POS-KUPANG.COM | Video heboh yang menyebar di publik memperlihatkan kemunculan seekor buaya di pantai yang disebut berada di pantai perikanan, tepatnya di bawah Cafe Tebing, Tenau-Kupang, NTT.
Video berdurasi sekitar 47 detik itu diunggah oleh seorang pria bersama teman-temannya. Video itu dibagikan ke sejumlah medsos.
Pada video tersebut, lelaki itu mengingatkan agar warga berhati-hati dan tidak mandi di laut.
Sebelumnya, Kepala BKSDA Provinsi NTT, Drs Tamen Sitorus, M.Sc melalui Kepala Sub Bagian Program Dan Kerjasama, Dadang Suryana mengatakan, korban jiwa akibat serangan buaya di NTT Tahun 2011 hingga 2017 sebanyak 41 orang dan di tahun 2018 ini sudah terjadi lima korban.
Dadang menjelaskan tahun 2012 ada dua orang, lalu meningkat menjadi tiga orang pada 2012, tahun 2013 dan 2014 masing masing ada delapan korban, tahun 2015 ada enam korban.
Baca: VIDEO : Heboh! Pria ini Lihat Buaya Merayap di dalam Air, di Pantai Cafe Tebing Kupang
Tahun 2016 ada 11 korban yang meninggal dan tahun 2017 turun drastis menjadi tiga korban dan tahun 2018 di awal tahun lumayan banyak, ada lima korban jiwa akibat buaya.
Pertama di Kabupaten Malaka dan di Belu serta ada juga dua korban yang tidak meninggal dimana sudah digigit tapi berhasil selamat yakni di Desa Pakubaun, Kecamatan Amarasi Timur.
Dadang menyebut untuk lokasi atau peristiwa hingga tahun 2017, di Sumba ada empat orang, Flores dua orang, Lembata lima orang dan Timor, Rote dan Semau sebanyak 30 orang.
Dijelaskan pada korban yang diserang ada berbagai aktivitas yakni paling banyak menangkap ikan de ganteng pukat sebanyak 11 korban atau 31 persen, diikuti menangkap ikan dengan pancing enam korban atau 17 persen, menangkap kepiting atau kerang lima korban atau 14 persen, mandi atau buang air empat orang atau 11 persen.
Sedang korban saat menangkap ikan dengan menyelam dua orang atau lima persen, menyeberang di kali dua orang atau lima persen, menangkap penyu atau hasil laut lainnya satu orang atau tiga persen, membuang sampah di laut satu orang dan tidak jelas tiga orang atau delapan persen.
Dadang mengatakan berdasarkan peta data potensi konflik, sejak lama BKSDA Provinsi NTT sudah melakukan langkah langkah jangka pendek dan jangka panjang.
"Jangka panjang kita lakukan penelitian karena berdasarkan peraturan Menteri Kehutanan nomor P. 48/Menhut-II/2008, diubah dengan permenhut nomor P. 53 Tentang penanggulangan konflik antara manusia dan satwa liar bahwa menangani konflik harus dilakukan pada akar permasalahan.
Baca: Netter Kesal: Tidak Masuk Akal Lucinta Luna Hamil Muda Asinya Sudah Keluar
Baca: Foto Lucinta Luna Beredar, Netizen Bandingkan dengan Foto Unggahannya di Instagram. Beda Jauh!
Baca: Tercyduk di Lift. Tengok Foto-foto Lucinta Luna. Aneh dan Bikin Netizen Ngakak!
"Bisa jadi buaya menyerang manusia misal karena habitat rusak lalu keluar. Buaya harus makan di habitatnya misal ikan tapi akhir dia keluar habitat dan bertemu dengan manusia," katanya.
Kemudian bisa jadi karena populasi buaya meningkatkan sehingga di habitat sudah terlalu banyak, makan tidak cukup akhirnya mengakibatkan korban manusia.
Menurut peneliti dari Australia Utara, ada empat penyebab buaya memangsa manusia.
Pertama buaya memakan manusia karena butuh makanan. Saat masih kecil makan cukup dengan yang kecil seperti ikan, kepiting, buaya lainnya.
Kemudian buaya semakin besar butuh makanan yang lebih besar seperti makan babi, sapi dan manusia salah satu potensi.
Kedua, buaya bersifat teritorial dan saat buaya ada di satu tempat siapapun yang masuk teritory dia maka dianggap musuh dan dia akan mempertahankan teritorinya.
Baca: Di Balik Ketampanannya, Ternyata Jungkook BTS Memiliki Kebiasaan Unik Ini. Iihh Pingin. . .
Baca: Terlihat Tampan Sempurna, Bagian Wajah V BTS ini Tuai Pujian Netizen, Kamu Setuju?
Baca: Foto Masa Kecil Bersama Sang Ayah Beredar, Netizen Sebut Jungkook BTS Racikan Sempurna
Termasuk manusia saat kegiatan manusia memasuki jauh ke habitat buaya misal dulu hutan bakau luas ditebang atau orang makin masuk ke dalam hutan bakau maka dianggap masuk ke teritorial buaya dan tidak bermaksud memangsa manusia dan buaya bermaksud mengusir.
Untuk beberapa jenis buaya seperti yang sedang bertelur atau menjaga anak dan saat ada orang yang ke situ dia bermaksud mempertahankan sarang, anak maka terjadi serangan.
Kemungkinan lain buaya salah sasaran saat mau makan anjing atau kambing atau sapi dan asa manusia dia menyerang.
Dadang mengungkapkan di dalam Peraturan Menteri tentang penanganan konflik satwa liar dan manusia harus menyelesaikan akar permasalahan dan untuk itu harus dijawab melalui penelitian.
Ketika tahu penyebabnya akhir kita harus tahu menanggulangi akar permasalahan.
"Misalnya kalau habitat rusak dan sudah tahu penyebabnya dan kita tahu akar masalah maka kita harus menanggulangi misalnya aktivitas manusia di habitat buaya dikurangi dan dengan tata ruang bagian mana dari wilayah administrasi yang jadi kawasan lindungi dan mana yang jadi kawasan budidaya,"katanya.
Kalau misalnya serangan itu diketahui akibat ledakan populasi buaya maka. Yang dilakukan adalah mengurangi populasi.
"Tapi saat kita akan melakukan pengurangan populasi dengan harus dilakukan dengan payung hukum yang benar karena buaya itu dilindungi," katanya.
Harus dilakukan sesuai dengan quota penangkapan di alam. Dan itu Dirjen KSDA yang menerbitkan sebagai manajemen autority satwa liar dan quota diterbitkan atas rekomendasi dari LIPI.
"Harus dihasilkan dari hasil penelitian populasi dan diajukan kepada Dirjen lalu minta rekomendasi dari LIPI benar tidak aman tidak untuk kita tangkap sebagian? Semua yang dilakukan harus dilakukan berbasis penelitian," tegasnya.
Dadang mengatakan, BKSDA sudah bekerja sama dengan Balai litbang kehutanan jadi penelitian populasi habitat sudah dilakukan sejak 2015.
Tetapi ternyata untuk mengetahui perlu data time series untuk beberapa tahun baru bisa disimpulkan. (POS-KUPANG.COM/HERMINA PELLO)