Pernah Berseteru dengan Ahok, Anggota BPK Rizal Djalil kini Tersangka Dugaan Suap SPAM
POS KUPANG.COM -- Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menetapkan anggota Badan Pemeriksa Keuangan RI (BPK RI) Rizal Djalil (Riz) sebagai tersangka dalam kasus dugaan suap terkait Sistem Penyediaan Air Minum (SPAM) di Kementerian PUPR.
Selain Rizal Djalil, KPK juga menetapkan Komisaris Utama PT Minarta Dutahutama (PT. MD) Leonardo Jusminarta Prsetyo (LJP).
"KPK membuka penyidikan baru dengan dua orang tersangka," ujar Wakil Ketua KPK Saut Situmorang dalam jumpa pers di Gedung KPK, Kuningan, Jakarta Selatan, Rabu (25/9/2019).
Saut mengatakan, Rizal Djalil diduga menerima aliran dana sebesar SGD 100 ribu dari Leonardo.
Uang tersebut diberikan Leonardo lantaran Rizal membantu perusahaan milik Leonardo untuk mendapatkan proyek SPAM jaringan Distribusi Utama (JDU) Hongaria dengan pagu anggaran Rp 79,27 miliar.
"Proyek SPAM JDU Hongaria tersebut dikerjakan oleh PT MD," kata Saut Situmorang.
Menurut Saud, perkenalan antara Rizal dan Leonardo sendiri terjadi di Bali pada sekitar tahun 2015 atau 2016. Perkenalan mereka melalui seorang perantara. Saat itu, Leonardo memperkenalkan diri sebagai kontraktor proyek di Kementerian PUPR.
Saut menambahkan, melalui seorang perantara, Leonardo menyampaikan akan menyerahkan uang Rp 1,3 miliar dalam bentuk Dolar Singapura untuk Rizal melalui pihak lain.
"Uang tersebut pada akhirnya diserahkan pada RIZ (Rizal) melalui salah satu pihak keluarga yaitu sejumlah SGD 100 ribu dalam pecahan SGD 1.000 atau 100 lembar di parkiran sebuah pusat perbelanjaan di Jakarta Selatan," kata Saut.
• Ibu Kandung Nekad Berhubungan Badan dengan Anak, Karena Suami Tak Jantan Lagi, Siapa yang Duluan?
• BREAKINGNEWS: Sebuah Gudang Material Bagunan di Kota Bajawa Ludes Terbakar
• Jadi Temuan BPK Pengguna Anggaran di Ende Ambil Langkah Konstruktif
Atas perbuatannya, sebagai pihak yang diduga penerima Rizal disangkakan melanggar pasal 12 huruf a atau b atau Pasal 11 Undang-undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan Undang-undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.
Sedangkan, Leonardo sebagai pihak yang diduga Pemberi disangkakan melanggar pasal 5 ayat (1) huruf a atau pasal 5 ayat (1) huruf b atau Pasal 13 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.
Profik Rizal Djalil
Wakil Ketua KPK Saut Situmorang, mengatakan, penetapan tersangka ini merupakan pengembangan kasus SPAM yang melibatkan sejumlah pejabat Kementerian PUPR yang terbukti menerima suap.
Sebagai pihak yang diduga menerima suap, Rizal dianggap melanggar Pasal 12 huruf a atau b atau Pasal 11 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.
Lalu, bagaimana profil Rizal hingga kini ditetapkan sebagai tersangka? Rizal Djalil merupakan Anggota IV Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) yang lahir pada 20 Februari 1956 di Kabupaten Kerinci, Jambi.
Ayah lima anak itu merupakan doktor lulusan Universitas Padjajaran, Bandung Jawa Barat. Rizal pernah menjadi anggota Komisi IX DPR periode 1999 hingga 2004 dan Komisi XI DPR 2004-2009 yang menangani keuangan dan perbankan.
Tahun 2005, Rizal juga pernah menjabat sebagai Ketua Fraksi PAN DPR RI. Ia pernah bekerja pada program penanggulangan kebutaan pada anak pra-sekolah, di bawah Hellen Keller Internasional, Jakarta dari tahun 1982-1983.
Karier di BPK Perjalanan karier di BPK, Rizal ditetapkan sebagai Ketua BPK pada 22 April 2014 untuk menggantikan Hadi Poernomo yang pensiun pada 21 April 2014.
Sebelum menjabat sebagai Ketua BPK, Rizal adalah Anggota VI BPK RI Pemeriksaan Daerah Timur.
Ia diangkat menjadi anggota BPK pada 19 Oktober 2009 dan memasuki batas purna bakti di tahun yang sama ketika ia diangkat menjadi ketua.
Selama di BPK, Rizal pernah memprakarsai dan memimpin audit atas Dana Otonomi Khusus Papua tahap I pada tahun 2002 hingga 2010, dan tahap II tahun 2011 dan 2012.
Ia juga pernah memimpin audit pengadaan barang dan jasa pada Universitas Indonesia tahun 2010 dan 2011. Lainnya, memimpin audit atas pembangunan fasilitas produksi vaksin flu burung tahun 2008 hingga 2011.
Ahok Serang dan Tantang BPK
Sebelumnya Basuki Tjahaja Purnama semasa menjabat Gubernur DKI Jakarta (Ahok) melontarkan kata-kata yang menyerang Badan Pemeriksa Keuangan (BPK).
Catatan tribunnews.com, saat akan diperiksa KPK, Selasa (12/4/2016) Ahok menyebut BPK ngaco.
Hal tersebut menyikapi audit BPK yang menyebutkan menemukan enam indikasi pelanggaran yang dilakukan dan diduga menyebabkan keuangan negara dirugikan.
"Makanya itu kan audit BPK dan KPK sudah pernah audit investigasi ya kan? sekarang saya pengen tahu KPK mau nanya apa. Orang jelas BPK-nya ngaco begitu kok," kata Ahok.
Kemudian,usai diperiksa KPK pada hari yang sama Ahok menuding BPK menyembunyikan kebenaran.
"Yang pasti saya bilang BPK menyembunyikan data kebenaran. BPK minta kita melakukan sesuatu yang enggak bisa kita lakukan," katanya
"BPK minta batalkan transaksi beli rumah sakit. Mana bisa?" lanjut dia.
Rabu (13/4/2016) Ahok kembali meluapkan kekesalannya atas bergulirnya kasus pembelian lahan RS Sumber Waras yang kini bergulir di Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).
Ahok memaparkan pembelian lahan seluas 3,6 hektar itu telah sesuai dengan Rencana Panjang Jangka Menengah Daerah (RPJMD) DKI 2013-2017.
Pembelian lahan untuk pembangunan rumah sakit kanker dan pelayanan perawatan paliatif. Pasalnya penderita kanker di Jakarta jauh meningkat.
Dikutip dari Tribunnews, Ahok mengaku heran sekaligus kecewa. Pembelian lahan yang seharusnya tidak bermasalah, tapi dipermasalahkan oleh berbagai pihak diantaranya Badan Pemeriksa Keuangan (BPK).
"Mau bangun rumah sakit kanker disebut masalah. Gua dipanggil-panggil soal sumber waras. Memang negeri ini gila," imbuh dia.
Dahi Ahok mengerut dan suaranya meninggi saat menunjukan bukti surat yang pernah disampaikannya kepada Badan Pemeriksa Keuangan (BPK).
Surat itu untuk menanggapi hasil audit BPK terkait pembelian sebagian lahan Rumah Sakit Sumber Waras.
Surat dikirimkan Ahok kepada BPK pada 3 Agustus 2015.
"Saya tulis laporan atas hasil pemeriksaan. Saya tulis semua nih. Ini yang dimaksud sesuai undang-undang? Saya lakukan BPK," ujar Ahok seraya menunjuk secarik kertas berisikan surat protes yang dilayangkan kepada BPK.
Ahok mengatakan pihaknya sudah berkirim surat kepada BPK karena tidak puas dengan laporan hasil pemeriksaan (LHP).
BPK dalam auditnya menyebut laporan keuangan Pemerintah Provinsi DKI Jakarta 2014 mendapatkan opini Wajar dengan Pengecualian (WDP).
Saat itu BPK menemukan permasalahan terhadap pengelolaan sejumlah aset milik pemerintah Jakarta.
BPK mendapat 70 temuan dalam laporan keuangan daerah senilai Rp 2,16 triliun.
Satu diantaranya, pengadaan lahan Rumah Sakit Sumber Waras di Jakarta Barat yang dinilai tidak melewati proses pengadaan memadai. Nilai kerugiannya terindikasi Rp 191 miliar.
Ahok tidak terima dengan audit BPK tersebut.
Sehingga telah berkirim surat keberatannya kepada Ketua Majelis Kehormatan Kode Etik BPK.
"Saya tulis laporan atas hasil pemeriksaan. Saya tulis semua begitu lengkap keberatan dan tanggapan atas substansi terhadap temuan pemeriksaan pengadaan lahan Sumber Waras sebagaimana terlampir," ucap Ahok.
Surat tersebut dibalas Majelis Kehormatan Kode Etik BPK RI pada 18 Agustus 2015, berisi janji akan memintai keterangan Ahok terkait hal tersebut.
Tapi hingga saat ini, Ahok tidak kunjung dipanggil Majelis Kehormatan Kode Etik BPK RI.
"Surat tersebut sudah tercatat dengan nomor pelapor akan dipanggil untuk dimintai keterangan. Sampai hari ini Agustus sampai April. Delapan bulan tidak manggil saya, terus bilang saya enggak ngikutin UU, Ini apa bos! BPK, lu kira gue takut!" kata Ahok seraya menunjukan kertas lagi.
Sebelumnya BPK memberikan tanggapan atas kekecewaan Ahok.
Kepala Direktorat Utama Perencanaan Evaluasi dan Pengembangan Keuangan Negara BPK RI Bahtiar Arif mengatakan pihaknya membuka luas ketentuan perundang-undangan jika ada yang tidak puas dengan hasil pemeriksaan mereka.
"Apabila ada pihak-pihak yang tidak puas dengan hasil pemeriksaan BPK, silakan tempuh jalur yang ada," katanya di Kantor BPK RI, Jakarta, Rabu (13/4/2016).
Dia menjelaskan bahwa jika ada pihak yang tidak puas, bisa menggugat di Komite Etik BPK atau menempuh jalur hukum.
Nantinya Komite Etik akan memberikan sanksi kepada auditor di BPK RI yang dinilai telah salah melakukan audit atau melanggar prosedur. (Tribunnews.com/Dennis/ Amriyono/ eri komar sinaga)
Artikel ini telah tayang di Tribunnews.com dengan judul Anggota BPK RI Rizal Djalil Jadi Tersangka Kasus Suap Proyek Air Kementerian PUPR, dan
di Kompas.com dengan judul "Profil Rizal Djalil, Anggota BPK yang Ditetapkan sebagai Tersangka Dugaan Suap SPAM",
dan Tribunnews.com dengan judul Ahok Serang dan Tantang BPK,