Akibat Konflik Dua Desa di Adonara, SMANSA Adonara Timur Tak Punya Gedung Sekolah Lagi

Penulis: Ricardus Wawo
Editor: Kanis Jehola
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Kepala SMAN 1 Adonara Timur berpose di ruangannya yang berbagi sekat dan ruangan di SDN Waiwerang. Gambar diabadikan pada Senin (21/10/2019).

Akibat konflik dua desa di Adonara, SMANSA Adonara Timur tak punya Gedung Sekolah lagi

POS-KUPANG.COM | LARANTUKA - Konflik antara Desa Lewobunga dan Desa Lewonara, Kecamatan Adonara Timur, pada tahun 2012 silam ternyata masih membawa dampak buruk bagi dunia pendidikan di Kabupaten Flores Timur.

Akibat pertikaian dua desa tujuh tahun silam itu, SMAN 1 Adonara Timur harus 'angkat kaki' dari gedung sekolah mereka yang terletak di wilayah Desa Lewobunga pada 15 Oktober 2012 dan sampai sekarang tak memiliki gedung sendiri untuk aktivitas belajar mengajar.

Sosok Erick Thohir, Menteri Ekonomi Presiden Jokowi, Beli Inter Milan: Menteri Bukan Jabatan Wah

Sejak peristiwa itu, para guru dan siswa terpaksa harus menjalankan proses belajar mengajar di gedung sekolah lain.

Kepala SMAN 1 Adonara Timur, Kornelis Laot Boro mengisahkan, pada saat pecah konflik antar desa tersebut, pihak sekolah terpaksa meliburkan proses belajar mengajar selama dua minggu karena wilayah sekolah masuk daerah konflik.

Sosok Nadiem Makarim, Menteri Jokowi-Maruf Amin, Bos Gojek Berumur 35 Tahun Disandingkan dengan BTS

"Alasan diliburkan itu demi keselamatan anak anak dan suasana yang tidak kondusif pasti mengganggu proses kegiatan belajar mengajar," kata Kor saat ditemui Pos-Kupang.Com di Waiwerang, Adonara, Senin (21/10/2019).

Karena kondisi tak memungkinkan, lanjut Kor, pihak sekolah pun menerima Surat Keputusan dari Pemkab Flotim yang menyatakan kegiatan belajar mengajar SMAN 1 Adonara Timur untuk sementara pindah ke gedung SMA/SMK Surya Mandala Waiwerang dan juga SMPK Phaladiya Waiwerang.

Setelah tak mendapatkan kepastian dan kejelasan untuk kembali memanfaatkan fasilitas gedung sendiri, sekolah yang berdiri pada tahun 1997 itu akhirnya berpindah tempat lagi. Sejak 2013, mereka pindah ke SDN Waiwerang dan SDI Waiwerang.

Sampai saat ini SMAN 1 Adonara Timur harus berbagi waktu dan tempat kegiatan belajar mengajar dengan dua sekolah dasar tersebut. Pada tahun itu pula, hingga sekarang, salah satu sekolah favorit di Adonara itu harus melaksanakan Ujian Nasional di lokasi pengungsian.

"Energi kami sudah tidak ada lagi untuk kembali ke gedung lama. Karena kami trauma dengan situasi seperti itu, untuk sekarang kami tidak mau menyisihkan kami punya energi untuk kembali lagi ke tempat lama," imbuh Kor yang pada saat 'eksodus' menjabat sebagai Wakil Kepala Sekolah Budang Kurikulum.

Kor melanjutkan sekarang pihak sekolah sudah berjuang mendapatkan lahan baru untuk nantinya dibangun gedung sekolah baru. Lahan baru seluas 2,5 hektare itu didapat secara hibah dari seorang tuan tanah di Kampung Baru, Waiwerang.

Proses pengurusan pembangunan gedung sekolah ini pun tidak mudah. Pihak sekolah terus melakukan koordinasi dengan Pemkab Flotim dan Pemprov NTT demi mendapat titik terang pendirian sekolah di lahan yang baru.

Selaku Kepala Sekolah, Kor juga sudah berkonsultasi dengan Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Pemprov NTT yang punya wewenang mengurusi SMA/SMK serta Badan Pengelola Aset Daerah (BPAD) Pemprov NTT soal kepengurusan aset daerah. Kor ingin sekali bertemu dengan Gubernur NTT dan membicarakan masalah ini supaya bisa dicarikan solusi terbaik.

Meski diakuinya kondisi memprihatinkan ini tak menyurutkan semangat dan kinerja guru, pihak sekolah tetap mendapatkan banyak kendala juga di lapangan.

"Kendalanya itu kami punya kegiatan ekstra-kurikuler dan co-kurikuler (bimbingan belajar) terhambat, fasilitas ruangan laboratorium tidak ada. Alat-alat ada tapi karena ruangan khusus tidak ada jadi tidak bisa simpan alat alat itu.

Tapi itu semua tidak jadi halangan bekerja bagi para guru. Guru guru begitu semangat untuk mengajar demi masa depan anak-anak."

Kualitas SMAN 1 Adonara Timur Tetap Terjaga

Walau sudah tak punya gedung sekolah lagi, kualitas SMAN 1 Adonara Timur justru semakin mentereng. Sekolah ini sudah terakreditasi A dan jumlah siswa yang mendaftar juga selalu mengalami peningkatan dari tahun ke tahun.

Wakil Kepala Sekolah Bidang Kehumasan, Lambertus Muda menuturkan sekolah itu hanya mengalami pengurangan jumlah peserta didik hanya pada tahun 2013 atau setahun setelah pecah konflik dua desa dan mereka berpindah gedung.

Namun sampai sekarang, jumlah siswa yang mendaftar bahkan meningkat terus dari tahun ke tahun. Hal ini, kata dia, membuktikan kalau publik masih memiliki kepercayaan tinggi pada sekolah itu.

Di balik keterbatasan sarana dan pra sarana, dia bersyukur para guru masih punya dedikasi tinggi dan tanggungjawab penuh pada anak didik mereka.

"Pembelajaran untuk anak SD berlangsung dari pagi sampai pukul 12.15 Wita. Setelah itu SMAN 1 Adonara Timur mulai apel dari 12.15 Wita dan pada 12.30 Wita baru mulai pembelajaran," rincinya.

Praktis, alokasi waktu satu mata pelajaran untuk SMA/SMK yang seharusnya 45 menit harus berkurang menjadi 40 menit. Para siswa pun baru pulang dari sekolah pada pukul 17.25 Wita. Tak hanya masalah waktu, para guru dan siswa SMAN 1 Adonara Timur pun harus berbagi sekat dengan guru dan siswa SDN Waiwerang dan SDI Waiwerang.

"Dengan dana komite kami bangun lagi empat ruang kelas baru setengah tembok. Aula SD dibagi jadi empat ruangan: dua ruang kelas, satu ruang guru dan ruang perpustakaan. Sekarang
saja sudah ada 21 rombel. Guru berjumlah 53 orang termasuk PNS dan honorer. Siswa sekarang berjumlah 670 orang."

"Kepercayaan publik begitu tinggi meski ruangan tidak ada dan output sekolah ini tetap bagus, lulusan Smansa diterima di Perguruan Tinggi Negeri di Jawa, Kalimantan dan di Kupang. Sekarang saja yang sudah lolos SBMPTN ada 39 siswa yang diterima di Perguruan Tinggi Negeri dari angkatan 2019.

Dari total itu, ada 28 siswa dapat beasiswa bidikmisi karena pihak sekolah sendiri yang fasilitasi," urainya. (Laporan Reporter POS-KUPANG.COM, RICKO WAWO)

Berita Terkini