Laporan Reporter POS-KUPANG.COM, Ambuga Lamawuran
POS-KUPANG.COM | KUPANG - Kantor Rumah Detensi Imigran (Rudenim) Kupang didatangi para imigran, Selasa (23/10/2018). Puluhan imigran yang memadati halaman Rudenim Kupang, mengaku sebagai perwakilan dari 316 imigran yang berada di Kota Kupang.
Di bawah sebatang beringin rindang yang letaknya di samping kantor Rudenim Kupang, para imigran menyampaikan keluh-kesah tentang kondisi mereka melalui seorang penerjemah.
Dengan bahasa Indonesia yang cukup lancar, pria berbaju kuning yang telah dinobatkan sebagai penerjemah itu tidak bisa memberikan satu nama sebagai perwakilan dari para imigran.
"Mereka bilang tuntunan ini mengatasnamakan semua imigran di Kota Kupang," katanya dalam nada cukup pasti kepada POS-KUPANG.COM, Selasa (23/10/2018).
Maka, mulailah dia menerjemahkan ucapan-ucapan dari seseorang imigran lain yang terlihat lebih tua.
Kadang-kadang, untuk memastikan jawaban dari pertanyaan yang diberikan, dia bertanya kembali kepada imigran lain itu dalam bahasa Afghanistan. Namun secara keseluruhan, dia mampu menjelaskan dan menerjemahkan ucapan-ucapan dari imigran lain.
"Mereka mengatakan ingin dipindahkan dari Kota Kupang," katanya.
Tidak tanggung-tanggung, dia menambahkan bahwa semua imigran sejumlah 316 ingin dipindahkan ke kota lain.
"Karena di sini tidak ada Community House. Di kota lain, ada Community House. Kami mau dipindahkan, tergantung IOM," katanya.
Pernyataan Gubernur NTT, Viktor Bungtilu Laiskodat, yang tidak memberikan izin kepada anak-anak mereka mengenyam bangku sekolahan pun, mereka singgung.
"IOM bilang, gubernur larang anak-anak ke sekolah," tambahnya.
Kini, suara-suara dari beberapa imigran bersahut-sahutan. Semuanya dalam bahasa Afghanistan, menyampaikan sesuatu kepada penerjemah itu.
"Ada sekitar 40 anak usia sekolah. Kalau kami pindah ke tempat lain, kami bisa mendapatkan hak-hak kami," ujarnya usai mendengar secara jelas suara-suara imigran lain.
Hak-hak ini, selain sekolahkan anak, tapi juga menyangkut uang bulanan. Pria berbaju kuning itu menambahkan, di kota-kota lain, para imigran mendapatkan uang bulanan.
"Di sini kami tidak dapat. Kami hanya diberikan tempat tinggal. Seharusnya kami dapat Rp. 1.200.000 tiap bulan," ujarnya.
Karena itu, mereka telah bersepakat untuk dipindahkan ke mana saja, asal kebutuhan dan hak mereka dipenuhi.
"Di Makasar juga bisa. Di Jakarta juga bisa," kata penerjemah itu.(*)