Renungan Harian Kristen Protestan

Renungan Harian Kristen Protestan Sabtu 13 Juli 2019 ''Apakah Anda Layak Disebut Pemimpin?''

Editor: maria anitoda
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Renungan Harian Kristen Protestan Sabtu 13 Juli 2019 ''Apakah Anda Layak Disebut Pemimpin?''

Ia merangkum kata-kata pembangkit semangat dalam Kis 27:25. Kejujuran Paulus menjadi landasan untuk mengukuhkan kepercayaan orang-orang terhadap dirinya (hal. 45)

Seorang pemimpin bersikap optimis dan bersemangat

Semangat dan optimistis dapat mengilhami para pengikut. Manusia secara alamiah mengikuti seorang pemimpin yang dapat membangkitkan pengharapan.

Sebaliknya, menjauhi orang yang senantiasa bersikap pesimis. Ada satu hal lain yang membangkitkan pengharapan dan mendorong semngat dalam diri Paulus adalah ia melihat segenap situasi yang ada sebagai kesempatan untuk memperkenalkan Allah kepada orang-orang yang belum percaya.

Keberadaan Paulus dalam kapal memberkati orang lain yang berada dalam kapal tersebut (hal. 47)

Seorang pemimpin tidak pernah kompromi untuk hal yang bersifat mutlak

Kepemimpinan sejati teruji dan terbukti di tengah krisis.

Pemimpin sejati adalah orang yang dapat menangani stress. Ia adalah orang yang dapat memecahkan persoalan, menanggung beban, mencari pemecahan dan meraih kemenangan disaat orang lain hanya bisa kebingungan.

Bagi Paulus, jika Allah sudah menyampaikan sesuatu, tidak ada yang dapat menawar.

Tidak ada kompromi untuk sesuatu yang bersifat prinsip.

Bagi pemimpin rohani, segala sesuatu hal yang berkaitan dengan landasan moral dan etika dan apa yang sudah dikukuhkan oleh Firman Allah berlaku mutlak dan karenanya tidak dibenarkan untuk berkompromi.  (hal 63)

Seorang pemimpin memusatkan perhatian pada sasaran bukan halangan

Ketika menghadapi badai, Paulus menyampaikan kata-kata penuh semangat dan tidak gentar terhadap halangan yang paling mengerikan sekalipun.

Ia tetap pada sasaran sekalipun ia sedang menghadapi  berbagai tantangan. (hal 66).

Seorang pemimpin menguatkan dan memberdayakan orang lain melalui teladan hidupnya

Di tengah situasi di mana semua orang biasanya menjadi patah arang atau menyerah Paulus mengambil alih tugas dan tampil sebagai teladan bagi semua orang yang terpanggil sebagai pemimpin.  (hal. 68).

Bagian kedua dari buku ini didasarkan pada surat  2 Korintus. Masalah yang muncul di gereja Korintus adalah terkait masalah perpecahan dan pertikaian yang dilatarbelakangi oleh iri hati dan perselisihan.

Dengan demikian masalah yang terjadi tidak berpangkal dari kegagalan di dalam kepemimpinan Paulus, Apolos atau Petrus.

Mereka semua adalah orang saleh yang bekerja sebagai sebuah kesatuan dan untuk satu tujuan dan semuanya membagikan iman yang sama, meskipun gaya mereka dalam kepemimpinan berlainan. Masalahnya ada di keduniawian di dalam gereja.

Perpecahan di dalam gereja mencerminkan kekosongan kepemimpinan yang berlarut-larut di Korintus (hal. 81)

Bagian kedua ini melanjutkan prinsip kepemimpinan sejati berdasarkan pada Rasul Paulus yakni :  

Seorang pemimpin memupuk kesetiaan para pengikutnya

Hal ini bukan karena ego untuk dipuji (2 Korintus 12:11). Paulus ingin mereka bersikap loyal pada kebenaran yang telah ia ajarkan.

Kesetiaan merupakan suatu kebajikan yang mulia. Alkitab menjujung tinggi prinsip kesetiaan. Kesetiaan sangat dibutuhkan dalam kepemimpinan.

Seorang pemimpin yang bijak memupuk kesetiaan dalam bersikap setia, yaitu setia kepada Tuhan, setia kepada kebenaran dan setia kepada orang-orang yang dipimpinnya.

Kepemimpinan bertumpu pada kepercayaan, dan kepercayaan dipupuk melalui kesetiaan (hal. 86).

Seorang pemimpin memiliki empati terhadap orang lain

Empati adalah kemampuan untuk ikut merasakan apa yang sedang dirasakan orang lain (Ibr 4:15). Empati mutlak diperlukan agar seseorang sungguh-sungguh dapat berbelas kasihan, peka, memahami keadaan orang lain dan menghiburkannya.

Para Pemimpin harus berlapang dada atas kegagalan orang-orang yang dipimpinnya. Kepemimpinan dalah tentang orang, bukan sekedar sasaran dan strategi yang mandul, yang biasanya hanya ditulis diatas kertas (hal. 90).

Seorang pemimpin menjaga nuraninya tetap bersih

Paulus menunjukkan ketulusannya sebagai pembawa berita Injil, yang senantiasa benar dan layak dipercayai. Nurani berkaitan dengan pengetahuan diri, khususnya kesadaran diri secara moral.

Nurani sama sekali tidak pernah keliru. Paulus sangat menjujung tinggi dan mementingkan nilai nurani yang murni (hal. 98).

Seorang Pemimpin harus bersikap jelas dan tegas

Pemimpin yang baik harus mampu mengambil keputusan dengan pikiran yang jernih, dilandasi sikap roaktif, dan mengacu pada penyelesaian masalah.

Paulus selalu bersikap tegas dan jelas dalam menghadapi kasus yang berkembang di Korintus (hal. 101)

Seorang pemimpin harus tahu kapan harus berubah pikiran

Pemimpin memang harus tegas dan jelas dalam mengambil keputusan namun mereka tidak boleh kaku : tidak bisa berubah.

Ujian terbaik dari hikmat seorang pemimpin tidak selalu bergantung pada baik buruknya keputusan pertama yang ia buat.

Semua orang pernah mengalami keputusan yang keliru, namun seorang pemimpin yang baik tidak akan menulang keputusan yang buruk (hal. 102).

Seorang pemimpin tidak menyalahgunakan kewenangannya

Paulus memegang kewenangan rasuli yang sah atas jemaat Korintus. Paulus menerima otoritas itu dari Allah yang ia wujudkan dalam gaya pengembalaan, bukan dengan kelaliman.

Paulus memberi nasehat kepada jemaat Korintus melalui surat  dengan bahasa yang  jelas dan dengan pilihan kata yang baik.

Itu pendekatan yang bijak. Paulus terlihat jelas : kesetiaan, empati, belas kasih, kelembutan, komunikasi yang jelas dan kejujuran yang tidak dipoles (hal. 106)

Seorang pemimpin tidak meninggalkan perannya disaat ada tantangan dari pihak lain

Paulus tidak mencari pembelaan diri. Ia tidak memegahkan diri sendiri kecuali nama Kristus. Paulus menjawab fitnah dari pihak musuh, kalau tidak jemaat Korintus jatuh ke tangan guru palsu.

Paulus mebiarkan jemaat Korintus membiarkan mereka memikirkan sendiri jawaban untuk pertanyaannya sendiri dan ia tidak menyombongkan kebajikan pribadinya (hal. 114).

Seorang pemimpin yakin akan panggilannya

Seorang yang tidak pernah yakin akan panggilannya tak mungkin bisa menjadi pemimpin yang mantap dan berhasil. Tak ada yang lebih menghancurkan wibawa kepemimpinan dibanding keraguan.

Paulus tidak pernah goyag dalam keyakinannya bahwa Allah telah memanggilnya menjadi seorang rasul (hal. 122).

Seorang pemimpin tahu keterbatasannya

Banyak pemimpin dunia selalu tampil sok, egois dan mengagungkan diri sendiri. Pemimpin yang lupa kelemahannya sendiri pada akhirnya akan jatuh.

Paulus mendapat kekuatan dengan mengingat kelemahannya sendiri. Itulah yang membuat dirinya lebih bergantung pada kekuatan Allah (2 Korintus 12:10).

Seorang pemimpin yang cakap tidak perlu terlalu mengkuatirkan dirinya sehingga harus memamerkan embel-embel pangkat atau status yang melekat padanya.

Seorang pemimpin dilihat dari karakternya yang terpuji (hal. 127).

Seorang pemimpin harus tahan banting

Pemimpin yang tahan banting ibarat bejana tanah liat. Pemimpin yang tahan banting adalah ciri yang serasi untuk dipasangkan dengan ciri kerendahan hati atau kesederhanaan.

Seorang pemimpin sejati  pasti siap menghadapi berbagai ujian yang datang tiada henti (hal. 146).

Seorang pemimpin memiliki gairah

Setiap pemimpin harus memiliki gairah, yakni semangat yang menyala-nyala demi kebenaran, memiliki kasih yang mendalam, berkobar dan setia kepada Kristus (hal. 158)

Seorang pemimpin harus berjiwa pemberani

Seorang yang tidak berani menyatakan dasar keyakinannya tidak mungkin tampil sebagai pemimpin yang berhasil. Paulus sendiri tidak pernah menunjukkan tanda-tanda takut atau rasa malu.

Sebaliknya , keberaniannya mencuat dengan sangat menonjol dalam 2 Korintus 10:2 (hal. 170).

Seorang pemimpin harus jeli

Prinsip ini harus dimiliki oleh seorang pemimpin karena Paulus memperingatkan tentang peperangan rohani. Seorang pemimpin harus mempersiapkan diri dengan memahami Firman Allah (Titus 1:9) (hal. 177)

Bagian ketiga berisi tentang syarat apa saja yang dibutuhkan oleh seorang pemimpin agar layak untuk memimpin. Syarat-syarat tersebut merupakan prinsip kepemimpinan selanjutnya yakni  :

Seorang pemimpin harus memiliki disiplin diri

Pengendalian diri mutlak diperlukan agar seseorang dapat mencapai keberhasilan yang lestari dalam setiap perjuangan hidup.

Paulus menggambarkan hidupnya seperti seorang olehragawan yang berlomba (1 Kor 9:24-27). Harga dari kemenangan adalah disiplin.

Pemimpin yang memiliki disiplin diri harus memiliki pengendalian diri, rela berkorban dan kemauan untuk bekerja keras.

Daftar kepemimpinan dan kedisiplinan : Tata diri,gunakan waktu dengan bijaksana, carilah sesuatu yang membangun jiwa, perhatikan hal-hal yang biasanya dianggap sepele,menerima tanggung jawab tambahan, jika sudah memulai sesuatu tuntaskan, tepati janji, katakan tidak pada diri sendiri (hal. 187).

Seorang pemimpin selalu tampil bertenaga

Seorang pemimpin, seperti seorang atlet terbaik mana pun tidak boleh berjalan keluar dari tengah lintasan di tengah serunya perlombaan.

Paulus berkata ia tidak ingin menjadi seperti orang yang lantang meneriakkan aturan namun kemudian gagal karena ia sendiri yang melanggarnya (hal 200)

Seorang pemimpin tahu cara membagi tugas kepada orang lain

Paulus mendorong Timotius untuk membangkitkan calon-calon pemimpin (2 Tim 2:2). Salah satu manfaat pelimpahan tugas adalah membantu memperlengkapi orang lain agar cakap memimpin.

Pemimpin yang menjalankan skema rencana yang diajarkan Paulus pasti akan mencetak lebih banyak pemimpin baru (hal.219).

Seorang pemimpin harus menyerupai  Kristus

Model teladan yang sempurna dari kepemimpinan yang sejati adalah Sang Gembala Agung , yaitu Kristus. Mari belajar dari Paulus : “Tetapi siapakah yang sanggup menunaikan tugas yang demikian?”(2 Kor 2:16)  kita tahu jawabannya : “Kesanggupan kami adalah pekerjaan Allah” (3:5) (hal. 226).

Buku diakhiri dengan memuat daftar orang yang dekat dengan Paulus, walaupun hidup Paulus berakhir dengan hukuman mati, tetapi bukan berarti ia gagal dalam kepemimpinannya.

Daftar orang yang dekat dengannya memberi kesaksian bagaimnan Paulus membangun tim pelayanan, mengalami pengkhiatan, mendapat ujian dan akhirnya meraih kemenangan.

Menanggapi buku dari John Mc Arthur menurut saya sebagai pemimpin dalam Gereja buku ini menolong kita untuk menemukan dan membangun karakter yang terpuji sebagai seorang pemimpin.

Melalui buku ini kita belajar bahwa kepemimpinan bukan berasal dari bakat, jabatan saja atau juga bukan kharisma belaka, kepemimpinan juga bukan soal kekuasaan, tetapi juga menyangkut aspek-aspek karakter dan spiritual.

Dengan demikian seorang pemimpin sebagai manusia tidak saja mengenal kekuatannya tetapi juga sadar bahwa dirinya adalah manusia yang penuh dengan kelemahan sehingga melahirkan pengakuan seperti yang difirmankanNya : “Tetapi siapakah yang sanggup menunaikan tugas yang demikian?”(2 Kor 2:16)  kita tahu jawabannya : “Kesanggupan kami adalah pekerjaan Allah” (3:5).


Mahasiswa Pasca Sarjana UKAW Kupang, Pendeta GMIT dan Ketua Klasis Amanuban Tengah Selatan, TTS.

Berita Terkini