Tercatat dalam tahun ini, Pater Peter Aman menulis setidaknya lima tulisan untuk Majalah HIDUP dan website Hidupkatolik.com. Pertama, Seruan Paus terkait kebakaran hutan di Amazon. Kedua, pandangannya tentang “Kandang Natal” sebuah refleksi dari Surat Apostolik Mirabile Signum yang dikeluarkan Paus Fransiskus. Ketiga, pandangannya tentang Industri Pertambangan di Manggarai Flores, Nusa Tenggara Timur. Keempat, tema korupsi khususnya menjelang Pilkada Serentak 2020. Kelima, bencana alam dan kelalaian manusia, sebuah refleksi teologis tentang keadilan dan keutuhan ciptaan dengan koherensinya bagi Indonesia (Hidupkatolik.com 15/12/2020).
Tahun 2017, Pater Peter Aman OFM menjadi pengamat selama 3 hari studi para Uskup membedah tema: “Gereja yang Signifikan dan Relevan: Panggilan Gereja Menyucikan Dunia.” Setelah mendengarkan pemaparan para narasumber dan melalui diskusi panjang di antara para Gembala serta debat-debat alot di antara mereka, akhirnya membuahkan hasil berupa sebuah rangkuman dari pengamat proses Hari Studi Para Uskup 2017 yang terbit sebagai Nota Pastoral KWI 2018 “Panggilan Gereja Dalam Hidup Berbangsa. Menjadi Gereja yang Relevan dan Signifikan.”
Menurutnya, di tengah karut-marut kondisi bangsa dan negara saat ini, Gereja Katolik tidak kehilangan asa dan gagasan untuk merajut kesatuan dan mengupayakan keadilan serta merawat keutuhan keluarga bangsa Indonesia. Gereja mesti tetap menjadi “Lumen Gentium” dan mesti menegaskan peranannya di tengah dunia modern dengan mengintegrasikan “kegembiraan dan harapan, duka dan kecemasan masyarakat Indonesia zaman ini.” Kondisi Indonesia saat ini berpotensi menghancurkan bangunan kebangsaan. Maka Gereja ditantang untuk menjadi kekuatan masyarakat warga dalam memperjuangkan kebersamaan dan merawat Pancasila, demi mewujudkan keluarga bangsa Indonesia atas dasar Pancasila.
Pertanyaan, bagaimana Gereja merumuskan perannya di tengah masyarakat Indonesia saat ini? Pater Peter Aman menggagas beberapa langkah.
Pertama, Gereja perlu berjerih payah dan bekerja keras dengan semua yang berkehendak baik, serta mengoptimalkan potensinya sendiri untuk berkiprah dan terlibat di banyak bidang dan lembaga-lembaga publik. Gereja dalam sejarah dikenal karena memberi kontribusi besar bagi bangsa dan negara Indonesia di bidang pendidikan, kesehatan dan sosial-karitatif.
Kedua, mengupayakan pemurnian dan optimalisasi tugas Gereja menyucikan dunia melalui perjuangan perwujudan nilai-nilai Pancasila, dengan demikian Gereja akan tetap relevan dan signifikan bagi dunia, khususnya Indonesia. Menyucikan dunia berarti menjadikannya selaras kehendak Bapa. Maka di sini seruan Evangelii Gaudium dari Paus Fransiskus mendekati kenyataan, menjadi “Gereja yang memar, terluka dan kotor karena telah keluar di jalan-jalan, bukan Gereja yang menutup diri dalam kenyamanannya sendiri” (EG 49). Lorong kemartiran mungkin mesti dilalui Gereja sebagai konsekuensinya.
Ketiga, para Gembala perlu semakin menyadari bahwa padang rumput Indonesia semakin gersang. Maka, para Gembala ditantang untuk tetap setia, menyerupai Sang Gembala Agung. Para gembala berbau domba adalah tuntutan nyata, merajut kesatuan dan hadir dalam kehidupan umat, bahkan memberi terang pengarah atau menjadi suara hati dunia, seperti kata Paus Paulus VI. Gereja diminta bersuara untuk keadilan dan perampasan hak-hak masyarakat, merevitalisasi organisasi-organisasi Katolik agar lebih terlibat dalam persoalan bangsa, serta meretas jalan bagi evangelisasi yang memperhitungkan soal-soal sosial, budaya serta keadilan sosial-ekologis.
Keempat, Gereja ditantang untuk keluar menebarkan kasih sayang tulus bagi masyarakat Indonesia, di tengah realitas masyarakat yang semakin eksklusif berdasar agama atau kepercayaan. Berdialog dengan tulus, berbagi kebaikan tanpa ingin menguasai adalah pintu lebar bagi dialog iman dan perwujudan kebersamaan persaudaraan. Untuk itu Gereja Katolik ditantang mengintegrasikan spirit dialog dalam kebijakan pastoral dan formasi tenaga pastoral ke depan. Nilai-nilai Pancasila, yang memang sejalan dengan nilai-nilai Kristiani, dapat diangkat dalam pastoral dan refleksi teologis Gereja (Teologi Pancasila).
Kelima, memajukan peran Gereja (kerja sama awam-hierarki) dalam pendidikan nilai-nilai Pancasila serta mendorong awam untuk terjun ke bidang politik, ekonomi dan pemerintahan. Mengasah kepekaan dan mendorong aksi: mewujudkan tugas dan tanggung jawab sosial awam Katolik agar menjadi pelaku keadilan dan pemulih keutuhan ciptaan.
Menggalakkan usaha pembangunan ekonomi dengan memperhatikan hak-hak masyarakat (adat), keadilan dan perlindungan lingkungan hidup. Jurang kaya miskin mesti menjadi komitmen awam Katolik untuk mencegah semakin lebarnya kesenjangan itu dan pencabutan hak-hak masyarakat serta kecemburuan sosial.
Kerasulan kepada awam-awam kaya perlu dilakukan. Kedamaian hanya dapat terwujud jika ada keadilan. Mewujudkan keadilan adalah saripati dari tugas mewartakan Injil. Pendampingan dan panduan pemimpin Gereja untuk awam agar berani terlibat di pelbagai lini kehidupan terasa makin perlu.
Keenam, para gembala Gereja diharapkan menjadi promotor utama untuk mendekatkan Gereja dengan masyarakat, agar Gereja tidak terkesan eksklusif, tetapi hadir dalam gerakan afirmatif melalui aksi sosial, pemberdayaan masyarakat serta membangun kebersamaan hidup demi mengikis kecemburuan, antipati dan penolakan. Kerja sama dengan pemerintah, pemimpin-pemimpin masyarakat/adat dan agama menjadi pilihan penting untuk pemimpin Gereja. Memajukan peran masyarakat awam, terutama tokoh-tokoh adat, yang sebenarnya masih signifikan, kendati sering diperalat korporasi (bdk dokpenkwi.org).
Kita bersyukur atas pikiran bernas yang ditinggalkan almarhum bagi Gereja khususnya dan Indonesia umumnya. Gagasan brilian yang merupakan perpaduan “sempurna” antara kecerdasan intelektual dan kepekaan membaca konteks pastoral. Gagasan intelektual terasa adem penyentuh tanah yang konkret.
Perpaduan antara kecerdasan intelektual dan kepekaan atas realitas yang merupakan narasi dari keterlibatan menjadi “gembala berbau domba” mengulminasi dalam kebijaksanaan: komit merawat bumi dan setia mengkritik demi sebuah pembaruan dan perubahan wajah bumi.
Selamat jalan Pater Dr. Peter C. Aman OFM. Requiecat in pace et vivat ad vitam aeternam! *