Renungan Harian Kristen Protestan, Rabu 29 Mei 2019
Oleh: Pdt. DR Mesakh A.P. Dethan, MTh, MA
Tidak Hanya Dengar, tapi Dengar-dengaran
Ada sebuah filosofi "1000 kata mutiara dapat dikalahkan dengan 1 tindakan nyata". Orang akan jauh lebih menghargai kita melakukan suatu tindakan nyata dari pada kita hanya menyampaikan banyak nasehat,
tetapi kita tidak pernah melakukan nasehat-nasehat yang kita sampaikan itu. Satu perbuatan jauh lebih berharga dari seribu kata-kata.
Tuhan Yesus mengajarkan kita untuk berbuat baik dan bukan hanya teori, karena orang Kristen adalah garam dunia dan terang dunia.
Artinya kita harus memiliki kehidupan yang berbeda dan berdampak bagi dunia. Inilah juga yang menjadi perhatian dari penulis Kitab Yakobus seperti dalam bacaan kita hari ini Yakobus 1:19-27.
Satu kata Yunani yang penting dalam teks ini adalah akouw ("mendengar"). Mendengar itu jauh lebih mudah ketimbang "melakukan".
Bagi Yakobus mendengar memang baik, tetapi jangan berhenti di situ saja, lakukanlah apa yang telah kita dengar."
Kekristenan adalah agama dengan tindakan. Betapapun pentingnya mendengar (Bandingkan Yakobus 1:19), orang jangan berhenti di sini.
Tindakan harus merupakan kelanjutan dari pendengaran. Menjadi pendengar saja merupakan sebuah bentuk menipu diri. Masuk telinga kanan keluar lewat telinga kiri.
Menurut Ronald A. Ward (Ronald A. Ward, James, dalam New Bible Commentary, Third Edition, Guthrie, dkk, Inter Varsity Press, Leicester-Endgkand, 1970, hlm., 1225) ada tiga ungkapan menarik yang menghubungkan seluruh makna teks
yakni cepat untuk mendengar (Yakobus 1:21-25), lambat untuk berkata-kata (Yakobus 1:26 dyb) dan lambat untuk marah (Yakobus 1:20).
Orang beriman diminta untuk cepat mendengar Firman Allah, ajaran dari para rasul atau guru-guru Kristen bagi pertumbuhan imannya dan tetap tinggal di dalam Kristus (Bandingkan Yohanes 15:1-10).
Istilah menarik lainnya dalam teks ini adalah nomon teleion ton tes eleutherias (bahasa Yunani artinya hukum yang sempurna yaitu "hukum yang memerdekakan orang (Yakobus 1: 25).
"Tetapi barangsiapa meneliti hukum yang sempurna, yaitu hukum yang memerdekakan orang, dan ia bertekun di dalamnya, jadi bukan hanya mendengar untuk melupakannya, tetapi sungguh-sungguh melakukannya, ia akan berbahagia oleh perbuatannya".
Dalam kebebasannya orang beriman mendengar dan menaati kehendak Allah. Bukan dalam tekanan dan paksaan.
Penekanan ini bukan hal baru dalam Perjanjian Lama telah disebutkan dalam Mazmur 119:45, "Aku hendak hidup dalam kelegaan, sebab aku mencari titah-titah-Mu."".
Kebebasan untuk taat kehendak Kristus dan bukan untuk melanggarnya.
Termasuk kebebasan untuk memilih hubungan pergaulan, kebebasan untuk memilih bacaan yang hendak dibaca atau tontonan yang ingin ditonton.
Akan tetapi kebebasan itu tidak boleh merusak kebebasan kita untuk setia kepada kehendak Kristus. Kebebasan untuk melindungi diri dari segala jenis godaan dan kesesatan.
Orang beriman dalam kebebasannya juga berada dalam kesadaran penuh untuk tidak mengizinkan jenis kekotoran atau kebrobrokan moral apa pun merasuk ke dalam rumah-tangganya,
termasuk bahasa yang tidak senonoh, fitnah, perilaku curang atau diam terhadap kejahatan karena keberpihakan pada idialisme tertentu, yang sebetulnya mendukakan Roh Kudus dan melanggar kehendak Allah bagi umat-Nya.
Firman Allah memperingatkan kita, "5 Karena ingatlah ini baik-baik: tidak ada orang sundal, orang cemar atau orang serakah, artinya penyembah berhala, yang mendapat bagian di dalam Kerajaan Kristus dan Allah.
6 Janganlah kamu disesatkan orang dengan kata-kata yang hampa, karena hal-hal yang demikian mendatangkan murka Allah atas orang-orang durhaka 7 Sebab itu janganlah kamu berkawan dengan mereka. Efesus 5:6-7).
Akan tetapi faktanya kita seringkali memiliki kecenderungan untuk cepat berbicara tetapi lamban dalam hal mendengar. Mulut sangat aktif dan telinga pasif.
Padahal yang dituntut adalah keaktifan telinga dan kelambanan berbicara, sebab iman timbul dari pendengaran yang menuntun iman kepada Kristus. (Roma 10:17).
Faktanya kita lebih suka berbicara duluan baru kemudian berpikir. Orang Kupang bilang omong tidak pake otak, atau mulut tidak jaga badan, hehehe.
Antara mendengar Firman Tuhan dalam ibadah dan perubahan hidup memiliki korelasi.
Antara Hobby untuk menghadiri ibadah Kebaktian Penyegaran Iman (KPI) untuk mendengar para pembicara hebat dan bertumbuh dalam iman dan memperbaiki sifat-sifat buruk merupakan kesatuan erat.
Kesediaan untuk mendengar penting tetapi tidak pernah bertumbuh dalam iman dan tetap saja tidak mengalami perubahan hidup adalah kesia-siaan.
Menurut William Johnston "perubahan yang paling bermakna dalam hidup adalah perubahan sikap. Sikap yang benar akan menghasilkan tindakan yang benar".
Janji para pemimpin kepada umat atau orang-orang yang dipimpin bukanlah soal retorika, atau kata-kata indah yang mengundang tepuk tangan, tetapi tanggungjawab mewujudkannya.
Cinta suami pada istri atau sebaliknya bukan sebatas retorika dibibir tetapi tanggungjawab bersama mengelola rumah tangga, kesediaan bersama untuk mengurus anak-anak.
Menurut Dewi Lestari "cinta hanya retorika kalau tidak ada tindakan nyata".
Menurut Dietrich Bonhoefer moralitas kristen sejati bukan pada kepandaian berwacana tentang kebaikan, wacana tentang kesejahteraan bersama, tetapi tanggungjawab mewujudkanya.
Jika tidak kita hanyalah kaleng-kaleng alias tong kosong yang nyaring bunyinya.
"Sekalipun aku dapat berkata-kata dengan semua bahasa manusia dan bahasa malaikat, tetapi jika aku tidak mempunyai kasih, aku sama dengan gong yang berkumandang dan canang yang gemerincing." (1 Korintus 13:1).
Ini kritik kepada setiap pedato, cuap-cuap, janji manis tanpa aksi nyata. Banyak rapat tanpa keputusan-keputusan dan aksi-aksi kongkrit. Paling parah keputusan lain buat lain.
Setiap orang percaya dihadapkan pada tantangan yang tidak mudah karena dituntut untuk membuktikan firman Tuhan dalam kehidupan nyata, bukan hanya sekedar fasih mengucapkan Firman.
Tuhan menuntut kita untuk menjadi pelaku firman, bukan hanya pendengar! Kita bukan hanya dengar, tapi juga harus dengar-dengaran. Kita harus taat kepada FirmanNya.
"Tetapi hendaklah kamu menjadi pelaku firman dan bukan hanya pendengar saja; sebab jika tidak demikian kamu menipu diri sendiri" (Yakobus 1:22).
Joseph Campbell mengatakan bahwa kehidupanmu adalah buah dari tindakan yang kamu lakukan. Tidak ada yang bisa disalahkan selain dirimu sendiri.
Kegagalan atau keberhasilan kita bergantung pada banyak faktor, tetapi andil terbesar ada pada diri kita sendiri. Ketika gagal kita tidak berputus asa, tetapi ketika berhasil jangan sombong.
Setiap peristiwa dan cobaan pasti ada maksud Tuhan dibaliknya. Kita tinggal memilih berserah atau bersyukur. Dua hal yang saling berputar dalam hidup dan datang silih berganti terkadang tanpa kita duga. (*)