POS-KUPANG.COM | JAKARTA - Jaksa penuntut umum (JPU) menyampaikan pendapatnya terkait peninjauan kembali (PK) vonis dua tahun penjara yang diajukan mantan Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama (Ahok) ke Mahkamah Agung (MA).
Salah satu anggota JPU Sapta Subrata mengatakan, salah satu alasan PK yang diajukan Ahok berisi anggapan bahwa ada kaitannya vonis 1,5 tahun Buni Yani dan vonis 2 tahun penjara Ahok.
Namun, menurut Sapto, kedua kasus tersebut tak saling berkaitan karena deliknya berbeda.
Baca: Fakta-fakta Menarik Sidang Peninjauan Kembali Kasus Penistaan Agama Oleh Ahok
Adapun vonis Buni Yani merupakan masalah ITE, sedangkan Ahok divonis karena kasus penodaan agama.
"Deliknya berbeda, sama sekali tidak ada kaitannya dengan pembuktian karena buktinya beda-beda," ujar Sapta usai sidang PK di PN Jakarta Utara, Senin (26/2/2018).
Jaksa juga menyampaikan pendapatnya terkait alasan adanya kekhilafan hakim karena mengambil dan mencantumkan sebagian fakta dengan mengabaikan fakta persidangan yang menguntungkan pemohon PK atau dalam hal ini Ahok.
Baca: Menenteng Tas Berisi Mayat Bayinya, Wanita 17 Tahun Diciduk Polisi Saat Berbelanja
Dalam pendapat jaksa, seluruh fakta telah dipertimbangkan hakim berdasarkan kesesuaian alat bukti yang dihadirkan saat persidangan.
Jaksa berpendapat, fakta persidangan yang dianggap menguntungkan Ahok tidak terkait dengan pembuktian unsur tindak pidana yang didakwakan penuntut umum.
"Sehingga sudah tepat pertimbangan majelis hakim yang tidak mempertimbangkan sebagai suatu fakta ketika mempertimbangkan unsur delik yang didakwakan penuntut umum," ujar Sapta.
Baca: Ngeri! Ini 6 Pulau Paling Berbahaya di Dunia, Berani Berkunjung Dijamin Tersisa Nama
Berdasarkan sejumlah alasan tersebut, jaksa berpendapat bahwa alasan PK yang diajukan Ahok tidak dapat diterima karena seluruh alasan tersebut tidak masuk dasar permohonan PK sebagaimana yang dimaksud Pasal 263 ayat 2 KUHAP.
Atas dasar itu jaksa meminta agar Mahkamah Agung menolak PK tersebut.
Ahok mengajukan PK ke MA pada 2 Februari 2018.