk awal dari kematian universal atau kematian partikular-post fenomenologis.
Kematian partikular merupakan suatu bentuk terputusnya simetrisitas sosial, yakni; relasi antara manusia dengan dirinya (intra subyektif) dan dengan orang lain (antar subyektif).
Seorang bandar, pengedar, dan pengguna narkoba sebenarnya sedang terserang sindrom kebutaan sosial (social blind). Kebutaan sosial tersebut mengakibatkan seseorang berperilaku tanpa asas kolektivitas (bonum commune), baik karena faktor ekonomis maupun euphoria semata.
Selain itu, kebutaan sosial tersebut akan bermuara pada tindak kejahatan kemanusiaan. Hanna Arendt, seorang filosof wanita, dalam bukunya Einhmann in Jerusalem, A Report of the Banality of Evil, mengemukakan bahwa manusia memiliki "banalitas kejahatan", yakni suatu situasi dimana kejahatan tidak lagi dirasakan sebagai kejahatan, tetapi sebagai sesuatu yang lumrah.
Artinya, kejahatan tidak selamanya berakar pada kebencian dan pikiran yang kejam, tetapi lebih merujuk pada matinya sikap kirtis maupun reflektif, sehingga menutup mata pada sistem dan aturan.
Sama halnya dengan kasus peredaran narkoba secara ilegal sebagai sebuah kejahatan, dangkalnya moralitas dan empati menjadikannya sebagai sebuah kelaziman yang normal bagi segelintir pihak.
Peredaran narkoba menjadi bukti nyata matinya simetrisitas sosial. Matinya kesadaran sosial menyebabkan banyak pihak berani berbisnis maut dengan takaran materi semata.
Parahnya lagi, pengguna narkoba sudah melupakan martabatnya sebagai manusia dengan memutuskan relasi intra subyektifnya. Semuanya itu dengan mudah terjadi karena manusia kehilangan suatu karakteristik diri, yakni; hati nurani.
Keadaan ini tidak hanya menjadikan manusia sebagai serigala untuk manusia lain, tetapi juga menjadi serigala bagi dirinya sendiri. Dengan kematian partikular ini, manusia dengan gampang membuka gerbang menuju kematian universalnya.
Pentingnya Penanaman Nilai dan Karakter
Proses pencegahan dan sosialisasi bahaya penggunaan narkoba bisa dimulai dan diterapkan dari lingkungan keluarga. Keluarga menjadi wadah komunikasi pertama yang dilalui oleh setiap individu sebelum ia masuk ke dalam kehidupan bermasyarakat.