Sementara itu, hingga Kamis (13/8) malam, Bripka DA mengaku belum mengetahui perihal laporan polisi terhadapnya itu. Namun demikian, penyidik yang getol membongkar kasus korupsi itu mengaku siap menghadapi laporan tersebut.
"Belum tahu, mungkin besok akan koordinasi supaya didampingi," ujar Bripka DA melalui sambungan telepon.
Sekitar dua bulan sebelumnya, pada 17 Juni 2020, Joao Meko membuat konferensi pers di On the Rock Hotel Kupang.
Pada saat itu, di hadapan wartawan, kuasa hukum tersangka Baharudin Tonny itu buka suara dan menuding pihak penyidik Ditreskrimsus Polda NTT telah melakukan kriminalisasi dalam kasus yang disebut merugikan negara hingga Rp 4,9 miliar.
Kriminalisasi tersebut dijelaskannya, terkait dengan kerugian negara yang terkesan "dipaksakan" oleh penyidik subdit Tipikor Ditreskrimsus Polda NTT dalam kasus tersebut. Hal tersebut, katanya, terbaca dari kerugian negara yang disebutnya tidak nyata dan penempatan BPKP NTT hanya sebagai pihak yang menjustifikasi temuan sendiri oleh penyidik.
"Setelah mempelajari berkas perkara maka patut diduga bahwa penyidik Direktorat Reskrimsus Polda NTT telah melakukan penyelidikan terlebih dahulu baru mengajukan permohonan kepada BPKP untuk dilakukan audit investigasi. Sehingga audit investigasi yang dilakukan BPKP adalah sebagai sarana untuk menjustifikasi temuan sendiri oleh penyidik melalui penyelidikan sebelumnya sehingga kerugian keuangan negara dalam perkara ini sebesar 4,9 miliar adalah angka yang tidak riil," ujar Joao.
Selain itu, Joao juga menyebut kliennya diperas oleh oknum penyidik Polda NTT. Tidak tanggung tanggung, kliennya diperas hingga lebih dari Rp 700 juta oleh para penegak hukum dalam kasus tersebut.
Ia mengatakan kliennya diperas oleh oknum penyidik Polda NTT dalam kurun waktu sebelum penetapan tersangka hingga setelah penetapan tersangka. Penetapan tersangka sendiri telah dilakukan pada 6 Maret 2020 dan dilanjutkan dengan rilis media pada 12 Maret 2020.
"Saya pengacara yang konsisten dengan kode etik. Saya mau katakan ada uang yang ditransfer. Faktanya ada juga uang yang mereka minta, lebih dari Rp 700 juta dari klien saya, kalau tersangka yang lain juga ada," ujar Joao saat itu.
Ia bahkan menyebut ada lima oknum penyidik dalam kasus tersebut yang terlibat dalam upaya pemerasan terhadap kliennya itu.
"Pertama ada transfer ke nomor rekening. Kedua penyerahan ada saksinya, saksi dua. Transfernya dua kali, penyerahan 2 kali, orang dan momen berbeda," ungkapnya.
Pihak penyidik Direktorat Reskrimsus Polda NTT telah melimpahkan berkas perkara Kasus Korupsi Proyek Pengadaan Bibit Bawang merah Kabupaten Malaka tahun 2018 kepada pihak penuntut Kejaksaan Tinggi NTT pada April 2020 silam. Namun hingga Agustus, lima berkas perkara untuk sembilan tersangka itu "bolak balik" Polda - Kejati.
Berkas perkara yang dilimpahkan Ke JPU terdiri dari berkas perkara dengan tersangka Yoseph Klau Berek, A.Pi yang bertindak selaku PPK, berkas perkara tersangka Agustinus Klau Atok bersama Karolus Antonius Kerek yang merupakan Pokja ULP serta berkas perkara tersangka Martinus Bere, SE yang merupakan Kabag ULP.
Juga dia berkas perkara lainnya yakni berkas perkara untuk tersangka Baharudin Tony, dkk serta berkas perkara tersangka Ir. Yustinus Nahak, M.Si.
Dalam kasus tersebut, Direktorat Kriminal khusus Polda NTT telah menetapkan dan menahan sembilan tersangka dan melakukan pemeriksaan hingga 46 orang saksi.