POS-KUPANG.COM - ANGKA perceraian selama pandemi Covid-19 meningkat drastis. Bahkan, hakim di Pengadilan Agama sempat kewalahan menangani persidangan cerai.
Salah satu yang tinggi kasus perceraian di Jakarta Timur. Humas Pengadilan Agama Jakarta Timur, Istiana mengatakan ada 900 laporan perceraian yang masuk. Angka kasus tersebut merupakan yang tertinggi dibandingkan dengan wilayah Jakarta lain.
Angka tersebut naik hampir 50 persen. Sebelumnya Pengadilan Negeri Agama Jakarta Timur hanya menerima 450 sampai 500 kasus.
Istiana menjelaskan rata-rata ke-900 laporan itu berujung ke perceraian. Hanya sedikit yang berakhir di meja mediasi. Rata-rata alasan perceraian pasangan suami istri karena masalah ekonomi, tepatnya karena mengalami PHK di tengah pandemi Covid-19.
Namun, lonjakan laporan perceraian hanya terjadi di bulan Juni saja. Perlahan angka laporan perceraian mulai menurun ketika memasuki bulan Juli hingga Agustus.
"Pelan-pelan mulai kembali ke angka normal. Namun tetap permasalahan utama karena ekonomi," ucap dia.
Pihaknya lanjut Istiana juga sempat kewalahan menangani sidang perceraian. Untuk menangani kasus ini, 16 hakim harus silih berganti menyelesaikan perkara perceraian yang menumpuk.
• BREAKING NEWS: Kenakan Pakaian Adat Deno-Madur Deklarasi Koaliasi Sebelum Daftar di KPU
"Kewalahan banget. Sidang tuh sampai 50 perkara perhari, sampai jam 5 sore. Kalau kita normal 30 perkara," kata Istiana.
Antrean warga yang mendaftarkan perkara cerai bahkan sempat membludak. Istiana menceritakan, warga mengantre dari dalam ruang tunggu hingga luar lobi gedung dengan tetap mengedepankan protokol kesehatan.
"Tetap mengutamakan protokol kesehatan, pakai masker cuci tangan dan pengukur suhu," kata dia.
Usia perkawinan mereka yang mengajukan gugatan cerai lanjut Istiana juga bervariasi. Ada yang sudah berumur lima tahun, bahkan baru satu tahun menikah sudah minta cerai.
"Yang baru-baru (pernikahan). Ada yang baru satu tahun, dua tahun. Ada juga yang lima tahun pertama perkawinan," kata Istiana.
Menurut dia, masa pernikahan di bawah tujuh tahun masih rentan akan perceraian. "Kata psikolog tujuh tahun perkawinan awal masa adaptasi. Kalau itu berhasil berarti di tujuh tahun ke dua itu sukses," terang dia.
Penyebab perceraiannya pun mayoritas sama, yakni karena masalah ekonomi. Banyak istri yang mengeluhkan minimnya pendapatan suami karena jadi korban PHK selama pandemi.
Tidak hanya di Jakarta, angka perceraian juga melonjak di Garut, Jawa Barat. Humas Pengadilan Agama Garut Kamaludin menjelaskan hingga awal September 2020 ini, ada 3.525 kasus gugatan cerai yang ditangani oleh Pengadilan Agama.