Polemik Putusnya Kerja Sama BPJS-RS Siloam Kupang: Awas Kalau Sakit

Editor: Dion DB Putra
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Ilustrasi

Terlepas dari polemik kerja sama RSU Siloam dan BPJS Kesehatan Cabang Kupang; ada satu pertanyaan muncul: "Siapa sebenarnya pemilik dari BPJS Kesehatan?

Apakah BPJS Kesehatan ini milik masyarakat termasuk pasien yang menggantungkan nyawanya pada rumah sakit atau milik manajemen BPJS?

Jika BPJS ini milik masyarakat, maka apapun tindakan BPJS, harusnya tidak boleh merugikan masyarakat termasuk pasien.

Baca: BPJS Kesehatan PHK dengan RS Siloam, Masyarakat Keberatan: Lebih Baik dari RS yang Lain

Jika RSU Siloam memang benar melakukan kesalahan administrasi atau tindakan lainnya; maka yang dibenahi adalah manajemen bukan masyarakat yang ikut dihukum oleh BPJS dengan hilangnya hak-hak mereka untuk mendapatkan pelayanan dari RSU Siloam.

Hal lainnya adalah semua rakyat Indonesia yang ikut serta dalam BPJS Kesehatan membayar premi yang sama di mana pun. Namun harus kita sadari tidak ada keadilan dalam pelayanan kesehatan dengan terbatasnya dan tidak meratanya fasilitas di seluruh Indonesia.

Akibatnya dengan besaran iuran BPJS yang sama, bukan serta merta semua peserta mendapat pelayanan yang sama. Kita di Kota Kupang, harusnya bersyukur dengan ada RS-RS swasta termasuk RSU Siloam yang membantu pemerintah dalam upaya pemenuhan hak atas pelayanan kesehatan yang adil dan merata di Kota Kupang.

Rumah sakit -rumah sakit pemerintah tidak akan sanggup melayani semua pasien BPJS Kesehatan. Dukungan dan kerjsasama dengan pihak swasta adalah mutlak.

Rumah sakit swasta di daerah harus didukung agar menjadi partner pemerintah dan BPJS, bukannya dihukum tidak memberi pelayanan kepada masyarakat.

Yang terjadi adalah BPJS bukan menghukum rumah sakit yang dianggap "melanggar", tapi BPJS menghukum masyarakat pemilik BPJS dan yang membayar iuran BPJS.

Dari beberapa data kasar yang sempat dikumpulkan, jumlah rata-rata kunjungan rawat inap dan rawat jalan per bulan di RSU Siloam sebanyak 7.000 pasien dan 90 persen adalah pasien BPJS.

Pasien HD (cuci darah) sekitar 24 orang per hari serta emergensi sekitar 32 per hari. Jika pemutusan hubungan kerja BPJS dan RSU Siloam ini menunggu untuk ditinjau kembali tiga bulan ke depan; kemana 6.300 pasien ini harus pergi?

Apakah RSU WS Johannes mampu melayani semua pasien ini dalam kondisi sekarang yang juga bebannya sudah sangat berat sebagai satu-satunya RS rujukan Provinsi di NTT? Belum lagi kasus-kasus tertentu di mana hanya ada di Siloam.

Sebut saja kasus tulang, urologi, bedah saraf, yang notabene Siloam pionernya. Kita bahkan belum menghitung beban buat RSU WZ Johannes untuk melayani rujukan pasien lain dari kabupaten di seluruh NTT.

BPJS tidak hanya menghukum RSU Siloam; tapi berpotensi secara tindak langsung "menghukum" RSU WZ Johannes dengan memberi "beban tambahan" kepadanya.

Halaman
123

Berita Terkini