Perbankan di NTT Diharapkan AKtif Data UMKM Terdampak Covid-19

Editor: Hermina Pello
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Kepala OJK NTT Robert HP Sianipar saat memberi materi dalam webinar Melindungi UMKM NTT Melalui Optimalisasi Program Pemulihan Ekonomi Nasional (PEN) pada Kamis (9/7/2020) pagi

POS-KUPANG.COM | KUPANG - Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Perbendaharaan Provinsi NTT menyelenggarakan webinar "Melindungi UMKM NTT Melalui Optimalisasi Program Pemulihan Ekonomi Nasional (PEN)" pada Kamis (9/7).

Webinar yang merupakan kerja sama dengan Bank Indonesia Kantor Perwakilan NTT dan Otoritas Jasa Keuangan (OJK) NTT itu dihadiri dilakukan melalui aplikasi zoom dan disiarkan secara langsung melalui youtube Kanwil DJPb Prov. NTT.

Kinerja perbankan di NTT masih cukup positif, jadi kita bisa optimis, meski ada pelambatan." kata Kepala Otoritas Jasa Keuangan Provinsi NTT (OJK NTT), Robert HP Sianipar saat memberi materi dalam webinar.

Diduga Terlibat Narkoba, Tiga Pilot Ditangkap Polisi, Dua Diantaranya Dari Maskapai Milik Pemerintah

Robert membeberkan data kinerja perbankan NTT, dimana total aset pada Mei 2020 sebesar Rp44,51 triliun, dimana aset tersebut tumbuh 3,03 persen year to date (ytd) untuk NTT dan 0,62 persen ytd untuk nasional.

"Dana pihak ketiga mencapai Rp30,77 triliun, juga naik positif. Kreditnya pada Desember 2019 Rp32,87 triliun, masih positif ya secara ytd 0,49 persen. Tetapi, masih lebih baik dibandingkan secara nasional mengalami penurunan," katanya.

Jika dibandingkan data kredit UMKM di perbankan, kata Robert, hingga Mei 2020 mencapai Rp11,62 triliun. Jadi, lebih kurang terdapat 35 persen dari total kredit yang mencapai Rp33 triliun. Hal itu dinilainya menunjukkan peningkatan yang cukup positif.

Penyaluran kredit di Provinsi NTT terus mengalami tren pertumbuhan sampai dengan posisi Desember 2019, tapi mengalami penurunan pada Januari 2020. Kemudian, kredit mengalami pertumbuhan sampai posisi Maret 2020, tapi kembali turun hingga Mei 2020 disebabkan penurunan pada kredit non UMKM.

Jika dibandingkan antara bank umum dan BPR, justru pada bank umum terjadi penurunan kredit UMKM-nya.

Pilkada Serentak 2020, Bu Mega Dukung Saras Keponakan Prabowo Subianto, Jadi Wakil Walikota Tangsel

Sedangkan, BPR masih menunjukkan peningkatan positif. Kata Robert, hal itu dikarenakan segmentasi BPR lebih ke UMKM sesuai karakteristik usaha BPR.

"Dari data-data tadi kita masih optimis dan positif karena kredit khusus UMKM masih alami pertumbuhan. Kita lihat juga bagaimana dampak pemberlakuan restrukturisasi yang telah disampaikan tadi," ujarnya.

Selain secara jumlah masih mengalami pertumbuhan, POJK 11 berhasil mengendalikan pertumbuhan non performing loan (NPL) kredit UMKM di NTT sehingga tidak melewati batas atas posisi NPL Februari 2020.

"Bicara UMKM, secara historis NPL-nya berada di kisaran 4 persen. Jika kita lihat kemarin di posisi setelah ditetapkannya Covid-19, itu ada di kisaran 3,54 persen NPL-nya. Naik sedikit ke 3,7 persen namun mengalami penurunan sampai 3,28 persen," bebernya.

Hal itu, lanjut Robert, mencerminkan relaksasi yang dilakukan cukup membantu sehingga NPL di tengah situasi Covid-19 tidak mengalami peningkatan yang cukup besar.

Selanjutnya, komposisi kredit penyaluran UMKM ada pada perdagangan besar dan eceran sebesar 64,66 persen, pertanian, perburuan dan kehutanan sebesar 6,67 persen, listrik, gas, dan air sebesar 5,22 persen, penyediaan akomodasi dan penyediaan makan minum sebesar 4,68 persen, dan konstruksi sebesar 4,50 persen.

"Kalau dilihat, di sektor konstruksi ini memang pertumbuhan kreditnya mengalami penurunan secara jumlah. Kalau secara kualitas, NPL meningkat, 13,83 persen. Pertumbuhan NPL-nya naik lima persen," ujarnya.

OJK, katanya, minta lembaga jasa keuangan proaktif mendata debitur-debiturnya terutama debitur UMKM yang terdampak Covid-19. "Karena dari data, masih ada ruang untuk beri relaksasi baik secara ketahanan likuiditas masih cukup, ratio NPL juga terjaga, sehingga masing-masing bank masih punya ruang untuk memberi relaksasi," kata Robert.

Hingga Juni 2020, lanjut Robert, relaksasi yang telah diberikan oleh bank imum mencapai Rp 3,731 triliun dengan jumlah debitur sebanyak 42.142 debitur. Dari jumlah tersebut, debitur UMKM sebesar 86,06 persen dan non UMKM sebesar 13,94 persen.

Sedangkan BPR telah mencapai Rp64 miliar dengan jumlah debitur sebanyak 379 debitur. Dari jumlah tersebut, debitur UMKM sebanyak 98,83 persen dan non UMKM sebesar 1,17 persen.

Sementara itu, jumlah pembiayaan yang direlaksasi oleh perusahaan pembiayaan di NTT mencapai Rp226,19 miliar dengan jumlah nasabah sebanyak 7.213 nasabah.

Berdasarkan data yang diperoleh OJK dari bank umum dan BPR di NTT, potensi debitur UMKM yang menerima subsidi sesuai kriteria PMK 65 antara lain sebagai berikut. Bagi bank umum, jumlah debitur mencapai 2.146 debitur dengan total plafon Rp455 miliar dan total outstanding mencapai Rp358 miliar.

Total subsidi bunga/subsidi margin sebesar Rp983 juta. Sedangkan jumlah debitur BPR yang menerima subsidi sebanyak 1.297 debitur dengan total plafon Rp120 M dan total outstanding mencapai Rp92 M. Total subsidi bunga/subsidi margin sebesar Rp602 juta.

Penurunan Penjualan

Kepala Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Perbendaharaan Provinsi Nusa Tenggara Timur Lydia Kurniawati Christyana saat membawakan materi pertama mengungkapkan, pandemi Covid-19 memberikan efek domino dalam berbagai hal.

Berbagai protokol kesehatan yang harus dipatuhi pun diberikan, salah satunya physical distancing (jaga jarak sosial). Kebijakan untuk melakukan physical distancing itu tentu saja berdampak pada berhentinya aktivitas ekonomi dimana pertumbuhan ekonomi pun melambat.

Lidya menjelaskan, kontribusi UMKM masih menjadi tulang punggung pertumbuhan ekonomi Indonesia. UMKM NTT memberi sumbangan sebesar 60,34 persen bagi produk domestik bruto (PDB) nasional, 97 persen total tenaga kerja dan 99 persen total lapangan kerja.

Meski UMKM telah terbukti bertahan saat krisis 1998 terjadi, namun justru UMKM-lah yang kini mengalami perlambatan karena pandemi. "36,7 persen tidak ada penjualan. Lalu, 26 persen UMKM menurun omsetnya 60 persen. Itu data dari Kementerian Koperasi dan UMKM. Dampak lain dari pandemi bagi UMKM, yakni menurunnya permintaan dan pemasaran yang terkendala," kata Lidya.

Terkait Pemulihan Ekonomi Nasional, ada Peraturan Pemerintah Nomor 23/2020 dengan beberapa poin yang diatur. Untuk UMKM sendiri, terbitlah Peraturan Menteri Keuangan Nomor 64 Tahun 2020 tentang Penempatan Dana Pada Bank Peserta Dalam Rangka Program Pemulihan Ekonomi Nasional dan PMK 65/PMK.05/2020 tentang Tata Cara Pemberian Subsidi Bunga/Subsidi Margin Pembiayaan UMKM Dalam Rangka Mendukung Pelaksanaan Program Pemulihan Ekonomi Nasional.

Lidya pun memaparkan beberapa skema perlindungan dan pemulihan UMKM di tengah pandemi Covid-19, diantaranya bantuan sosial, insentif pajak, relaksasi dan restrukturisasi kredit UMKM, perluasan dan pembiayaan bagi UMKM, serta pemulihan dan konsolidasi usaha. Namun, titik fokus penjelasan Lidya adalah mengenai PMK Nomor 64/2020 dan PMK Nomor 65/2020.

Berkaitan dengan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 64 Tahun 2020 tentang Penempatan Dana Pada Bank Peserta Dalam Rangka Program Pemulihan Ekonomi Nasional, konsep dasarnya ialah untuk mendukung pelaksanaan restrukturisasi kredit UMKM dan penyaluran tambahan kredit modal kerja baru, dimana pemerintah menempatkan dana di bank yang merupakan instrumen yang berbeda dengan pinjaman likuiditas Bank Indonesia.

Syarat utamanya, yakni bank telah melakukan restrukturisasi kredit bagi UMKM, telah menyalurkan kredit modal tambahan baru, dalam kondisi sehat, dan PLM tidak lebih dari enam persen. Dampak dari bank yang telah melakukan restrukturisasi kredit ini ternyata berpotensi menghambat arus kas, likuiditasnya mengalami penurunan.

Sehingga, bank memerlukan likuiditas tambahan untuk bisa melakukan restrukturisasi lebih lanjut. "Maka untuk menjamin bahwa bank tersebut bisa menjaga likuiditasnya, kebijakan inilah yang diberikan oleh pemerintah," kata Lidya. Syarat lainnya, terang Lidya, bank telah berupaya memenuhi likuiditas secara mandiri.

Menurutnya, wewenangan penempatan dana ada pada Menteri Keuangan selaku Bendahara Umum Negara yang didelegasikan kewenangannya kepada Dirjen Perbendaharaan untuk melakukan penempatan dana pada bank peserta.

Delapan Skema

Lidya mengatakan, delapan skema penempatan dana pemerintah. Pertama, permintaan informasi tingkat kesehatan bank peserta, restrukturisasi dan informasi lainnya kepada OJK oleh Menteri Keuangan.

Kedua, penyampaian informasi oleh OJK kepada Menteri Keuangan.

Ketiga, penyampaian proposal kebutuhan penyaluran dana dari bank pelaksana ke bank peserta.

Keempat, penyampaian proposal penempatan dana bank peserta ke pemerintah.

Kelima, pelaksanaan penempatan dana kepada bank peserta. Keenam, penyaluran dana sesuai proposal oleh bank peserta kepada bank pelaksana. Ketujuh, penjaminan oleh LPS. Dan kedepalan, pengawasan terhadap proses penempatan dana dan penyaluran dana.

"Yang melakukan pengawasan ada BPKP, Lembaga Penjamin Simpanan, dan OJK," tambahnya.
Lidya membeberkan, jumlah debitur penerima subsidi bunga saat ini sebanyak 60,66 juta debitur dengan total outstanding kredit penerima subsidi bunga sebesar Rp1.601,75 triliun. Penyalurnya, yakni perbankan, perusahaan pembiayaan, BUMN penyalur kredit UMKM, dan BLU, Koperasi. (Laporan Reporter POS-KUPANG.COM. Intan Nuka)

Berita Terkini