Ia mengatakan kepada ABC, mustahil untuk tahu berapa banyak orang di desa-desa di wilayah pemadaman internet itu yang tahu tentang virus corona, tapi ia memperkirakan ada puluhan ribu orang berada di kamp-kamp pengungsian yang seringkali merupakan inkubator ideal untuk penyebaran cepat penyakit.
"Hanya beberapa orang saja di kamp pengungsian yang mengetahui tentang Covid-19 ini," kata seorang pekerja kepada Amnesty International yang mengestimasi hanya 5 persen saja yang mengerti jika virus ini berbahaya.
Seorang warga dari Minbya menyampaikan kepada Amnesty International jika mereka tahu tentang Covid-19 dari TV, koran, dan siaran parabola ilegal, tetapi tidak memiliki akses yang termutakhir dari internet.
"Saya khawatir karena di saat perang kami masih dapat bersembunyi di hutan, tapi kami jelas tidak bisa lari dan bersembunyi dari virus," katanya.
"Rasanya kami seperti buta dan tuli, dan tidak ada seorang pun yang melaporkan apa yang terjadi di Minbya."
Phil Robertson mengatakan, pemadaman internet telah didesain untuk membuat orang-orang di Rakhine dan komunitas internasional buta informasi tentang konflik yang terjadi di sana.
"Pemerintah sudah berlaku tidak adil dengan memutus orang-orang ini dari informasi tentang wabah Covid-19."
Juru bicara pemerintah, Zaw Htay, mengatakan tidak bisa menerima pertanyaan dari media melalui sambungan telepon sebelum menutupnya. Ia juga tidak merespons lagi panggilan telepon maupun pesan yang dikirimkan kepadanya.
Angka penularan Covid-19 di Myanmar tercatat sangat rendah, dengan hanya 316 kasus dan 6 kematian. Tetapi ini menimbulkan banyak pertanyaan, termasuk soal pengetesan dan kualitas sistem kesehatan.
Komunitas adat di Amazon, Brasil
Brasil telah menjadi salah satu negara yang paling terpukul di dunia akibat virus ini, di peringkat kedua setelah Amerika Serikat.
Brasil mencatat lebih dari 1,6 juta kasus, termasuk Presiden Jair Bolsonaro, yang secara konsisten menyepelekan virus ini dan kini dinyatakan tertular virus corona.
Lebih dari 66.000 orang telah meninggal, dengan tingkat kematian masyarakat adat terpencil lebih tinggi diperkirakan jumlahnya lebih dari 400 kematian dan 12.000 kasus penularan.
Tiago Amaral, penasehat internasional untuk Artikulasi Masyarakat Adat di Brasil (APIB) mengatakan di saat mayoritas dari 300 masyarakat adat Brasil terhubung ke media dan mengetahui wabah koronavirus, ada sekitar 107 kelompok masyarakat adat yang tidak memiliki kontak dengan dunia luar.
Kelompok-kelompok dengan kontak yang sangat terbatas atau nol itu tidak akan menyadari bahwa virus itu ada, katanya.