Begini Modus Licik Juliari Batubara Korupsi Dana Bansos Sampai Tak Tercium, Bikin Syok

Editor: maria anitoda
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Begini Modus Licik Juliari Batubara Korupsi Dana Bansos Sampai Tak Tercium, Bikin Syok

POS-KUPANG.COM - Begini Modus Licik Juliari Batubara Korupsi Dana Bansos Sampai Tak Tercium, Bikin Syok

Akhirnya terbongkar modus Mantan Menteri Sosial Juliari Batubara menerima suap dari para vendor Bansos Covid-19.

Target Juliari Batubara untuk memungut fee dari para vendor Bansos Covid-19 dilakukan secara terstruktur oleh sejumlah pihak sesuai arahan eks Mensos tersebut.

Baca juga: Nikita Mirzani Janji Tidak Bikin Onar & Petakilan Lagi,Makin Tua Ingin Lebih Kalem di Usia 35 Tahun

Baca juga: HP Xiaomi Mi 11, Ponsel Seri Flagship Dibekali Chipset Snapdragon 888 Terbaik Dari Qualcomm

Baca juga: ANIES Baswedan Dituding Tebar Pesona, Rajin Ngopi di Kedai Kopi, Disebut Tebar Pesona Jelang Pilpres

Baca juga: FKUB Imbau Warga Tetap Jaga Kamtibmas di Kabupaten TTU Pasca Pilkada, Info

Hal itu terungkap dalam sidang lanjutan kasus suap dari vendor bantuan sosial (Bansos) Covid-19 kembali digelar di Pengadilan Tipikor, Jakarta, Senin (15/3/2021).

Sidang menghadirkan saksi Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) di Kementerian Sosial (Kemensos) Adi Wahyono untuk terdakwa Harry Van Sidabukke.

Adi Wahyono sendiri dalam kasus ini juga berstatus tersangka.

Adi Wahyono dalam kesaksiannya mengungkap modus terjadinya suap dari para vendor.

Dalam BAP kesaksiannya, Adi Wahyono menyebutkan adanya arahan dari mantan Menteri Sosial Juliari Batubara soal uang yang harus diberikan perusahaan penggarap bantuan sosial (bansos) Covid-19.

Dalam BAP Adi Wahyono yang dibacakan tim penasihat hukun Harry disebutkan, pada Mei 2020,

Juliari memanggil Adi Wahyono dan Kukuh Ary Wibowo yang juga staf khusus Mensos Juliari.

Saat itu Juliari bertanya kepada keduanya soal realisasi permintaan fee sebesar Rp10 ribu perpaket bansos kepada vendor penggarap proyek bansos.

"Target Juliari Batubara saat itu, adalah, saya (Adi Wahyono) dan Joko bisa memungut fee sebesar kurang lebih Rp30 miliar pada tahap 1, 3, dan 6.

Saya sampaikan bahwa pemintaan itu sedang diproses oleh Matheus Joko Santoso," ujar tim penasihat hukum.

Masih dalam BAP Adi Wahyono, tim penasihat hukum menyebut beberapa hari setelah permintaan tersebut, Juliari kembali memanggil Adi Wahyono dan Matheus Joko Santoso.

Saat itu Juliari bertanya kepada Matheus Joko soal fee yang dikumpulkan Matheus Joko.

Baca juga: Nikita Mirzani Janji Tidak Bikin Onar & Petakilan Lagi,Makin Tua Ingin Lebih Kalem di Usia 35 Tahun

Baca juga: HP Xiaomi Mi 11, Ponsel Seri Flagship Dibekali Chipset Snapdragon 888 Terbaik Dari Qualcomm

Baca juga: FKUB Imbau Warga Tetap Jaga Kamtibmas di Kabupaten TTU Pasca Pilkada, Info

Saat pertemuan tersebut, masih dalam BAP Adi Wahyono disebutkan jika Matheus Joko saat itu menyampaikan daftar perusahaan yang sudah menyetor uang.

"Kemudian, saat itu Juliari Batubara sambil menanyakan kepada Joko dan saya,

kenapa ada perusahaan-perusahaan yang belum menyetorkan uang dengan cara bertanya 'kenapa perusahaan ini belum?'

sambil coret-coret perusahaan dan saat itu Joko menjawab 'ya yang ini belum'?" kata tim penasihat hukum Harry.

"Kemudian atas arahan menteri tersebut, bahwa perusahaan yang belum menyetorkan uang, maka tidak usah diberikan di pekerjaan berikutnya.

Apakah saksi tetap pada BAP ini?

Atau saksi ingin merubah keterangan pada BAP ini?," tanya tim penasihat hukum Harry kepada Adi Wahyono.

Adi mengaku tetap pada keterangannya tersebut.

"Saya tetap konsisten pada BAP. Jadi tidak ada hubungannya dengan mencoret. Karena apa?

Karena di halaman berikutnya sudah ada di BAP," kata Adi.

Mendengar jawaban Adi Wahyono bertele-tele, tim penasihat hukum kembali melontarkan pertanyaan.

"Pertanyaan saya apakah betul ada arahan dari Pak Menteri yang menyatakan bahwa perusahaan yang belum menyetorkan uang tidak usah diberikan pekerjaan berikutnya?

Benar atau tidak?," tanya tim penasihat hukum Harry lagi.

Baca juga: Nikita Mirzani Janji Tidak Bikin Onar & Petakilan Lagi,Makin Tua Ingin Lebih Kalem di Usia 35 Tahun

Baca juga: HP Xiaomi Mi 11, Ponsel Seri Flagship Dibekali Chipset Snapdragon 888 Terbaik Dari Qualcomm

Baca juga: FKUB Imbau Warga Tetap Jaga Kamtibmas di Kabupaten TTU Pasca Pilkada, Info

Baca juga: AL China Terbesar di Dunia, Tapi Bila Perang Sekarang Bakal Kalah Telak, Ini Keunggulan US Navy

Namun jawaban Adi Wahyono lagi-lagi tak membuat tim penasihat hukum Harry puas.

Tim penasihat hukum pun kembali bertanya hal serupa kepada Adi.

Pertanyaan soal adanya permintaan Juliari agar vendor yang tak memberi uang agar tidak mendapatkan pekerjaan di tahap berikutnya.

"Itu jawaban yang tidak menjawab pertanyaan saya.

Apakah betul ada arahan dari menteri, bahwa apabila perusahaan yang tidak memberikan uang tidak usah diberikan pekerjaan lagi?," tanya tim penasihat hukum lagi.

"Ya, ada arahan pak," jawab Adi Wahyono.

Dalam perkara ini, Harry dan Ardian didakwa menyuap eks Menteri Sosial Juliari Peter Batubara dan dua Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) Kemensos Adi Wahyono dan Matheus Joko Santoso.

Harry didakwa memberi suap sebesar Rp1,28 miliar.

Sedangkan Ardian didakwa memberi uang sejumlah Rp1,95 miliar.

Menurut jaksa, uang tersebut diberikan terkait penunjukkan kedua terdakwa sebagai penyedia bansos Covid-19 pada Kemensos tahun 2020.

BACA JUGA BERITA LAINNYA:

Menteri Sosial ( Mensos ) Juliari Batubara ditetapkan sebagai tersangka oleh Komisi Pemberantasan Korupsi ( KPK ).

Juliari Batubara tersandung kasus bantuan sosial ( bansos ) covid 19.

Dirinya disangkakan oleh KPK sebagai penerima suap.

Seperti yang ramai diberitakan, Mensos nonaktif Juliari Batubara kini ditetapkan sebagai tersangka kasus korupsi.

Juliari Batubara menjadi tersangka kasus korupsi pengadaan bansos penanganan Covid-19 di Kementerian Sosial tahun 2020.

Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menetapkan Juliari Batubara sebagai tersangka penerima suap pada Minggu (6/12/2020).

Penetapan tersangka ini merupakan tindak lanjut atas operasi tangkap tangan yang dilakukan KPK pada Jumat (5/12/2020) dini hari.

Juliari Batubara jadi tersangka setelah menyerahkan diri usai di ultimatum KPK.

Kini kasus korupsi yang menjeratnya tengah dalam proses pemeriksaan lebih lanjut.

Juliari Batubara sendiri kini sudah mendekam di tahanan dengan rompi oranye.

Kasus suap ini diawali adanya pengadaan bansos penanganan Covid-19 berupa paket sembako untuk warga miskin dengan nilai sekitar Rp 5,9 triliun dengan total 272 kontrak dan dilaksanakan dengan dua periode.

Perusahaan rekanan yang jadi vendor pengadaan bansos diduga menyuap pejabat Kementerian Sosial lewat skema fee Rp 10.000 dari setiap paket sembako yang nilainya Rp 300.000.

Ditangkapnya Juliari Batubara sendiri sangat mengejutkan publik, mengingat politisi Partai Banteng tersebut merupakan pejabat negara tertinggi di Kementerian Sosial yang dipilih Presiden Joko Widodo dari unsur partai pengusungnya.

Di Indonesia, selain faktor ketamakan, praktik korupsi seringkali dikaitkan dengan penghasilan.

Lalu berapakah gaji yang diterima Menteri Sosial Juliari Batubara setiap bulannya dari negara?

Merujuk pada Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 60 Tahun 2000 tentang Hak Keuangan/Administratif Menteri Negara dan Bekas Menteri Negara Serta Janda/Dudanya, gaji menteri ditetapkan sebesar Rp 5.040.000 per bulan.

PP itu hingga saat ini belum mengalami revisi.

Dengan kata lain, gaji pejabat setingkat menteri tersebut belum pernah mengalami kenaikan sejak era Presiden Abdurrahman Wahid atau Gusdur.

Tunjangan dan fasilitas lain

Namun yang perlu diketahui, besaran Rp 5.40.000 itu merupakan komponen gaji pokok per bulan.

Pejabat negara setingkat menteri masih mendapatkan tambahan penghasilan dari berbagai macam tunjangan.

Dalam Keputusan Presiden (Kepres) Nomor 68 Tahun 2001 tentang Tunjangan Jabatan Bagi Pejabat Negara Tertentu, pejabat setingkat menteri mendapatkan tunjangan jabatan sebesar Rp 13.608.000 per bulannya.

Sehingga, jika ditotal gaji dan tunjangan yang diterima oleh menteri adalah sebesar Rp 18,64 juta per bulan.

Pejabat menteri juga masih menerima berbagai fasilitas lain dari negara antara lain jaminan kesehatan, mobil dinas berpelat RI beserta pengawalan VIP, hingga rumah dinas.

Menteri negara juga mendapatkan fasilitas lain berupa dana operasional menteri yang melekat karena jabatannya. Besarannya jauh melebihi gaji dan tunjangan menteri.

Hal ini diatur Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 3 Tahun 2006 tentang Dana Operasional Menteri. Anggaran operasional pejabat ini bersifat juga sebagai dana taktis.

"Dana Operasional Menteri/Pejabat setingkat Menteri adalah dana yang digunakan untuk menunjang kegiatan-kegiatan yang berkaitan dengan representasi, pelayanan, keamanan, dan biaya kemudahan dan kegiatan lain guna melancarkan pelaksanaan tugas Menteri/Pejabat setingkat Menteri," bunyi Pasal 2 ayat (2) PMK tersebut.

Dana operasional menteri digunakan berdasarkan pertimbangan kebijakan/diskresi menteri/pejabat setingkat menteri dengan memperhatikan asas manfaat dan efisiensi, dan tidak untuk keperluan pribadi yang tidak berkaitan dengan kebutuhan dinas atau jabatan.

Dana operasional menteri ini disediakan melalui DIPA kementerian negara/lembaga tertentu.

Sehingga dana operasional ini bisa berbeda-beda tergantung pada kementerian/lembaga masing-masing.

Sebagai informasi, dana operasional ini tidak masuk sebagai penghasilan take home pay (THP) menteri.

Karena hanya dikeluarkan dari alokasi anggaran kementerian untuk menunjang aktivitas pejabat penggunanya.

Harta kekayaan

Berdasarkan Laporan Harta Kekayaan Penyelenggara Negara (LHKPN) yang dilaporkan 30 April 2020, Juliari Batubara memiliki harta kekayaan sebesar Rp 47,188 miliar.

Sebagian besar harta yang dimiliki Juliari berbentuk properti yang meliputi aset tanah dan bangunan yang taksiran nilainya mencapai mencapai Rp 48 miliar.

Ia melaporkan memiliki dua aset properti di lokasi strategis di ibu kota, pertama yakni tanah dan bangunan seluas 468/421 meter persegi di Jakarta Selatan dengan nilai Rp 9,3 miliar.

Berikutnya adalah tanah dan bangunan seluas 170/201 meter persegi yang juga berlokasi di Jakarta Selatan dengan taksiran harga Rp 3,46 miliar.

Aset-aset tanah dan bangunan milik Juliari lainnya tersebar di kawasan Bogor, Bandung, dan Simalungun Sumatera Utara. Status kepemilikan tanah tersebut berasal dari hasil sendiri dan hibah dalam bentuk warisan.

Dalam laporan LHKPN, Juliari melaporkan memiliki sebuah mobil Land Rover Jeep keluaran 2008 senilai Rp 618 juta.

Kendaraan tersebut merupakan satu-satunya mobil miliknya.

Masih dalam laporannya, ia juga memiliki harta bergerak lainnya senilai Rp 1,16 miliar, dan surat berharga Rp 4,65 miliar, lalu memiliki kas dan setara kas sebanyak Rp 10,21 miliar.

Jika ditotal, Juliari punya harta Rp 64,7 miliar.

Akan tetapi ia diketahui juga memiliki utang senilai Rp 17,5 miliar.

Sehingga jumlah total harta Juliari Batubara adalah Rp 47,18 miliar.

Bisa Kena Pasal Hukuman Mati, Mahfud MD Beber Sosok yang Jadi Penentu Nasib Mensos Juliari Batubara

Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan (Menko Polhukam) Mahfud MD mengungkap sejumlah hal seputar peluang Menteri Sosial Juliari P Batubara terancam hukuman mati.

Mahfud MD menilai, Menteri Sosial Juliari P Batubara bisa terancam hukuman mati setelah terjerat kasus dugaan suap terkait pengadaan bantuan sosial covid-19.

Mahfud mengatakan, Juliari bisa terancam hukuman mati kendati KPK hingga kini hanya menjeratnya dengan Pasal 12 huruf a atau Pasal 12 huruf b atau Pasal 11 Undang-undang (UU) Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 Ayat (1) ke-1 KUHP.

"Ada Pasal 2 Ayat (2) di UU Nomor 31 tahun '99, kalau korupsi dilakukan dalam keadaan tertentu bisa dijatuhi hukuman mati," ujar Mahfud dalam program Sapa Indonesia Malam di Kompas Tv, Minggu (6/12/2020).

"Nanti terserah KPK, nanti kan terus berproses pendakwaan itu, nanti kita lihat. Tetapi jelas ada perangkat hukum, kalau dilakukan dalam keadaan tertentu," sambung Mahfud.

Mahfud menjelaskan, ancaman hukuman mati sebagaimana diatur dalam Pasal 2 Ayat (2) UU Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi yang telah diubah menjadi UU Nomor 20 Tahun 2001.

Adapun Pasal 2 Ayat (2) dalam UU itu menyebutkan,

"Dalam hal tindak pidana korupsi sebagaimana dimaksud dalam Ayat (1) dilakukan dalam keadaan tertentu pidana mati dapat dijatuhkan".

Mahfud menjelaskan, hukuman mati bisa diterapkan apabila korupsinya dilakukan dalam keadaan tertentu.

Misalnya, negara dalam keadaan bahaya.

Kemudian terjadi bencana alam nasional, hingga negara dalam keadaan krisis ekonomi dan krisis moneter.

Sedangkan, dalam kasus yang menimpa Juliari, ia melakukan korupsi ketika status covid-19 sebagai bencana non-alam.

Akan tetapi, ancaman hukum mati itu bisa tetap dikenakan, hal itu tergantung ahli dalam menafsirkan antara bencana non-alam dan bencana alam nasional.

"Bisa (berkembang jadi hukuman mati), tinggal mencari ahli apakah bencana alam nasional ini lebih kecil dibandingkan dengan bencana covid-19 yang sudah ditetapkan juga oleh negara berdasarkan Perpres," kata dia.

"Kalau secara ilmiah itu bisa ditemukan, tentu tuntutan bisa dilakukan ke situ juga, dakwan dan tuntutannya," imbuh Mahfud.

Dalam kasus ini, Juliari diduga menerima uang suap terkait pengadaan bansos covid-19 sebesar Rp 17 miliar.

Uang tersebut diberikan oleh perusahaan rekanan yang menggarap proyek pengadaan dan penyaluran bansos covid-19.

Atas perbuatannya, Juliari disangka melanggar Pasal 12 huruf a atau Pasal 12 huruf b atau Pasal 11 Undang-Undang (UU) Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 Ayat (1) ke-1 KUHP.

Selain Juliari, KPK menetapkan empat tersangka lain dalam kasus ini yakni Matheus Joko Santoso, Adi Wahyono, Ardian I M dan Harry Sidabuke.

Matheus dan Adi merupakan Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) di Kementerian Sosial yang diduga turut menerima suap sedangkan Ardian dan Harry adalah pihak swasta yang menjadi tersangka pemberi suap.

(*)

Tautan: Surya.co.id

https://surabaya.tribunnews.com/2021/03/15/begini-modus-eks-mensos-juliari-minta-fee-bansos-covid-diungkap-pejabat-kemensos?page=all

Berita Terkini