Laporkan 2 Anggota Dewan ke BK, Pemprov NTT: Tidak Boleh Pengawasan Berdasarkan Persepsi Masyarakat

Penulis: Ryan Nong
Editor: Rosalina Woso
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Gubernur NTT, Viktor Bungtilu Laiskodat

Laporkan Dua Anggota Dewan Ke BK, Pemprov NTT : Tidak Boleh Pengawasan Berdasarkan Persepsi Masyarakat 

POS-KUPANG.COM | KUPANG -- Pemerintah Provinsi Nusa Tenggara Timur (Pemprov NTT) resmi melaporkan dua anggota DPRD NTT ke Badan Kehormatan (BK) DPRD. 

Laporan terkait pelanggaran kode etik tertanggal 21 Juli 2020 tersebut dialamatkan kepada Ketua Badan Kehormatan DPRD NTT. 

Laporan dengan nomor HK.03.5/184/2020 itu dikeluarkan oleh Sekretariat Daerah Provinsi NTT dan ditandatangani oleh Sekda Ir. Benediktus Polo Maing yang bertindak untuk dan atas nama pemerintah Provinsi NTT. 

Dalam laporan tersebut menyebut dugaan pelanggaran kode etik yang dilakukan oleh Reny Marlina Un dan dr. Christian Widodo. Keduanya merupakan Ketua dan sekretaris Fraksi Gabungan Demokrat Solidaritas Pembangunan (DSP). 

Namun demikian, laporan tersebut oleh Fraksi Gabungan Demokrat Solidaritas Pembangunan dinilai salah alamat.

Selain karena surat tersebut tidak ditujukan kepada pimpinan DPRD, salah alamat juga disebut karena seharusnya domain pelanggaran kode etik berlaku untuk individu anggota. Sementara, substansi surat laporan tersebut menyoal pendapat akhir Fraksi. 

Kepada wartawan, Ketua Fraksi Gabungan DSP DPRD NTT, Reny Marlina Un mengatakan, surat dari Pemprov NTT tersebut langsung ditujukan kepada Ketua Badan Kehormatan (BK) DPRD NTT, padahal semestinya ditujukan kepada Ketua DPRD sebagai pimpinan lembaga DPRD. Selanjutnya diproses lebih lanjut karena BK adalah alat kelengkapan DPRD, bukan bawahan Sekda atau eksekutif. 

Selain itu, Fraksi DSP menilai subjek pelapor sesuai tata tertib dan kode etik adalah pimpinan/anggota atau konstituen/masyarakat, bukan eksekutif, sebab eksekutif dalam hubungan kemitraan adalah lembaga yang diawasi oleh DPRD dan pelanggaran kode etik berlaku untuk individu, bukan untuk fraksi.

Sementara substansi surat pengaduan adalah terkait pendapat akhir Fraksi DSP atau sikap politik Fraksi DSP, namun yang dilaporkan ke BK adalah pribadi 2 orang anggota DPRD atas nama Reny Marlina Un dan Christian Widodo. 

Sekda NTT Ir Benediktus Polo Maing yang coba dikonfirmasi POS-KUPANG.COM pada Jumat (24/7) terkait laporan tersebut belum memberikan keterangan. Sekda Polo Maing tidak menjawab panggilan telepon dan membalas pesan whatsapp.

Sementara itu, dihubungi terpisah, Karo Humas dan Protokol Setda NTT Dr. Marius Ardu Jelamu membenarkan laporan tersebut. 

Terkait substansi laporan itu, Ardu Jelamu menegaskan bahwa sesungguhnya pemerintah provinsi menerima kritik apa saja. Namun demikian, ketika kritik yang diberikan tersebut tendensius dan sifatnya menuduh maka harus diklarifikasi. 

"Bukan pemerintah anti-kritik, iya kan? Silahkan mengkritik dan mengawasi. Tetapi jangan sampai kritik itu juga tidak benar, dalam arti tidak objektif," ujarnya. 

Ia mengatakan, pengawasan yang dilakukan oleh legislatif harus bersifat objektif.

Sementara itu, masukan masyarakat, kata Ardu Jelamu, belum tentu semuanya objektif. Karena itu tugas legislatif meneliti dan memverifikasi. "Tugas mereka (DPRD) adalah meneliti dulu apa benar laporan itu atau tidak? Diteliti dulu," ungkap Ardu Jelamu. 

Mantan Kepala Dinas Pariwisata Provinsi NTT ini bahkan mengajak untuk membedakan mana opini umum dengan pendapat objektif dalam memberikan kritik. 

"Kalau yang sifatnya menuduh, walaupun itu laporan masyarakat sekalipun, itu belum tentu benar. Kemitraan itu adalah kemitraan yang berpijak pada fakta dan data, jadi masyarakat harus melaporkan berdasarkan data bukan persepsi. Itu beda," tegasnya. 

"Tidak Boleh DPR mengawasi berdasarkan persepsi masyarakat, dia harus berdasarkan laporan masyarakat yang dapat dipertanggungjawabkan dari segi data, objektivitas dan realitanya," tambah Ardu Jelamu. 

Pengawasan bermutu, katanya, tidak didasarkan pada praduga. Tetapi pengawasan yang bermutu menurutnya adalah ketika yang mengawasi melihat di lapangan dan mengumpulkan data secara objektif dan berdasarkan kebenaran. 

Terkait tanggapan anggota DPR yang menyebut bahwa laporan itu salah alamat, Ardu Jelamu mengaku tidak sepaham. Pasalnya, laporan tersebut juga telah ditembusi kepada pimpinan DPRD NTT sehingga tidak ada alasan bahwa laporan itu salah alamat. 

"Laporan kita ke BK DPRD itu juga bagian dari upaya hukum administratif, jadi tidak hanya soal hukum pidana saja," jelas Ardu Jelamu ketika disinggung soal ancaman Gubernur Viktor Laiskodat yang disampaikan dalam sidang paripurna DPRD NTT pada Rabu (8/7) pagi. 

Saat itu, dalam sidang yang digelar di Ruang Sidang Utama Kantor DPRD NTT itu, Gubernur Viktor Laiskodat mengultimatum Fraksi Demokrat Solidaritas Pembangunan DPRD Provinsi NTT untuk membuktikan oknum aparat dan jajarannya yang melakukan korupsi sebagaimana tudingan mereka. 

Viktor saat itu bahkan hanya memberi waktu satu minggu kepada Fraksi yang beranggotakan Partai Demokrat, Partai Solidaritas Indonesia (PSI) dan Partai Persatuan Pembangunan (PPP) untuk mengungkap nama oknum yang melakukan korupsi. 

“Khusus dalam pemerintahan saya, jika ada yang korupsi, tunjuk di muka saya, jangan baca di podium ini lalu tidak ada nama orang itu, kasih ke saya. Kalau dalam satu minggu ini tidak sebutkan nama, saya akan pertimbangkan untuk mengambil langkah hukum,” tegas Gubernur Laiskodat dalam paripurna.

Dalam rapat paripurna yang dipimpin oleh Ketua DPRD Provinsi NTT, Ir. Emiliana Julia Nomleni didampingi Wakil Ketua, Dr. Inche DP Sayuna, Chris Mboeik dan Aloysius Malo Ladi tersebut Gubernur Viktor menjamin akan menindak tegas aparat pemerintahannya yang bermain-main atau melakukan korupsi.

Namun demikian, hal tersebut harus disampaikan dengan bukti yang akurat.

Gubernur Viktor bahkan meminta Sekda NTT untuk mempersiapkan langkah jika pihak DPRD tidak dapat menyebut nama oknum yang mencoreng tersebut. 

“Saya minta saudara Sekda untuk mempersiapkan langkah-langkah lain jika tidak disebutkan siapa orangnya. Saya minta semua yang ada dalam forum ini jika ada dugaan dimana-mana ada yang main proyek maka perlu dievaluasi apalagi ada penyuapan seperti yang disampaikan tadi,” ujar Gubernur.

Gubernur Viktor meminta semua pihak tidak melontarkan tuduhan tanpa ada bukti-bukti hukum. Namun, ia menegaskan secara prinsip apabila ada aparat yang melakukan korupsi maka akan dipecat.

“Jika ada aparatur yang melakukan korupsi, silahkan bawa namanya, saya akan pecat sekarang,” tegas Gubernur Laiskodat.

Dalam rapat paripurna dengan agenda penyampaian pendapat akhir fraksi atas laporan pertanggungjawaban pelaksanaan APBD Provinsi NTT tahun 2019, juru bicara Fraksi Demokrat, Solidaritas, Pembangunan DPRD Provinsi NTT, dr. Christian Widodo menyoroti realisasi belanja langsung yang hanya mencapai 85,52%, belanja barang dan jasa hanya mencapai 88,59% dan belanja modal hanya 80,37% dalam pendapat akhir fraksi.

Fraksi mendesak pemerintah lebih serius merealisasikan belanja barang dan jasa serta belanja modal karena indikator output maupun outcome-nya bersentuhan langsung dengan kebutuhan dan kepentingan masyarakat.

Fraksi Demokrat, Solidaritas, Pembangunan juga menyoroti SILPA yang mencapai Rp 282,629 M lebih (2018: Rp.212,794 M lebih) yang menurut mereka merupakan jumlah yang besar. 

Perdebatan dengan Harvey Moeis Diungkap Sandra Dewi, Ternyata ini Penyebabnya

Anak-anak Mbatakapidu di Sumba Timur Usir Belalang Sambil Bermain

Lahan 300 Hektar di Weoe Disewa Pakai 35 Tahun untuk Penambangan Garam

“Silpa ini sesungguhnya menggambarkan kekurangcermatan dalam perencanaan dan pelaksanaan yang berujung kegagalan realisasi sejumlah item Belanja Daerah, terutama dari sisi belanja langsung maupun belanja modal,” ujarnya. (Laporan Reporter POS-KUPANG.COM, Ryan Nong)

Berita Terkini