Selain itu, pemerintah Timor Leste dinilai jor-joran dalam membelanjakan uang tersebut, daripada dana yang dihasilkan dari royalti tersebut.
"Lebih dari 75 persen sumber daya di ladang Bayu-Undan dan Kitan telah habis," kata dokumen kementerian itu.
"Sejak 2012, pendapatan minyak dan gas menurun, tahun 2014 pendapatan minyak dan gas memberikan 40 persen lebih rendah kepada Timor Leste dibandingkan 2013," katanya.
"Pada tahun 2014, dana minyak bumi itu menyumbang 93 persen dari total pendapatan negara, tetapi pemerintah membelanjakan dua kali pendapatan sebenarnya dari dana tersebut setiap tahun sejak 2008," jelasnya.
Hal itu membuat Timor Leste menuai banyak kritikan termasuk dari LSM Timor Leste, La'o Hamutuk.
Ia mengatakan, "total cadangan minyak dan gas hanya cukup untuk mendukung setengah dari tingkat belanja negara saat ini."
"Ini bisa mengosongkan Dana Perminyakan pada awal 2022," imbuhnya.
Duta Besar Timor Leste untuk Selandia Baru, Cristiano da Costa setuju dan mengatakan ini adalah masalah serius.
Terlepas dari masalah itu, anggaran negara Timor Leste hanya memiliki potongan kecil 1,5 persen.
Menurut Al Jazeera, cadangan minyak Timor Leste diperkirakan akan kering tahun 2022 dan jika tidak ada penggantinya tahun 2027 negara itu bisa bangkrut.
"Ini adalah situasi yang menantang," kata da Costa.
"Kami harus mendorong elit penguasa Timor Leste untuk berpikir menangani situasi ini dengan cepat, jika tidak ini akan berkelanjutan," imbuhnya.
"Kami harus melakukannya sekarang, jika tidak kami mungkin akan kehabisan uang dalam beberapa tahun mendatang," paparnya.
Faktor terumitnya adalah ladang minyak ketiga Greater Sunrise, sebenarnya bisa membantu Timor Leste.
Tetapi daerah itu dalam sengekta komersial dan yuridiksi dengan Australia.