Kerumunan, Corona dan Spontanitas Warga Tenggelamkan Napun Gete
Oleh : Dr. Jonas KGD Gobang,S.Fil.,M.A
Dosen Ilmu Komunikasi Universitas Nusa Nipa
POS-KUPANG.COM - Kerumunan, Corona dan spontanitas warga adalah tiga hal yang ramai diperbincangkan oleh berbagai pihak seusai kunjungan Presiden RI, Joko Widodo di Kabupaten Sikka, Flores, NTT, Selasa (23/02/2021).
Para nitizen berpolemik sengit di media sosial. Ada yang menilai bahwa presiden telah melanggar protokol kesehatan di tengah merebaknya pandemi covid-19. Bahkan ada yang ingin menjerat presiden dengan perangkap kerumunan sebagai masalah hukum.
Namun, tidak sedikit yang membela kejadian "kerumunan" di tengah mewabahnya covid-19 sebagai sebuah "spontanitas warga" yang menyambut sang presiden kecintaannya yaitu Joko Widodo.
• Untuk Buruh dan Karyawan Swasta Holding BUMN Farmasi Siapkan Dua Jenis Vaksin Covid-19
Para nitizen masih terus berdebat. Banyak kritik yang dilontarkan tetapi tidak sedikit juga yang membelanya. Program acara "Dua Sisi" pada Tv One, Kamis (25/02/2021) juga mengangkat topik kunjungan Presiden RI, Joko Widodo ke Kabupaten Sikka yang disambut kerumunan warga. Deputi bidang Protokol, Pers dan Media, Bey Mahmudin menyebut kerumunan terjadi secara spontan karena warga antusias menyambut kedatangan Jokowi.
Bahkan terlihat Jokowi menunjukkan gestur mengingatkan warga untuk memakai masker tatkala berdiri pada mobil dengan atap dapat dibuka itu. Warga yang sangat cinta dan merindukan sang presiden merangsek mendekat sambil mengangkat tangan memberi salam selamat datang.
Dalam kondisi pandemi covid-19, kerumunan menjadi sesuatu yang sangat sensitif, beresiko serius. Namun dalam situasi antusiaisme, warga nampaknya lupa akan bahaya covid, meski ada "gestur" dari rooftop mobil hitam sambil melambaikan tangan, tangan sang presiden menunjuk ke masker yang dikenakannya demi mengingatkan warga yang berkerumun itu untuk taat protokol kesehatan.
• Kasus Covid-19 di Manggarai Tembus 1.567 Orang, 12 Orang Meninggal Dunia
Warga nampaknya sedang terbius oleh pesona sang pemimpin bangsanya itu. Mereka bersorak gembira, menerima cindramata dari sang presiden yang akan dikenang sepanjang sejarah. Mereka sejenak lupa bahwa masih ada bahaya covid-19 di tengah sebuah kerumunan orang.
Barnett dan Vernon Cronen (dalam Santoso, 2009:27) menyebutkan bahwa cara berkomunikasi "ala Jokowi" tersebut di atas memainkan peran yang besar dalam proses konstruksi sosial.
Bahasa yang dipakai pak presiden secara nonverbal menjadi sangat powerfull untuk memaknai sebuah peristiwa perjumpaan antara sang pemimpin dengan rakyat yang merindukan kehadirannya agar taat protokol kesehatan.
Namun peristiwa yang sama itu pula, bisa menjadi sebuah "pelanggaran" manakala bahasa yang dipakai dalam konteks pandemi covid-19 dengan perspektif yang berbeda atau kontra persepsi hendak menyeret secara politis dan hukum.
Dikotomi pandangan tersebut di atas sangatlah tergantung pada pemaknaan yang menggunakan bahasa sebagai alat komunikasi. Bahasa yang dipakai oleh siapa saja, entah politisi, aparat, negarawan, ilmuwan, alim ulama, nitizen dan warga dalam kerumunan tetap memiliki peran yang kuat dalam proses konstruksi sosial.
Bahasa yang dipakai oleh subjek siapa pun dia tidak lah terlepas dari cara pemaknaan melalui interaksi simbolik dan koordinasi manajemen makna dari komunikasi baik verbal maupun nonverbal. Tinggal kita, para nitizen dan warga dapat memodifikasi makna dan menafsirkannya. Bahasa akhirnya mampu menenggelamkan tidak hanya sebuah isu tetapi juga sebuah mahakarya.
Napun Gete Tenggelam
Banjir polemik kerumunan dan spontanitas warga di tengah pandemi corona seperti menenggelamkan imajinasi warga untuk memaknai pidato sang presiden agar warga di Kabupaten Sikka dapat memanfaatkan air dari Bendungan Napun Gete untuk meningkatkan produktivitas pangan.
Air yang mengalir dari Napun Gete harus dapat dikelola untuk sebuah ketahanan pangan bagi warga di Kabupaten Sikka.
Bendungan Napun Gete yang diresmikan Presiden RI, Ir. Joko Widodo itu memiliki kapasitas tampung 11,22 juta m 3 dan luas genangan 99,78 Ha yang dapat dimanfaatkan untuk irigasi seluas 300 Ha. Selain itu Napun Gete pun mampu menyediakan air baku sebanyak 0,214 m 3 / dt dan mempunyai potensi daya listrik sebesar 0,1 MW.
Luar biasa Napun Gete itu! Tapi mengapa setelah peresmian yang sempat tertunda dua kali itu seolah hilang tenggelam diperbincangkan banyak orang termasuk para nitizen. Perbincangan bahkan perdebatan tentang Napun Gete perlu dikonstruksikan agar bendungan mahakarya itu benar-benar memberikan manfaat yang tinggi bagi segenap warga di wilayah Kabupaten Sikka.
Bupati Sikka, Fransiskus Roberto Diogo, S.Sos.,M.Si dalam sambutannya saat peresmian Bendungan Napun Gete optimis bahwa Napun Gete akan memberikan kemakmuran bagi warga di Kabupaten Sikka. Optimis bahwa dari hanya satu kali musim tanam menjadi 3 kali tanam.
Banyak potensi yang dimiliki kabupaten ini yang dapat didongkrak dengan kehadiran Napun Gete. Napun Gete tidak boleh ditenggelamkan oleh berbagai kontrakonstruksi untuk mengembangkan pertanian berkelanjutan dan sentra-sentra produksi warga yang menjadi kontribusi dari kehadiran Napun Gete.
Petani dan warga masyarakat di Kabupaten Sikka pasti menaruh harapan besar pada Napun Gete. Pemerintah dan segenap stakeholders harus proaktif untuk memaksimalkan kehadiran Napun Gete. Pidato dan sambutan yang bernas itu harus menjadi bahasa yang memainkan peran yang besar dalam proses konstruksi sosial (bdk Cronen dalam Santoso, 2009:27).
Konstruksi sosial itu tentunya akan menggerakkan semangat untuk terus bekerja, berkreativitas dan berinovasi dengan memanfaatkan keberadaan Napun Gete di Nian Tana (Kabupaten Sikka).
Napun Gete tidak boleh tenggelam oleh berbagai polemik. Airnya harus mengalir sampai jauh di ujung Nian Tana. Air dari Napun Gete akan memberikan daya hidup dan membangkitkan pesona Kabupaten Sikka yang hingga tulisan ini dibuat masih terkendala kesulitan air minum bersih, masalah stunting yang masih merebak, masih banyak warga atau petani miskin, selain kondisi pandemi covid-19 yang mengakibatkan semakin lemahnya daya beli warga yang pada gilirannya menambah penderitaan warga secara ekonomi.
Kondisi inilah yang perlu disadari oleh semua pihak agar Napun Gete dapat mengalirkan air yang menghidupkan kembali optimisme warga di Nian Tana. Optimisme untuk memecah kerumunan agar tidak menjadi bumerang bagi warga di tengah merebaknya corona.
Kerumunan vs Soliter
Salah satu cara untuk memecah kerumunan adalah tindakan soliter (menyepi sendiri). Menyepi sendiri yang dilakukan secara simultan dan massal oleh warga menunjukkan solidaritasnya dalam menghadapi bahaya virus corona yang sedang merebak di berbagai wilayah negara.
Solidaritas warga perlu sekali digalakan di seluruh negeri ini untuk mengatasi kepanikan warga ketika corona menunjukkan eskalasi yang terus meningkat dari waktu ke waktu.
Kealpaan warga dalam situasi pandemi corona menunjukkan bahwa warga membutuhkan edukasi yang baik dan kepastian serta ketegasan dari pemerintah yang sah dalam mengatasi problem yang menyentuh langsung kehidupan manusia ini. Tidak hanya itu warga merasa cemas akan kondisi ekonominya yang kian sulit belum lagi pasokan obat-obatan, bahan makanan dan kebutuhan lainnya akan tidak mencukupi jika wabah ini masih terus berlanjut. Kepanikan mulai merebak hingga ke pelosok negeri tatkala virus corona telah memakan korban yang dimakamkan dengan cara yang tidak lazim sesuai tradisi budaya dan agama.
Para nitizen di media sosial dan media arus utama terus memperbincangkan tentang corona. Pelanggaran atas protokol kesehatan menjadi perhatian para nitizen, tidak hanya para dokter, epidemilog dan pihak yang berwewenang di berbagai tingkatan pemerintahan di negara ini. Perbincangan terkait pelanggaran protokol kesehatan menunjukkan kesadaran kita akan pentingnya komunikasi kesehatan.
Dalam perspektif komunikasi kesehatan, kepanikan warga sedapat mungkin dapat diminimalisir melalui perbincangan dan pemberitaan yang bertanggungjawab. Berita yang bertanggungjawab adalah berita yang tidak memicu kepanikan apalagi berita itu adalah berita bohong yang sengaja dibuat agar warga menjadi panik.
Warga yang menghadapi serangan virus corona membutuhkan informasi yang pasti serta langkah-langkah praksis yang harus mereka lakukan demi menghadapi wabah corona.
Komunikasi kesehatan yang dijalankan oleh berbagai media harus dapat membangkitkan solidaritas warga untuk bersama menghadapi dan memerangi virus corona.
Warga perlu terus diedukasi untuk taat pada protokol kesehatan dan optimis terhadap imunitas tubuhnya agar tahan melawan serangan virus corona. Optimisme warga dapat meningkatkan imunitas tubuh tetapi itu saja tidak lah cukup. Optimisme warga perlu dilengkapi dengan doa serta perilaku hidup sehat, menjaga jarak, menghindari kerumunan ketika berinteraksi dengan orang lain.
Air yang mengalir dari Napun Gete juga mampu memberikan optimisme bagi warga dan para petani serta generasi muda. Air yang dibendung dan kemudian dikelola melalui sistem irigasi modern akan memberikan multiplayer effect bagi segenap warga. Napun Gete jangan sampai ditenggelamkan oleh kealpaan kita untuk berpikir dan bergotong-royong. (*)