2 Tersangka Kasus Dugaan Korupsi Awololong Lembata Belum Ditahan, Polda NTT Jadwalkan Pemeriksaan
POS-KUPANG.COM--Penyidik Direktorat Kriminal Khusus Polda NTT kembali memeriksa dua tersangka kasus dugaan korupsi proyek destinasi wisata di Pulau Siput Awololong, Kabupaten Lembata senilai Rp. 6.892.900.000.
Dua tersangka itu yakni, Silvester Samin selaku pejabat pembuat komitmen (PPK) dan Abraham Yehezkibel Tsazaro selaku kontraktor pelaksana. Meski demikian, kedua tersangka ini hingga kini belum ditahan.
Kabid Humas Polda NTT Kombes Pol Rishian Krisna Budhiaswanto mengatakan, kedua tersangka dijadwalkan untuk diperiksa pada Kamis (21/1/2021). Namun, hanya tersangka Silvester yang memenuhi panggilan. Sementara tersangka Abraham hanya diwakili kuasa hukum.
"Abraham sekarang berada di Surabaya, dia hanya diwakili pengacaranya dengan membawa surat keterangan sakit," ujarnya kepada wartawan, Jumat (22/1/2021).
Untuk memastikan surat keterangan sakit, kata dia, penyidik Polda NTT dalam waktu dekat akan berangkat ke Surabaya.
Ia menambahkan, tersangka Silvester kembali diperiksa hari ini oleh penyidik Ditreskrimsus Polda NTT.
"Apakah Silvester ditahan atau tidak, kita tunggu dulu, saat ini proses pemeriksaan sedang berjalan, kita tunggu hasil pengembangan perkara oleh penyidik. Perkembangannya nanti saya sampaikan lagi," katanya.
Disoroti Aktivis HAM
Kasus yang merugikan keuangan negara Rp 1.446.891.718, 27 ini juga disoroti pengacara dan aktivis HAM, Hariz Azhar.
Menurut Hariz, biasanya tersangka kasus korupsi itu harus ditahan. Sebab, ancaman hukuman penjara lebih dari dua tahun.
"Normalnya ditahan. Saya menduga ada yang aneh di pihak kepolisian," katanya melalui rilis yang diterima media ini.
"Memang kepala-kepala daerah yang diduga terlibat praktik korupsi mendapatkan 'kenikmatan' . Di beberapa tempat di Indonesia, kejadiannya seperti itu," tambahnya.
Ia menyebutkan, kasus Awololong berpotensi menjadi kasus 'peti es'. Jika polisi tidak bekerja, akan mengarah kesana.
"Ketidakterbukaan Polda NTT kepada publik, semakin mengindikasikan bahwa jangan-jangan ada udang di balik bakwan," kata Koordinator Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan pada 2010-2016 itu.