Laporan Wartawan Pos Kupang, Muhlis Al Alawi
POS KUPANG.COM, KUPANG -- Brigadir Polisi Rudy Soik tak pantas disebut sebagai whistle blower dalam pengungkapan kasus dugaan mafia human trafficking di NTT.
Pasalnya apa yang disampaikan Rudy tidak bisa dibuktikanya sendiri saat Kapolda NTT menunjukknya sebagai salah satu anggota satgas penuntasan kasus human trafficking.
Tak hanya itu, tim Propam Mabes Polri pun sudah turun ke Polda NTT dan menyatakan apa yang disampaikan Rudy tidak bisa dibuktikan.
"Orang bisa dikatakan whistle blower kalau orang itu tahu persis dan apa yang disampaikan benar kemudian dibuktikan juga benar. Itu baru bisa dikatakan whistle blower. Dan itu orangnya harus dilindungi LPSK," kata Wakil Kepala Kepolisian Daerah (Wakapolda) NTT, Kombes Pol Sumartono Jochanan kepada Pos Kupang di Mapolda NTT, Rabu (26/11/2014).
Ia mengatakan Kapolda memasukkan Rudy Soik dalam tim satgas penuntasan human trafficking agar supaya Rudy bisa membuktikan apa yang disampaikan kepada publik. Ternyata Rudy tidak bisa membuktikan dan hanya bisa omong saja.
Tak hanya itu, tim Propam Mabes Polri juga turun ke Polda NTT selama empat hari untuk membuktikan apa yang menjadi omongannya Brigpol Rudy. Setelah tim melakukan kroscek secara internal dan eksternal justru tim menemukan Brigpol Rudylah yang salah. Tim Propam Mabes Polri mendapatkan bukti-bukti keterlibatan Rudy dalam mafia human trafficking.
Ia menegaskan Brigpol Rudy dimanfaatkan kelompok PJTKI untuk menyerang kelompok lain dalam bisnis PJTKI. Kelompok PJTKI itu memberikan bantuan kepada Rudy untuk bisa menyerang kelompok pesaing bisnis PTJKI lainnya. Bukti-bukti bantuan itu sudah ada di kantong Propam Mabes Polri. Rudy keenakan mendapatkan bantuan dari kelompok PJTKI itu sehingga dia tidak sadar kalau dimanfaatkan.
Menyoal penanganan kasus pemukulan yang dilakoni Rudy begitu cepat prosesnya, Wakapolda Sumartono menyatakan penyidik tidak menemukan kesulitan dalam penyidikan. Apalagi saksi-saksi yang melihat Rudy menganiaya Ismail berasal dari satu tim yang saat itu membawa Ismail. "Saksinya satu tim. Lalu apa susahnya. Pemeriksaan dalam satu hari saja selesai. Dalam pemeriksaan teman satu tim Rudy mengakui melihat Rudy memukul Ismail. Bahkan teman satu tim Rudy sudah mengingatkan untuk tidak memukul tetapi Brigpol Rudy tetap memukul," ungkapnya.
Ia menambahkan melihat berat ringannya penanganan kasus jangan melihat dari pasal yang dituduhkan tetapi harus melihat kontek kasusnya. Ia mencontohkan kasus pembunuhan cepat terungkap semisal sehabis membunuh pelakunya menyerahkan ke polisi maka tidak berat penangannya. Tetapi akan berat penanganannya manakala sehabis membunuh pelakunya lari maka polisi akan berat mengungkapnya.
Menyoal pendapat apa yang dilakukan Rudy kepada Ismail bagian dari diskresi kepolisian, Wakapolda Sumartono tindakan Brigipol Rudy Soik bukan bagian dari diskresi kepolisian. Iamengatakan penggunaan deskrisi kepolisian harus ada pertimbangan hal yang sangat perlu dan mendesak. Ia mencontohkan si A membawa parang kemudian si A hampir menggorok leher polisi lalu polisi menembak si A itu bisa dikatakan sebagai diskresi. Saat menembak si A pun polisi berupaya tidak mematikan seperti menembak bagian tangan si A.
Ia mencontohkan lain kondisi saat seseorang terjebak dalam kebakaran di suatu rumah. Maka petugas terpaksa memecahkan kaca jendela untuk menyelamatkan orang yang terjebak di dalam rumah saat kebakaran terjadi. "Padahal saat normal memecahkan kaca itu tidak boleh karena bisa dituduh dengan pasal pengrusakan. Tetapi tindakan itu bisa ditolerir oleh diskresi tadi," kata Wakapolda Sumartono.
Kondisi kasus Ismail, kata Sumartono, tengah malam Ismail dibangunin kemudian dipukul lantas mendesaknya dimana. Dengan demikian tidak ada alasan mendesaknya dimana. Selain itu penyidik yang baik tidak perlu mengejar pengakuan. Kalau Rudy mencari Tony Seran semestinya dilakukan penyelidikan yang bagus. Bukan dengan mencari temannya Tony kemudian sampai melakukan tindak pemukulan.
"Dalam kasus yang ditangani Rudi apa yang sangat perlu dan mendesak. Kesalahan dia lantaran sudah menahan orang dan dibatasi waktu. Kalau selama masa penahanan dan waktu habis serta tidak bisa membuktikan maka tersangka akan keluar demi hukum. Semestinya dia tidak menahan tersangkanya dulu. Buktikan dulu kalau sudah lengkap kemudian baru ditahan," kata Wakapolda Sumartono.
Ditanya apakah dalam penyidikan seorang penyidik polisi dapat diperbolehkan memukul dan menyiksa, Wakapolda Sumartono menegaskan tindakan memukul dan menyiksa tidak diperbolehkan.