POS-KUPANG.COM - PRAKTIK Sunat tradisional disertai Sifon, pasien berhubung intim dua kali dengan perempuan yang sudah pernah melahirkan untuk 'membuang panas'. Tradisi dalam masyarakat Mollo Utara, Kabupaten Timor Tengah Selatan ( Kabupaten TTS) ini berisiko untuk penularan penyakit menular seksual.
Staf Bidang Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Menular (P2PM) pada Dinas Kesehatan Kabupaten TTS, Stef R Tupen mengatakan, praktik Sifon sangat beresiko untuk penularan penyakit menular seksual dan juga menjadi jembatan untuk penularan HIV.
Menurut Stef, praktik Sifon dilakukan pada saat luka bekas insisi masih berupa luka terbuka yang oleh pengetahuan awam masyarakat setempat, punya keyakinan bahwa luka tersebut akan cepat sembuh kalau dilakukan Sifon.
"Karena hasil jepitan dan juga alat yang dipakai itu tidak steril maka kecenderungan akan terjadi infeksi," kata Stef saat ditemui di Desa Fatukota, Kecamatan Mollo Utara, Senin (25/4/2021) lalu.
Baca juga: BREAKING NEWS: Satu Warga Keracunan Pangan di Nggalak Leleng, Manggarai Timur Meninggal Dunia
Baca juga: Pengakuan Michael Yukinobu Jadi Selingkuhan Gisella Anastasia Saat Jadi Istri Gading:Gila Banget Gue
Setelah disunat, lanjut Stef, akan muncul infeksi yang dalam bahasa daerah disebut Kaulili. Kaulili dalam bahasa dawan berarti tomat.
"Kaulili itu sebenarnya gambaran dari infeksi luka itu sendiri. Makanya diibaratkan seperti itu," ujarnya.
Dari aspek penularan penyakit terutama HIV sangat beresiko. Jika tanpa luka, resiko penularannya kecil tapi kalau ada luka akan sangat beresiko.
"Sebenarnya sunat ini dari aspek kebersihan memang bagus sekali. Tetapi yang kita harapkan adalah kalau bisa datang sunat secara medis. Yang kedua kalaupun misalnya melakukan sunat tradisional jangan ada embel-embel seperti harus Sifon, termasuk pengobatannya juga harus secara medis sehingga bisa meminimalisir resiko penularan penyakit seksual," tandasnya.
Ahli kesehatan masyarakat, Dr Pius Weraman mengatakan, budaya sunat tradisional dan Sifon sudah ditanamkan sejak leluhur ada di TTS.
Baca juga: Belu Tambah Dua Kasus Positif Covid-19
Baca juga: Caca Tengker: Kenangan Pahit
Menurut Pius, riset tentang Sifon sangat penting untuk mengembalikan martabat perempuan. "Riset tentang ini sangat bermanfaat, yang saya lihat ini mau mengembalikan martabat perempuan," katanya.
Dosen FKM Undana Kupang ini melihat ada empat ruang lingkup jika dilihat dari aspek kesehatan masyarakat.
"Bidang kesehatan yang pertama adalah promotif. Artinya kita memberikan edukasi supaya mereka mengendalikan diri untuk menjaga kesehatan dari aspek sterilisasi alat yang digunakan supaya mencegah infeksi yang akan terjadi," terangnya.
Kedua, kuratif. Pius mengatakan, masyarakat masih sangat lemah karena selalu menggunakan ramuan tradisional. "Mereka belum memahami benar menggunakan obat-obat yang diproduksi pabrik untuk bisa mengobati luka."
Dari aspek rehabilitatif, Pius mengatakan, lebih didominasi oleh praktek Sifon dimana yang sudah melakukan sunat tradisional, untuk memulihkan kembali, pasien harus mendapatkan perempuan yang bisa berhubungan untuk bisa -istilah mereka -mendinginkan, tetapi jika dilihat dari aspek higiene dan sanitasi kurang baik karena dengan obat tradisional yang ditempelkan bisa menyebabkan infeksi lanjutan dan kemudian memudahkan penularan penyakit yang lain.
"Kita lihat bahwa mereka ini kan menggunakan alat-alat yang tidak steril. Mestinya ada sterilitas alat untuk menjaga agar tidak terjadi infeksi lanjutan karena ketika terjadi infeksi lanjutan, dia bisa menimbulkan tetanus dan itu mempercepat kematian sehingga hal itu harus dihindari benar," imbuh Pius. (michaella uzurasi)