Laporan Wartawan Pos-Kupang.com, Novemy Leo
POS-KUPANG.COM | SOE – Jemsius Taneo, warga Binaus, Kecamatan Molo Tengah, Kabupaten Timor Tengah Selatan (TTS), kecewa dengan dokter B dan manajemen RSUD SoE serta Kepala Puskesmas Binaus.
Karena itu, dia melaporkan mereka ke Polres TTS, Sabtu (27/1/2018) pagi.
Saat melapor, Jemsius didampingi keluarga, Naci Sanam dan Reni Naat.
Istrinya, Paulina Herlince Takaeb (25) dan anaknya meninggal di rumah sakit diduga karena terlambat penanganan terkait ketiadaan surat rujukan.
“Saya sangat sakit hati dan kecewa dengan RSU SoE, Kepala Puskesmas Binaus dan dr. Budi. Istri saya meninggal karena tidak cepat ditangani, mereka tidak mau menangani karena alasan tidak ada surat rujukan. Saya sakit hati,” kata Jemsius, Sabtu pagi.
Ditemui di kediamannya di SoE, Jumat (26/1/2018) malam, Jemsius didampingi mertuanya, Bertolens Takaeb dan keluarga, menceritakan kronologi kematian Paulina dan anaknya.
Menurut Jemsius, selama ini Paulina ditangani di Puskemas Binaus. Pemeriksaan terakhir tanggal 18 Januari 2018 di Binaus, mereka ingin proses kelahiran di RSUD SoE, lalu mereka meminta surat rujukan.
Namun bidan di Binaus menyarankan surat rujukan diambil saat sudah melahirkan, sekitar tanggal 23 Januari 2018.
Keduanya berangkat ke SoE dan tinggal di rumah keluarganya sekitar 200 meter dari RSUD SoE.
Tanggal 23 Januari Jemsius tidak ambil surat rujukan dari Binaus karena tanda kelahiran belum ada.
Namun tanggal 25 Januari 2018 sekitar pukul 08.30 Wita, Paulina merasakan tanda kelahiran sehingga dia ajak suaminya ke RSUD SoE.
“Saya dengan sepeda motor bawa barang, Paulina jalan kaki ke RSUD karena dia masih kuat jalan,” kata Jemsius.
Sampai di UGD mereka disuruh ke Poli Umum dan mendaftar sebesar Rp 3.500 lalu diarahkan ke Poli Kebidanan, tapi tidak bisa dilayani karena tidak ada surat rujukan dari Puskesmas Binaus.
“Saya bicara dengan empat bidan di ruang bersalin. Saya mohon agar istri saya bisa ditangani terlebih dahulu, namun mereka bilang tidak bisa,” kata Jemsius.
Lalu Jemsius pergi ke Puskesmas Binaus ambil surat rujukan dan dalam perjalanan berpapasan dengan kepala puskesmas dengan mobil ambulans.
Jemsius minta dibuatkan surat rujukan, namun kepala puskesmas menolak dengan alasan tidak kenal dengan pesien.
“Kepala puskesmas bilang atas dasar apa dia kasih surat rujukan. Katanya, dia tidak bisa keluarkan surat rujukan sembarangan. Dia juga tidak tahu istri saya itu siapa. Padahal sebelumnya kepala puskemas bilang kalau ada apa-apa telepon dia. Karena tidak dapat surat rujukan, saya kembali ke RSU,” kata Jemsius.
Sampai di Poli Kebidanan, ada dokter dan katanya tetap harus ikuti aturan, harus bawa rujukan. Dokter suruh Jemsius kembali ke UGD untuk daftar, tapi di UGD ditolak karena tidak bawa rujukan. Lalu dokter itu minta Jemsius ke ruangan,, namun ditolak juga karena harus pakai rujukan.
“Saat itu kami ketemu bidan dari Binaus lalu dia bersedia antar kami ke Puskesmas Binaus dengan mobil pick up. Sampai di Binaus langsung ke ruang bersalin.
“Kepala anak sudah keluar di jalan lahir, tapi nona (Paulina) tidak ada tenaga lagi sehingga dibantu oleh mantri untuk mendorong, tapi tetap tidak bisa. Akhirnya nona dirujuk kembali ke RSUD SoE dengan mobil puskesmas,” kata Jemsius.
Dalam perjalanan Paulina muntah dan sampai di RSU langsung dibawa ke ruang bersalin dan di sana Paulina dipakaikan alat bantu pernapasan.
“Di sana ada bidan yang gertak nona bilang cepat muku supaya bisa keluar padahal istri saya sudah tidak ada tenaga lagi, dia dari pagi. Matanya sudah terbolak balik, lalu mereka tendes jantung istri saja katanya jantung lemah. Dokter Budi masuk dan berteriak lalu diputuskan untuk operasi,” kata Jemsius.
Beberapa saat kemudian, kami diberi tahu bahwa anak sudah lahir dan ada pengangkatan rahim serta ada luka di bagian rahim nona dan itu antara hidup dan mati. Paulina tetap di ruang operasi dan pukul 22.00 Wita, doker keluar dan memberitahu akan ada operasi kedua karena ada pendarahan.
“Sudah donor 7 kantong, tapi masih pendarahan lalu kata dokter akan dirujuk ke RSU Kupang. Namun tidak jadi, katanya RSU Kupang full. Lalu nona dipindahkan ke ruang ICU itu. Saat itu sudah hari Jumat dini hari. Pagi harinya nona masih sadar, namun siang hari nona meninggal dunia,” kata Jemsius.
Jemsius kecewa dengan pelayanan RSUD SoE. Menurutnya, jika dari awal Paulina bisa segera ditolong, tentu bisa meminimalisir kejadian buruk itu.
“Saya kecewa sehingga saya laporkan mereka ke polisi, saya ingin keadilan,” kata Jemsius.
Sabtu siang polisi ke rumah duka untuk melakukan visum dan otopsi terhadap jenazah korban, namun keluarga menolak. (*)