POS-KUPANG.COM, KUPANG - Dekan Fakultas Kesehatan Masyarakat (FKM) Undana Kupang, Dr. Apris Adu, S.Pt, M.Kes mengatakan, limbah medis yang dihasilkan rumah sakit wajib ada pengelolaannya dan harus segera dimusnahkan.
"Tentunya itu merupakan tanggungjawab rumah sakit untuk mengolah dan menangani limbah medis. Itu wajib ada, tidak bisa tidak atau dispensasi dan lain sebagainya," tandas Apris saat dihubungi Jumat (11/1/2019) malam.
Menurutnya, pada prinsipnya semua limbah medis rumah sakit harus didata dengan baik sebelum dimusnahkan sehingga tidak berdampak kepada lingkungan dan masyarakat sekitar area pembuangan sampah medis.
• Dosen Politani Kupang Selingkuh Beri Pengakuan Mengejutkan Soal Kasusnya Usai Disidang
• Ramalan Zodiak Hari Ini Selasa 15 Januari 2019, Sagitarius No Pain No Gain!
• Jadi Drama Korea Pertama yang Tayang di Youtube, Ini 4 Fakta Drakor Top Management
Limbah medis, lanjut Apris, bila dibuang dalam jumlah yang banyak bisa mencemari lingkungan. Sumber air seperti sumur juga tercemar, apalagi saat ini musim hujan. Pencemaran air sumur diperkuat dengan hasil penelitian ahli yang menunjukkan pori-pori tanah di Pulau Timor masuk dalam kategori cukup besar sehingga rembesan airnya dapat berlangsung dengan cepat.
"Kita tahu bahwa hasil penelitian (dari Doktor Ataupah) bahwa memang pori-pori tanah di Pulau Timor ini cukup besar sehingga rembesan airnya itu cepat sekali," katanya.
"Ada kasus yang terjadi dimana sumur Tedens di Kelurahan Oeba (Kota Kupang) itu ditemukan oli, diduga (air yang tercampur oli) dari bengkel kendaraan bermotor yang berada pada ketinggian dari sumur itu dan merembes ke sumur," sebut Apris memberi contoh.
Apris menjelaskan dampak lain dari limbah medis, yakni masyarakat dapat menyalahgunakan obat-obatan yang telah kadaluwarsa yang sebenarnya harus dimusnahkan.
"Berbicara tentang limbah rumah sakit dapat disalahgunakan oleh masyarakat contohnya banyak terjadi bahan-bahan infus dipakai untuk pengisian air untuk tanaman, hal ini kan salah dalam penggunaannya. Begitupun dengan obat-obatan yang sudah kadaluwarsa bisa juga digunakan untuk hal-hal yang negatif di kalangan anak muda," katanya.
Selain itu, lanjut Apris, di tengah masyarakat juga banyak ditemukan obat-obatan kadaluwarsa yang ditemukan di kios-kios. "Ini juga bisa berasal atau diduga berasal dari limbah rumah sakit jika tidak dimusnahkan," ujarnya.
Jika rumah sakit dan pusat kesehatan lainnya belum memiliki wadah pembakaran sampah (insinerator) dapat melakukan pemusnahan limbah medis secara manual. Namun, harus sesuai tata cara pemusnahan limbah medis dan diawasi.
Menumpuk di Rumah Sakit
Seperti diberitakan, Bahan Beracun dan Berbahaya (B3) yang dihasilkan sepuluh rumah sakit pemerintah dan swasta di Kota Kupang mencapai 83 ton lebih. Jumlahnya terus bertambah sehingga terjadi penumpukan. Pengolalaan sampah medis kering ini tidak dilakukan secara baik lantaran tidak semua rumah sakit memiliki insinerator.
Rumah sakit terbanyak yang memproduksi limbah adalah RSUD Prof. Dr. WZ. Johannes Kupang mencapai 26.112,0 Kg atau 26 ton lebih. Kemudian disusul Rumah Sakit SK Lerik sebanyak 19 ton dan Rumah Sakit Tentara (RST) Wira Sakti Kupang dengan 10 ton lebih.
Sementara Rumah Sakit St. Carolus Boromeus dan Rumah Sakit TNI Angkatan Udara (AU) El Tari mampu mengolah limbah B3 karena punya insinerator atau alat pembakar sampah medis
Demikian data yang dirilis Dinas Lingkungan Hidup Provinsi NTT yang diterima, Jumat (11/1/2019). Limbah B3 yang dihasilkan rumah sakit merupakan akumulasi selama Januari-September 2018 yang sampai kini belum tertangani secara baik.
Limbah B3 adalah zat atau bahan-bahan lain yang dapat membahayakan kesehatan atau kelangsungan hidup manusia, makhluk lain, dan atau lingkungan hidup. Karena sifat-sifatnya itu, bahan berbahaya dan beracun serta limbahnya memerlukan penanganan yang khusus.
Jumat siang itu, Kepala Dinas Lingkungan Hidup Provinsi NTT, Drs. Benyamin Lola,
M.Pd datangi RSUD Prof. Dr. WZ. Johannes Kupang. Didampingi Kepala Seksi Pengolahan Sampah dan Limbah B3, Frans Tola, pria yang akrab disapa Beni menemukan limbah B3 menumpuk di sekitar ruangan Poli Anak dan Kebidanan.
Limbah B3 itu tidak berserakan. Diisi dalam dos, karung dan kantong plastik kemudian diletakkan tersusun. Ada juga yang ditutup dengan jaring biru. Di lokasi itu ada dua tumpukan besar limbah B3. Terdapat plang dengan tulisan dilarang masuk ke tumpukan limbah.
Setelah memantau, Beni Lola dan Frans Tola menemui Wakil Direktur Pelayanan RSUD Prof. Dr. WZ. Johannes Kupang, dr. Minah Sukri, MARS. Beni mengatakan, persoalan limbah medis menjadi perhatian serius Pemerintah Provinsi (Pemprov) NTT. Menurutnya, Pemprov NTT sudah dua kali menyurati Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan (LHK) RI.
Isi surat meminta rekomendasi pembakaran limbah B3 rumah sakit di Kota Kupang oleh PT. Sarana Agra Gemilang. Namun sampai saat ini belum ada jawaban. "Kami sudah dua kali bersurat ke Menteri LHK untuk meminta rekomendasi semacam penugasan kepada PT. Sarana Agra Gemilang untuk melakukan pembakaran limbah B3. Tapi sejauh ini belum ada rekomendasi dari Menteri LHK sehingga limbah-limbah itu masih menumpuk di rumah sakit," terang Beni.
Menurut Beni, surat pertama dilayangkan pada tanggal 11 April 2018, ditandatangani Gubernur NTT, Frans Lebu Raya. Sedangkan surat kedua tanggal 11 Oktober 2018 ditandatangani Gubernur NTT, Viktor Bungtilu Laiskodat.
Kepada Menteri LHK, Pemprov NTT menyampaikan kondisi limbah B3 di 12 rumah sakit dan kesulitan dalam pembakaran atau penghancuran. "Kecuali di Rumah Sakit St. Carolus Boromeus yang miliki insinerator sendiri dan memiliki izin dari Kementerian LHK. Namun insinerator itu hanya mampu menghancurkan 45 kg limbah/jam sehingga tidak memberi dampak pengurangan penumpukan limbah B3," kata Beni.
"Tumpukan limbah B3 dari 10 rumah sakit dari Januari 2018 sampai dengan akhir tahun 2018 mencapai 83,7 ton. Itu pun karena produksi limbah di Rumah Sakit St. Carolus Boromeus sebanyak 6.800.0 ton berhasil dibakar sendiri sehingga ada pengurangan tapi tidak berdampak untuk semua rumah sakit," tambahnya.
Dikatakannya, PT. Agra Sarana Gemilang telah menyanggupi untuk melakukan pembakaran atau penghancuran limbah B3 di Kota Kupang.
"Pihak Kementerian LHK RI sudah datang ke Kupang pda 30-31 Juli 2018 lalu dan melihat langsung kondisi limbah B3 di Kota Kupang, sekaligus melakukan pemantauan dan penilaian kinerja pengelolaan Limbah B3 termasuk potensi pengelolaan limbah B3 dengan karakteristik infeksius oleh PT. Sarana Agra Gemilang," ujarnya.
Limbah B3 di Kota Kupang sudah cukup memrihatinkan sehingga butuh penanganan darurat. Dia menyebut rata-rata produksi limbah B3 di 12 rumah sakit di Kota Kupang mencapai sekitar 400-an kg per hari. Paling banyak produksi limbah B3 adalah RSUD Prof. Dr. WZ Johannes Kupang, yakni berkisar 70-90 kg per hari.
"Kondisi ini butuh penanganan cepat sehingga kita harapkan pemerintah pusat dalam hal ini Kementerian LHK RI bisa jawab surat gubernur," imbuhnya.
Wakil Direktur RSUD Prof. Dr. WZ Johannes Kupang, dr. Aleta D. Pian mengatakan, untuk menangani limbah medis pihaknya tengah mewacanakan untuk bentuk Unit Pelayanan Teknis (UPT) sehingga dapat mengelola limbah medis.
"Selama ini berjalan (penanganan limbah medis), cuma mau percepatan supaya bisa semua yang ada dapat dibakar secara keseluruhan sambil mewacanakan membangun satu badan yang bisa mengelola limbah medis. Bukan saja RSUD WZ Johannes, tapi semua puskesmas dan tempat praktik yang menghasilkan limbah medis," kata Aleta saat ditemui di Aula Bappeda Provinsi NTT, Jumat sore.
Menurut Aleta, pihaknya sedang berusaha mencari jalan keluar untuk menyediakan insinerator guna menangani sampah medis yang masuk dalam kategori limbah B3.
Manajemen RSUD Prof Dr. WZ Johannes selama ini bekerjasama dengan Rumah Sakit St. Carolus Borromeus.
Menurut Aleta, limbah B3 berbahaya dan sangat infeksius bagi manusia bila dihirup. Jika pembakarannya tidak sempurna, maka asapanya bisa membuat masyarakat terkontaminasi.
"Tapi limbah kemoterapi lebih berbahaya lagi, ketika kita terkontaminasi, maka sel-sel kita akan rusak. Itu karena bersifat mutagenik karsinogenik artinya bisa mematikan sel-sel. Kami simpan dalam kantong. Kalau dibuang sembarangan itu yang berbahaya," katanya. (yel/kk/ii)