Opini Pos Kupang

Kontroversi Pembangunan Jembatan Pancasila Palmerah, PHP atau Urgensi ? (2)

Editor: Kanis Jehola
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

JEMBATAN PALMERAH - Jembatan Pancasila Palmerah di Kabupaten Flores Timur.

Karena jika revenew yang didapat hanya dari traffick kendaraan yang melintasi jembatan dengan pungutan biaya , maka membutuhkan waktu -/+ 50 tahun baru mendapatkan break efent point ( BEP).

Tentunya ini waktu yang panjang bagi sebuah investasi besar, dan belum tentu ada investor yang tertarik dengan waktu BEP yang demikian lama, apalagi tidak mudah membuat publik menerima beban biaya semacam toll saat melewati jembatan tersebut.

Maka perlu dicarikan sumber pendapatan lain yang menarik investor agar mau membiayai jembatan ini, dengan memberi kemudahan maupun keuntungan yang menggiurkan.

Ada banyak potensi yang teridentifikasi dan cukup menjanjikan untuk dijual kepada investor antara lain : perikanan dan kelautan ( hasil laut sangat melimpah ), pertanian dan perkebunan,Pariwisata ( Samana santa, Meko, Ile boleng ) , perindustrian ( galangan kapal, air mineral ) dan energi ( arus laut yang kencang berpeluang diolah menjadi energi listrik ).

Semua potensi ini memberi nilai tambah bagi siapapun yang akan mengeluarkan uangnya untuk mengeksploitasi potensi menjadi keuntungan, namun potensi arus laut yang deras dan konstan sepanjang waktu dengan kecepatan arus rata rata antara 3,4 mtr - 4.3 mtr /detik, adalah potensi paling menarik yang menggiurkan.

Menarik karena arus laut yang kencang ini bisa dirubah menjadi energi. Menggiurkan karena energi yang dihasilkan adalah energi baru terbarukan ( renewable energi ) dengan potensi produksi besar, dimana energi ini sangat "sexy" untuk digunakan sebagai pembangkit listrik tenaga arus laut sebagai pengganti energi fosil ( minyak bumi, batu bara, dll ) yang jumlahnya makin menipis dari waktu ke waktu.

Mantan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral Sudirman Said mengatakan di Jakarta pada tahun 2017 bahwa energi fosil dunia hanya bertahan hingga 18 tahun ke depan.

Oleh karena itu energi baru terbarukan perlu dikembangkan sedini mungkin. Apalagi penggunaan energi baru terbarukan di Indonesia menurut Direktur Aneka Energi Baru Terbarukan, Kementrian ESDM , Harris, baru mencapai 19,5 % dari target 23% saat virtual coference GNSSA 2.0 di Jakarta ( Rabu /,16/9/2020).

Sementara menurut Peppres No. 22/2017 tentang Rencana Umum Energi Nasional ( RUEN ) , penggunaan energi baru terbarukan harus mencapai 23% pada tahun 2025 dan 31% pada tahun 2050.

Tentunya potensi arus laut yang ada di selat sempit Larantuka -Adonara ini memang perlu dikembangkan agar bisa memberi nilai tambah bagi masyarakat dan Pemerintah.

Persoalannya adalah, adakah investor yang mau mengembangkan potensi ini dengan biaya besar ?

Pemda NTT pada waktu itu berusaha mencari investor agar mau mengeksploitasi potensi yang ada di Flores Timur dan sekitarnya. Pilihan pertama jatuh di JICA ( Japan Internasional Corporate Agency ) sebuah badan kerja sama internasional yang berkedudukan di Tokyo- Jepang , karena keberadaan TPI Amagarapaty - Larantuka dibiayai oleh lembaga tersebut.

Namun JICA tidak begitu berminat untuk membiayai pembangunan jembatan tersebut walau mereka tahu ada banyak potensi di perairan ini.

Namun demikian, informasi tentang rencana pembangunan jembatan ini ramai diberitakan media ,sehingga dibaca oleh beberapa orang Indonesia yang ada di Belanda, salah satunya adalah Pak Latief Gau, putera Makasar yang sudah lebih dari 25 tahun menetap di Einhooven - Belanda.

Pak Latief dan mitranya di Belanda sedang mencari sumber energi baru terbarukan di seluruh dunia , baik itu dari rumput laut maupun dari arus laut.

Info inilah yang membawa Pak Latief cs bersama perusahaan jasa konstruksi multi nasional yang ada di Belanda , STRUCTON bekerja sama dengan Tidal BV( mitra STRUCTON ), tiba di Kupang untuk mendapatkan informasi lebih detail.

Sebelumnya BPPT pada tahun 2008 pernah memasang Turbin di dasar laut selat sempit ini, dan mencoba menggunakan kekuatan arusnya dirubah menjadi energi listrik.

Hasilnya cukup signifikan dimana listrik menyala dengan kekuatan 1 MW dan warga di sekitar Wureh-Adonara sempat menikmati listrik dari arus laut

ini. Namun sayang Turbin yang dipasang didasar laut dengan kedalaman 25-28 meter itu hanyut, rusak dan hilang akibat derasnya arus di selat ini.( Dr. Erwandi , tenaga pengajar ITS- BPPT ).

Info tentang "kesuksesan" BPPT merubah arus laut menjadi tenaga listrik menjadikan STRUCTON dan Tidal BV serius ingin mengeksploitasi potensi ini menjadi sumber energi baru terbarukan yang memang sedang dibutuhkan oleh seluruh umat manusia manakala energi fosil terus menyusut.

Apalagi jika berbicara teknologi keairan, maka Belanda adalah kiblatnya , karena sebagian besar wilayah Belanda dikelilingi air.

Dan mereka sangat yakin akan kemampuan teknologinya.

Setelah mengkaji hasil pra FS dan FS yang dibuat Pemda NTT dan Kementrian PUPR , Tidal BV melakukan FS yang lebih detail dan mendalam, akhirnya Tidal BV bersedia dan berminat menjadi investor untuk mengekploitasi potensi arus laut ini.

Halaman
1234

Berita Terkini