Dalam rilis resminya, CLS FH UGM mengungkap adanya teror kepada penyelenggara acara diskusi tersebut berupa pesan WhatsApp dan pengiriman makanan melalui ojek online.
Aditya menjelaskan, sebelumnya panitia telah berkoordinasi dengan pembicara.
Akhirnya, panitia dan pembicara sepakat acara diskusi tidak jadi digelar.
Pertimbangannya, karena situasi dan kondisi dinilai tidak kondusif.
Bahkan, menurut Aditya, panitia diskusi sempat mendapat ancaman.
Namun ia tidak menjelaskan secara rinci soal ancaman itu.
"Ini kesepakatan dari pembicara dan penyelenggara, karena memang kondisinya semakin tidak kondusif. Ya sebelumnya kami mendapat tindakan semacam peretasan dan ancaman juga," tutur dia.
Seperti diketahui, rencana diskusi CLS UGM sempat menuai polemik terkait dengan tajuk yang diusung.
Awalnya diskusi ini bertajuk Persoalan Pemecatan Presiden di Tengah Pandemi Ditinjau dari Sistem Ketatanegaraan.
Kemudian diubah menjadi, Meluruskan Persoalan Pemberhentian Presiden Ditinjau dari Sistem Ketatanegaraan.
Aditya pun membantah anggapan diskusi tersebut merupakan makar.
Sebab, diskusi itu bersifat akademis dan tidak terkait dengan kepentingan politik.
"Seperti klarifikasi yang sudah kami sampaikan, bahwa kami bersifat akademis. Tidak berkaitan oleh politik manapun atau agenda politik manapun," kata Aditya.
Nah kami mengganti itu supaya kami meluruskan sesuai dengan UUD," ucap Aditya saat dihubungi, Jumat (29/05/2020).
Aditya membantah anggapan di media sosial yang menyebut diskusi tersebut merupakan makar.