Opini Pos Kupang

Perempuan NTT di Persimpangan Jalan

Editor: Ferry Jahang
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Salah saat pekerja di sentra Tenun Ikat Ina Ndao sedang menenun.

Tenun juga sebagai salah satu warisan budaya leluhur yang mencerminkan jati diri bangsa atau setiap daerah dimana tenun tersebut dibuat.

Tenun memiliki nilai, makna, sejarah dari segi warna, motif dan bahan yang digunakan.

Selain itu sudah seharusnya menenun dimasukkan ke dalam kurikulum pembelajaran di sekolah atau semacam kegiatan ekstra kulikuler, supaya mengenalkan tenun ikat sejak dini pada generasi muda.

Seperti yang dimaksud oleh gubernur bahwa perda terkait perempuan NTT menenun dimaksudkan agar perempuan-perempuan di NTT dapat memiliki kemampuan dasar dan keutamaan dalam menenun kain tenun.

Pemikiran gubernur yang visioner ini tentunya beralasan, merujuk pada usaha untuk menjaga dan melestarikan kebudayaan lokal yang ada di NTT.

Seirama dengan deskripsi tersebut, perempuan NTT pada hakikatnya tidaklah asing dengan tenun ikat, sebab tenun ikat merupakan budaya yang secara turun-temurun diwariskan nenek moyang kita sampai saat ini.

Hanya saja wacana tentang perda perempuan NTT menenun perlu dikaji lagi sebab tidak semua perempuan NTT tahu menenun, apalagi dengan sanksi tidak boleh menikah bagi perempuan yang belum bisa menenun.

Ini seakan perempuan telah dilabeli dengan tanda penenun (perempuan yang tidak tahu menenun menjadi momok di masyarakat).

Antara Menjaga Budaya dan Ketidakadilan Gender

Masalah urgent yang patut kita pahami dalam rangka membahas tentang masalah perempuan adalah bagaimana kita mampu membedakan konsep seks (jenis kelamin) dan konsep gender (kontruksi sosial).

Pemahaman terkait kedua hal ini sangat dibutuhkan untuk melakukan kajian atau analisis dalam memahami persoalan mengenai ketidakadilan gender.

Wacana pergub tentang perempuan NTT menenun seperti mengingatkan kita kembali pada konsep gender yang selama ini sudah diperkenalkan.

Ketidakadilan gender termanifestasikan dalam beberapa bentuk keadilan yakni; marginalisasi perempuan, subordinasi, stereotype, memang sangat sensitif apabila dibawa ke dalam ranah publik.

Sehubungan dengan wacana pergub perempuan NTT menenun memberi gambaran bahwa di satu sisi kita ingin sekali menjaga kebudayaan kita yang selama ini menjadi primadona.

Namun di sisi yang lain kita seakan mau mengembalikan perempuan pada perannya sebagai kaum yang lemah dan hanya berorientasi pada hal-hal domestik atau rumah tangga saja.

Halaman
123

Berita Terkini