Laporan Reporter POS-KUPANG.COM, Tommy Mbenu Nulangi
POS-KUPANG.COM | KUPANG - Circle Imagine Society (CIS) Timor dan Komunitas Peacemaker Kupang (Kompak) menggelar dialog interaktif tentang pilkada NTT.
Tema yang dibahas dalam dialog tersebut yakni " Menangkal Serangan Fajar Bernuansa SARA dan Money Politic Jelang Pilgub NTT 2018" yang berlangsung di Neo Aston Hotel Ballroom Kupang, Selasa (29/5/2018).
Dalam sambutannya, Direktur CIS Timor Haris Oematan mengatakan, setelah 20 tahun Indonesia berdemokrasi, proses penentuan pemimpin bukan lagi dari partai politik dan kelompok tertentu, namun semua orang dapat menentukan pemimpinnya.
Baca: Anak Jaksa Korban Penculikan Diserahkan ke Polresta Kupang Kota Malam Ini, Lihat Wajah Penculiknya
Dengan pemilihan langsung, kata Haris, saat ini para paslon sudah tidak lagi membayar langsung ke DPR untuk mendapatkan dukungan menunju kursi kepemimpinan.
Hal itu, kata Aris, bukan berarti pemilihan langsung tidak terjadi praktik money politic. Menurutnya, money politic masih terjadi dalam proses demokrasi di Indonesia.
"Dengan pemilihan langsung, paslon sudah tidak bayar lagi ke DPR, tapi sekarang tim pemenangan bayar juga kepada masyarakat. Strategi tipu masih meluas dan orang tidak kapok dengan tipu menipu," kata Haris sebelum membuka kegiatan.
Baca: Polisi Bekuk Pelaku Penculikan Bocah Richad Mantolas Setelah 30 Jam, Ini Inisial Dua Penculik
Permasalahan tersebut, kata Haris, mengundang pertanyaan, apakah teori demokrasi yang diterapkan selama ini salah atau mungkin harus diubah sistem pemilihannya.
Menurutnya, diolog interaktif tersebut dibuat untuk membahas bagaimana agar proses demokrasi politik di NTT bebas dari isu SARA dan money politic.
"Dengan dialog seperti ini, saya berharap agar energi positif ada dalam diakusi ini, agar dapat berkontribusi bagi pilkada di NTT, sehingga mahasiswa dan masyarakat dapat menentukan arah politik tanpa isu sara dan politik uang. Biar dunia mencatat, pilkada NTT tanpa sara dan politik uang," kata Haris.
Akademisi dari Unibersitas Kristen Kupang Ir. Zet Malelak, M.Si mengatakan, Indonesia belum sepenuhnya menjalankan sistem demokrasi yang sesungguhnya.
Menurutnya, masih banyak orang miskin dan orang bodoh di negeri ini yang diajak untuk berpolitik. Padahal orang-orang tersebut tidak dapat diajak untuk berpolitik.
"Orang miskin dan bodoh diajak politik tidak akan mungkin. Karena mereka tidak tahu mereka itu siapa. Orang miskin tidak bisa memilih pemimpinnya sendiri. Demikian juga dengan orang bodoh. Mereka harus dituntut untuk memilih," katanya.
Dalam pembahasan, Zet menyentil soal teori ekonomi. Dalam teori ekonomi, jelas Zet, uang, belanja, dan produksi tidak dapat dipisahkan. Menurutnya, ada uang, ada belanja, dan akan memicu produksi. Jika tidak ada uang, maka tidak ada uang, tidak ada belanja, dan tidak ada produksi.
"Jika pilkada tidak ada uang, maka banyak sekali rumah yang tidak memiliki uang, banyak petani yang tidak berkeinginan untuk tanam karena pertumbuhan produksinya tidak akan berkembang," jelas Zet.