Terinspirasi dari para perawat, perusahaan ini kemudian mengembangkan produk konsumen komersial yang layak untuk perempuan di mana saja. Mereka kemudian berganti nama sebagai pambalut Kotex pada 1920.
• Unggah Foto Bareng BTS dan Ucap Terima Kasih, TXT Dapat Balasan Manis dari Jungkook
Pada masa itu, sebagian besar perempuan menggunakan kain flanel untuk mengatasi menstruasi mereka. Sayangnya, kain flanel memiliki harga cukup mahal untuk dijangkau semua kalangan.
Beberapa perempuan lain menggunakan sabuk mesnstruasi, yaitu pita perekat yang ditempatkan di bagian bawah bantalan untuk menempel pada pelana celana.
Namun, sabuk menstruasi ini cukup menyulitkan dipakai.
Hal tersebut membuat pembalut menstruasi dengan cepat mendapatkan popularitas.
Muncul Tampon dan Cangkir Menstruasi
Setelah berpuluh tahun tidak tergantikan, pada abad ke-21, muncul tampon dan cangkir menstruasi.
Cara ini sering dianggap lebih baik dibanding pembalit sekali pakai yang kerap menggunakan pemutih.
Selain itu, pembalut sekali pakai juga dianggap kurang ramah lingkungan. Beberapa perempuan memilih menggunakan cangkir menstruasi atau menstruation pad yang bisa dicuci kembali. (kompas.com)