Timor Leste Tetap Diam Walau Australia Mengeruk Ladang Minyaknya, Benarkah Negara Itu Dapat Kutukan?

Editor: Frans Krowin
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Bendera Timor Leste dan Australia

Timor Leste Tetap Diam Walau Australia Mengeruk Ladang Minyaknya, Benarkah Negara Itu Dapat Kutukan?

POS-KUPANG.COM - Hampir 20 tahun merdeka, Timor Leste seharusnya merayakan keberanian, tekad dan kehebatan mereka untuk bisa merdeka dari Indonesia.

Timor Leste saat ini merupakan negara bebas dan berdaulat.

Mereka telah mencapai kemajuan hebat mempertahankan kedamaian dan stabilitas negara itu.

Institusi demokrasi berhasil dibangun, jasa publik diperluas untuk mencapai wilayah perkotaan maupun wilayah yang masih terisolasi.

Peningkatan infrastruktur dasar seperti listrik, jalan raya dan fasilitas lain juga terus dilakukan oleh Timor Leste.

Namun negara itu masih menghadapi sejumlah tantangan.

Membangun pondasi perkembangan ekonomi berkelanjutan adalah salah satunya.

18 tahun merdeka, lebih dari 15 tahun ekonomi Timor Leste ditopang oleh ketergantungan hebat mereka dengan industri minyak bumi.

Hal itu tetap mereka lakukan meskipun bisnis itu terus-menerus alami penurunan tren.

2017 lalu industri minyak bumi masih bernilai lebih dari 40% keseluruhan PDB.

Bahkan, lebih dari 90% ekspor total Timor Leste didapatkan dari minyak bumi.

Di luar industri minyak bumi, sektor publik lebih dominan, dengan konsumsi pemerintah dan investasi ibukota senilai seperempat dari PDB non-minyak.

Secara keterbalikan, pembagian sektor produktif seperti pertanian dalam PDB keseluruhan menurun dari 24% tahun 2000, sampai hanya 9,2% tahun 2016 kemarin.

Industri wisata diharapkan memerankan peran penting dalam penarikan pencari kerja dan pemasukan generasi mendatang.

Namun industri wisata Timor Leste masih 'balita', dan baru berada di tahap awal perkembangan mereka.

Industri itu baru menyerap 1.1% penjualan barang-barang dan ekspor jasa.

Struktur ekonomi akan jelas terlihat dengan masuknya industri manufaktur.

Meningkatnya konsumsi lokal telah bertemu dengan impor barang dan jasa, yang menyulitkan industri lokal sulit tumbuh.

Kekuatan militer Timor Leste (The Guardian)

Bencana Bonus Demografi

Bicara tentang demografi negara Timor Leste, rupanya kondisi yang mirip terjadi di Indonesia juga terjadi di sana.

Profil demografi Timor Leste telah menjadi tekanan ekonomi negara itu.

70% populasi Timor Leste berumur di bawah 30 tahun.

Hal ini menyebabkan ekonomi tidak bisa tumbuh.

Secara struktur, ekonomi mereka tidak bisa memenuhi membludaknya permintaan lapangan pekerjaan dan proporsi anak muda yang begitu tinggi.

Penarikan para buruh masih didominasi di bisnis pertanian, yang merupakan sumber kehidupan untuk hampir 70% populasi di luar Dili.

Pemerintah tidak bisa bergantung pada ekonomi lokal untuk membiayai aktivitas mereka, sebuah tantangan yang sudah dicoba diubah oleh politikus negara itu.

Industri minyak bumi tetap menyediakan sekitar 85% pendapatan dan pengeluaran tahunan, sedangkan pendapatan dalam negeri menyumbang kurang dari 20% belanja negara.

Panduan untuk Reformasi dan Pertumbuhan Ekonomi 2015 dibuat untuk menguraikan cara-cara untuk mendiversifikasi ekonomi melalui pertanian, pariwisata dan manufaktur.

Sektor swasta juga diharapkan menjadi mesin untuk pertumbuhan jangka panjang dan penciptaan lapangan kerja.

Pendekatan pemerintah berfokus pada sektor infrastruktur, yang memperoleh 30-40% belanja tahunan negara.

Infrastruktur di Timor Leste tidak dapat dikesampingkan.

Dulunya, 80% dari infrastruktur dasar dihancurkan oleh milisi pro-Jakarta, serta mendapat dukungan militer Indonesia setelah referendum kemerdekaan tahun 1999.

Selanjutnya Timor Leste mendapatkan donor internasional pada tahun-tahun berikutnya, tapi semua hampir habis untuk menutupi biaya administrasi lembaga bantuan internasional.

Sementara itu, kebutuhan masyarakat terhadap infrastruktur dasar terus meningkat.

Pemerintah pun mulai berinvestasi dalam infrastruktur negara, yang memberikan dampak positif seperti pertumbuhan jangka pendek.

Sekitar 80% total populasi, contohnya, telah memiliki akses atas listrik.

Perkembangan yang perlu dicatat lainnya adalah pembangunan jalan-jalan di negara itu, yang membantu para produsen untuk memasarkan hasil mereka dan mengurangi biaya transportasi.

Pembangunan itu juga meningkatkan penyerapan tenaga kerja secara sementara di sektor pembangunan.

Namun itu semua hanya jangka pendek dan sementara saja, sementara tantangan ekonomi yang menghadang jauh lebih besar.

Sektor minyak bumi memang menyediakan pendapatan negara, tapi kelemahannya adalah industri ini tidak menyediakan dampak sekunder untuk ekonomi lokal.

Industri ini juga tidak menumbuhkan sektor swasta lokal.

Kebanyakan kegiatan sektor swasta sifatnya kecil dan belum matang, bergantung pada subsidi pemerintah dan terkonsentrasi di Dilil.

Di luar ibu kota yang gemerlap, pertanian menjadi kegiatan ekonomi yang dominan.

Satu-satunya cara agar minyak bumi berdampak pada ekonomi domestik adalah melalui belanja negara, yang memberikan tekanan pada pemerintah dalam hal kebijakan fiskal.

Meskipun pengeluaran pemerintah dapat merangsang konsumsi domestik, permintaan konsumen hampir seluruhnya dipenuhi oleh barang dan jasa impor.

Selain itu, warisan kolonialisme, pendudukan, dan konflik selama berabad-abad terus mempengaruhi dinamika kekuasaan formal dan informal, administrasi publik, pengaturan kelembagaan, dan modal manusia.

Ingin mendapatkan informasi lebih lengkap tentang panduan gaya hidup sehat dan kualitas hidup yang lebih baik?

Pedagang aksesoris di Market Tais, di Timor Leste, Dili. (via Intisari.grid.id)

Pejabat di Timor Leste Maunya Enak Saja

Timor Leste lepas dari Indonesia sejak tahun 1999, tapi baru mendapatkan kemerdekaan dan diakui dunia pada 20 Mei 2002. Itu artinya negara itu telah merdeka 21 tahun lamanya hingga tahun 2020 ini.

Namun negara tersebut menyimpan banyak masalah yang tak kunjung terselesaian, yaitu menuntaskan kemiskinan, dan menyediakan lapangan pekerjaan.

Negara dengan penduduk 1.318.445 jiwa itu 96 persen di anataranya beragama katolik. Sisanya terdiri dari penganut muslim dan protestan.

Menukil UCA News, saat ditanya apakah masih ada agama asli yang dianut oleh penduduk sekitar.

Pendeta itu menjawab, "Di sini semua orang terlahir sebagai katolik, bahkan sebelum mereka dibaptis sebagai katolik mereka telah dibabtis." 

"Jadi semua orang Timor otomatis beragama katolik," katanya.

Dili terkenal dengan patng Santo Yohanes Paulus II, yang dipandang berperan penting dalam membantu membebaskan dari cengkeraman Indonesia.

"Ketika Paus Yohanes Paulus II datang tahun 1989, kami percaya bahwa kan segera bebbas dari pendudukan Indonesia," kata seorang pemimpin komunitas dan dosen berusia 58 tahun.

 Seorang pendeta berusia 62 tahun di bagian yang lebih pedesaan memiliki pandangan yang sama tentang pemerintahan Indonesia tetapi juga mencemooh mantan penguasa kolonial negara itu, Portugal.

"Kami hampir 100 persen beragama Katolik, tetapi perilakunya jauh dari ajaran dan tradisi Katolik," katanya.

"Penipuan dan pencurian yang berlangsung adalah warisan dari Indonesia," imbuhnya.

"Minum alkohol dan judi semakin parah sementara prostitusi ada di mana-mana di bawah permukaan, terutama di Dili . Ini adalah warisan dari zaman Portugis," tambahnya.

Meski demikian, tidak ada masalah nyata dalam kehidupan ekonomi, terutama yang berkaitan dengan kebutuhan dasar, bagi masyarakat di pedalaman negeri.

"Orang-orang di desa mendapatkan uang dengan mudah. ​​Ada banyak dolar Amerika di desa-desa," kata pemimpin komunitas lainnya di Dili.

"Orang lain menipu sistem dengan mengklaim tunjangan yang bukan hak mereka akibat kegagalan pemerintah untuk memeriksa orang. Lainnya menghasilkan uang dengan menolak pensiun," katanya, menunjuk ke beberapa guru yang masih mengajar dengan baik di usia tujuh puluhan.

Penolakan pensiun oleh banyak lansia menimbulkan masalah, katanya.

"Artinya generasi muda tidak mendapat kesempatan, sehingga pengangguran tinggi," katanya.

"Ini dan korupsi yang merajalela di kalangan pejabat merugikan masyarakat. Kami dulu menyalahkan Indonesia atas korupsi, sekarang kami membuatnya sendiri," ujarnya.

Seorang pedagang dari Indonesia yang memiliki toko di Dili juga meratapi tingkat pengangguran di kalangan kaum muda.

"Orang punya uang dan daya beli cukup, tapi anak muda tidak suka pekerjaan pertanian, sementara pekerjaan lain sulit didapat terutama pekerjaan pemerintah. Banyak anak muda menganggur dan berkeliaran di kota," katanya.

"Proyek yang melibatkan investasi luar negeri, terutama dari China, mempekerjakan orangnya sendiri yang didatangkan dari luar negeri karena orang lokalnya dinilai kurang baik," ujarnya.

"Hal ini menyebabkan masuknya orang asing, banyak dari mereka adalah orang Tionghoa dan tidak bergaul dengan penduduk setempat. Hal ini menimbulkan masalah baru yaitu banyak tanah yang dibeli oleh orang Cina dan perdagangan di desa-desa mulai dikuasai oleh mereka," jelasnya.

Masalah juga ada di bidang pendidikan, menurut seorang pendidik berusia 55 tahun di Dili.

"Pendidikan tidak semaju yang kami harapkan. Salah satu masalahnya adalah bahasa yang digunakan siswa kami yang pergi ke Indonesia atau negara berbahasa Inggris. Kebanyakan siswa yang belajar di sini kualitasnya biasa-biasa saja," katanya.

Menurutnya, tiga bahasa diajarkan di sekolah-sekolah Timor Leste, Tetum (bahasa daerah), Portugis dan Inggris.

Hal ini menyebabkan kebingungan dan membatasi perolehan pengetahuan di antara para guru, yang berdampak langsung pada siswa dan kemudian tenaga kerja.

Situasi politik yang tidak stabil di negara ini juga telah menimbulkan masalah, dengan seringnya pergantian menteri yang mengakibatkan banyak pergantian dan perubahan kebijakan.

"Sayangnya, pendidikan moral kurang mendapat perhatian sehingga disiplin dan harga diri peserta didik rendah. Kami semua adalah Katolik, tetapi tampaknya jelas, perilaku kami tidak Katolik," katanya.

Mengenai kehidupan komunitas sebagai Katolik, seorang aktivis awam dari Legiun Maria dan Karismatik Katolik sependapat dengan pendidik.

"Kami adalah gereja Katolik di Timor Leste atas nama saja. Keluhan dari para pastor dari semua keuskupan di negara itu adalah bahwa umat Katolik lebih banyak hidup pada formalitas Katolik tetapi tidak pada perilaku Katolik," katanya."

Pemerintah ini memiliki banyak pejabat yang korup, baik di legislatif, eksekutif atau yudikatif. Bahkan di kepolisian dan TNI, korupsi merajalela," ujarnya.

"Benar bahwa kami secara statistik Katolik - hampir 100 persen - tetapi perilaku orang tidak mencapai 50 persen," tambahnya.

Timor Leste negara muda itu, perlu belajar mengatur dirinya sendiri secara politik, sosial, moral dan spiritual. Sayangnya negara ini mengalami banyak hal yang tidak kondusif bagi ajaran cinta.

(*)

Artikel ini telah tayang di intisari.grid.id: https://intisari.grid.id/read/032422744/mengapa-timor-leste-diam-saja-saat-australia-mengeruk-ladang-minyaknya-rupanya-negara-itu-juga-alami-kutukan-ledakan-penduduk-usia-dini-buat-tak-ada-orang-yang-?page=all

https://intisari.grid.id/read/032420679/pantas-saja-meski-disokong-kekayaan-alam-melimpah-timor-leste-tetap-susah-kaya-kemiskinan-merajalela-rakyat-dan-pemerintahnya-saja-begini-kelakuannya-cuma-mau-e?page=all

Berita Terkini