Namun, Woodside mengklaim bahwa secara teknis itu tidak layak karena pipa tersebut perlu melintasi parit Timor yang sangat dalam, sementara itu juga menyatakan keprihatinan seputar stabilitas politik.
Sebaliknya, Woodside lebih memilih membangun kilang LNG terapung, sebuah teknologi yang menghadapi banyak masalah.
Apapun manfaat dari setiap proposal, ketidaksepakatan tentang bagaimana melanjutkannya sudah cukup untuk memastikan proyek tidak pernah berjalan.
Belum lagi, pinjaman lunak dari China juga tampaknya diam-diam memudar setelah partai Gusmao digulingkan dari koalisi yang berkuasa pada bulan Juni.
Namun, itu bukanlah akhir dari penderitaan finansial Timor Leste.
Atas desakan Gusmao, negara tersebut menghabiskan $ 650 juta (Rp9,3 triliun) untuk membeli saham pengendali di proyek Sunrise.
Itu sekarang terlihat seperti aset yang terbengkalai, dibeli oleh negara yang tidak mampu menanggung kerugian seperti itu.
Kegagalan untuk mengembangkan Sunrise membuat Timor-Leste secara strategis rentan dan kemungkinan besar akan memaksa Australia dan sekutu regionalnya untuk turun tangan untuk mengisi sebagian dari lubang anggaran yang sangat besar.*
Sebagian artikel ini sudah tayang di intisari.grid.id dengan judul: Sudah Diperingatkan Sejak Awal Merdeka, Timor Leste Baru Rasakan Susahnya Atasi Krisis Negara