Oleh: Hengky Marloanto (Pelaku Usaha NTT)
POS-KUPANG.COM - Pandemi Corona virus Disease-2019 ( Covid-19) mulai mewabah menjangkiti manusia pada Desember 2019 di daerah Wuhan Provinsi Hubei China, berdampak hampir di semua lini, mulai dari tenaga kerja sampai dengan kinerja industri. Perekonomian nasional mengalami penurunan yang signifikan tanpa membedakan status ekonomi lemah, menengah, maupun kuat. Bagi yang ekonomi kuat, walaupun terkena dampak tetapi masih bisa bertahan hidup. Sedangkan bagi masyarakat dengan status ekonomi lemah, benar-benar kehilangan kemampuan sehingga menjadi tidak berdaya.
Dengan kondisi seperti ini, negara dituntut hadir memberikan bantuan untuk mengatasi kesulitan ekonomi, gizi, kesehatan dan sebagainya. Hadirnya negara didasari pada falsafah negara yakni Pancasila, terutama sila kedua "Kemanusiaan yang Adil dan Beradab", dan sila kelima "Keadilan Sosial bagi Seluruh Rakyat Indonesia".
• Dampak Larangan Terbang Pesawat
Falsafah negara tersebut mengharuskan negara bertindak bagi rakyatnya baik yang mengalami kesulitan ekonomi karena dampak Covid-19 maupun karena faktor kemiskinan.Selain itu juga, negara ikut bertanggungjawab sebagai konsekuensi dianutnya konsep negara kesejahteraan (welfare state).
Beberapa daerah melalui pemerintah daerah, telah melakukan tindakan nyata demi meringankan beban masyarakat yang terkena dampak Covid-19, di antaranya : Pertama, Kabupaten Lembata membebaskan retribusi pada pasartradisional.
Kedua, Kabupaten Timor Tengah Selatan membebaskan retribusi pasar tradisional dan mengurangi biaya sewa kios milik pemerintah daerah, yakni hanya membayar 25 persen dari harga sewa;
• Inilah Sebaran ODP di Sumba Timur
Ketiga, Kabupaten Belu menelorkan kebijakan berupa: a. pengadaan 30.000 masker untukmasyarakatBelu; b. membebaskan retribusi pasar selama tiga bulan; c. menyiapkan anggaran sosial net (jaring pengaman sosial) selama tiga bulan senilai Rp 60 miliar.
Keempat, Kabupaten Sumba Barat menganggarkan Rp 17 miliar untuk program padat karya,
Kelima, Kabupaten Flores Timur menganggarkan Rp 14 miliar untuk menangani kesehatan, jaring pengaman sosial, dan ekonomi masyarakat.
Namun, pada kabupaten/kota yang lain mungkin belum melakukan tindakan nyata, sehingga ada anggota masyarakat yang terdampak Covid-19 datang kerumah jabatan Bupati Sikka untuk minta beras karena mengalami kesulitan ekonomi. Kasus di pasar tradisional Ende, penjual sayur mengeluh karena tidak ada pembeli, sehingga barang dagangan tidak terjual. Terjadinya kasus seperti ini dapat dikatakan bahwa, pemerintah daerah tidak proaktif dalam menangani masalah yang terjadi. Dengan kondisi seperti saat ini, pemerintah daerah tidak perlu berpikir tentang proyek fisik misalnya bangunan gedung, jembatan, bandara, jalan, dan lain sebagainya; melainkan lebih mengarahkan perhatian pada upaya mengatasi kesulitan ekonomi masyarakat. Bangunan fisik bisa ditunda pengerjaannya, sedangkan keselamatan masyarakat tidak bisa ditunda karena akan berakibat fatal yakni kematian.
Oleh karena itu, anggaran yang telah ditetapkan dalam APBD segera ditinjau kembali dengan menempatkan skala prioritas, yakni penanganan dampak Covid-19. Mungkin menjadi pertanyaan kita, apa dasar hukum alokasi prioritas penanganan masyarakat terdampak Covid-19? Jawabannya bahwa setiap pemerintahan memiliki kebebasan bertindak untuk menangani hal-hal yang mendesak, yang dalam hukum administrasi disebut Freies Ermessen atau discretionary power.
Kebebasan ini diberikan, sebagai dasar untuk mengatasi hal-hal mendesak atau darurat yang tidak direncanakan sebelumnya. Sehubungan dengan itu, kebijakan nyata yang sudah dilakukan oleh beberapa pemerintah daerah dalam mengatasi kesulitan masyarakat terdampak Covid-19, perlu diikuti oleh pemerintah daerah lainnya.
Secara ketetanegaraan Indonesia, kita mengenal ada empat tingkatan pemerintahan yang memiliki kebebasan bertindak, yakni Pemerintah nasional, pemerintah daerah provinsi, pemerintah daerah kabupaten/kota, dan pemerintah desa. Oleh karena itu, diperlukan koordinasi antartingkatan pemerintahan, agar tidak terjadi tumpang tindih dalam pemberian bantuan, misalnya terjadi pendobelan bantuan yang diterima seseorang.
Agar penanganan masalah dampak Covid-19 dilakukan secara merata (mencakup semua yang terdampak), maka harus didukung dengan data yang akurat, sehingga tidak terjadi ketimpangan seperti yang pernah terjadi pada pemberian beras miskin (raskin) yang sekarang berubah menjadi beras sejahtera (rastra).
Bagi pensiunan PNS dengan penghasilan tetap setiap bulan justru ditetapkan sebagai penerima rastra, sedangkan masyarakat yang berada di bawah garis kemiskinan dengan pendapatan yang tidak menentu, justru tidak diakomodir sebagai penerimara stra.
Hal seperti ini, akan menimbulkan ketidakadilan sosial bagi masyarakat. Fakta menunjukkan adanya sikap suka dan tidak suka atau adanya pilih kasih oleh yang berwenang, dengan lebih mengutamakan orang yang dia senangi atau memiliki hubungan kedekatan. Praktik buruk seperti ini, tidak boleh lagi terjadi pada situasi genting sekarang.Masyarakat yang sudah menderita secara ekonomi, jangan lagi diberi beban penderitaan karena diperlakukan secara tidak adil.
Penanganan Covid-19 harus dilakukan secara beriringan dengan penanganan dampaknya secara ekonomi dan sosial. Jika menunggu penanganan Covid-19 selesai baru ditangani masalah ekonomi dan sosial, maka akan menimbulkan masalah yang lebih besar dan meluas yang berakibat fatal, yakni terjadi gizi buruk, bahkan dapat menimbulkan korban jiwa karena kelaparan.
Secara logika, virus bisa ditangkal jika daya tahan tubuh kuat, dan daya tahan tubuh tergantung dari keadaan gizi setiap orang, dan gizi ditentukan oleh tingkat ekonomi/daya beli, dan daya beli ditentukan oleh pendapatan/penghasilan setiap orang. Jadi terjadi saling kait mengkait antara satu dengan yang lain.
Fakta menunjukkan dampak Covid-19 bukan hanya pada masyarakat ekonomi lemah, melainkan juga para pengusaha yang ekonominya kuat. Pengusaha sebagai penyedia lapangan kerja, tidak dapat menjalankan usahanya karena terkait kebijakan pemerintah dalam mengatasi Covid-19, sehingga tidak memperoleh keuntungan atau pendapatan.
Oleh karena itu, penanganan dampak Covid-19, tidak hanya ditujukan pada masyarakat ekonomi lemah tetapi juga untuk kalangan dunia usaha, agar dapat bangkit kembali dalam menjalankan usahanya. Tanpa pemulihan (recovery) ekonomi, ketimpangan terus terjadi secara berkepanjangan tanpa batas waktu.
Selain bantuan dalam bentuk uang atau barang secara langsung untuk jangka pendek, juga perlu bantuan melalui kebijakan, misalnya menghapus/meringankan pajak atau retribusi, menunda cicilan pinjaman bank maupun koperasi, atau lembaga keuangan lainnya.Tanpa kebijakan yang sistematis tidak mungkin masalah Covid-19 dan dampaknya bisa teratasi dengan baik dan tuntas.
Mungkin kita mengharapkan secepatnya terjadi pemulihan, tetapi pulih secara penuh/total tidak mungkin terjadi dalam waktu singkat, ibarat membalikkan telapak tangan. Bagi kalangan tertentu, ketika diberikan bantuan mungkin langsung terjadi pemulihan. Namun berbeda untuk perbaikan ekonomi, pasti akan tumbuh secara perlahan.
Selain keterlibatan pemerintah daerah dalam menangani dampak Covid-19, perlu ditularkan virus kemanusiaan terutama dari kalangan masyarakat yang memilki kelebihan secara ekonomi. Solidaritas sesama anggota masyarakat sangat diperlukan dalam situasi genting saat ini. Kasih yang sering diucapkan perlu diwujudnyatakan secara langsung dalam kehidupan bermasyarakat.
Semoga dengan tulisan ini dapat menggugah hati semua pihak, terutama pemerintah daerah bergerak cepat menangani masyarakat terdampak Covid-19. *