POS-KUPANG.COM, JAKARTA - Setelah sekian lama buron, Djoko Tjandra tiba-tiba meminta pengadilan menggelar sidang PK secara virtual.
Tindakan Djoko Tjandra ini dinilai sebagai bentuk penghinaan terhadap lembaga peradilan di Indonesia.
Penilaian itu disampaikan Koordinator Masyarakat Antikorupsi Indonesia (MAKI), Boyamin Saiman, lewat keterangan tertulis Senin (20/7/2020).
Boyamin mengatakan, selama masa pandemi corona atau Covid-19 sebagian besar sidang perkara pidana memang digelar secara daring.
• Tanpa Terdeteksi, Buronan Djoko Tjandra Bebas Bepergian Jakarta-Pontianak-Entikong, Ini Memalukan?
Namun, kata Boyamin, sidang secara virtual hanya berlaku bagi terdakwa yang berada di Indonesia, bukan buronan seperti Djoko Tjandra.
Untuk itu, Boyamin menyatakan sudah semestinya Pengadilan Negeri Jakarta Selatan menolak permintaan Djoko Tjandra agar sidang permohonan PK yang diajukannya digelar secara daring.
"Sidang daring perkara pidana yang selama ini sudah berlangsung adalah terhadap Terdakwa yang berada di Indonesia baik ditahan atau atau tidak ditahan serta bukan buron. Jadi permintaan sidang daring oleh Djoko Tjandra jelas-jelas bentuk penghinaan terhadap pengadilan sehingga sudah semestinya ditolak oleh hakim," kata Boyamin lewat keterangan tertulis, Senin (20/7/2020).
• Di Indonesia Dilindungi Jenderal, Anita Kolopaking: Djoko Tjandra Sudah Betah di Malaysia, Kok Bisa?
Diketahui, Djoko Tjandra kembali mangkir atau tidak hadir dalam persidangan permohonan PK yang diajukannya di Pengadilan Negeri jakarta Selatan, Senin (20/7/2020).
Dengan demikian, Djoko Tjandra telah tiga kali tidak hadir dalam persidangan.
Seperti dua persidangan sebelumnya pada 29 Juni 2020 dan 6 Juli 2020, Djoko Tjandra mengaku tidak hadir dalam persidangan hari ini lantaran sedang sakit di Kuala Lumpur, Malaysia.
Padahal, dalam persidangan sebelumnya, Majelis Hakim telah mengultimatum kuasa hukum untuk menghadirkan Djoko Tjandra di persidangan.
• Kabareskrim Polri: Polisi Dalami Aliran Dana Bagi Oknum Yang Bantu Pelarian Buronan Djoko Tjandra
Alih-alih mematuhi ultimatum hakim, melalui surat yang ditandatanganinya di Kuala Lumpur, Malaysia tertanggal 17 Juli 2020, Djoko Tjandra justru meminta Majelis Hakim menggelar sidang pemeriksaan atas PK yang diajukannya secara daring.
Boyamin menegaskan, Djoko Tjandra sudah sepatutnya sadar diri dengan statusnya sebagai buronan dengan tidak mendikte pengadilan.
Di sisi lain, Boyamin meminta Pengadilan Negeri Jakarta Selatan tidak meneruskan persidangan karena Djoko Tjandra telah secara nyata tidak menghormati proses persidangan.
Apalagi, mengingat tindakannya selama ini yang kerap mengangkangi hukum di Indonesia.