Proyek MBR Bermasalah

Satker Kemenpera Bikin BAP dan PPK Dimintai Tandatangan

AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Salah satu rumah MBR di Desa Manusak, Kupang Timur ditinggalkan penghuninya karena MCK-nya rusak. Gambar diambil hari Selasa (11/3/2014).

POS-KUPANG.COM, KUPANG -- Hampir semua dokumen berupa berita acara dalam proyek pembangunan perumahan bagi masyarakat berpenghasilan rendah (MBR) di wilayah NTT tahun anggaran 2012 disiapkan oleh Satuan Kerja (Satker) proyek MBR dari Kementerian Perumahaan Rakyat Republik Indonesia (Kemenpera RI). Sementara para pejabat Pembuat Komitmen (PPK) di NTT hanya diminta menandatanganinya.
Demikian informasi yang diperoleh Pos Kupang di Kejaksaan Tinggi (Kejati) NTT, Jumat (10/10/2014).  Sumber di Kejati NTT menyebutkan, beberapa  tersangka yang menjabat PPK dalam proyek MBR di NTT mengaku mereka tidak pernah membuat berita acara, karena berita acara semuanya dibuat oleh Kasatker MBR dari Kemenpera RI.
Menurut sumber itu, PPK  hanya diminta  menandatangani berita acara, bahkan PPK apakah  mencermati atau membaca berita acara tersebut sebelum membubuhkan tanda tangan.
PPK tidak dilibatkan saat penjelasan proyek sehingga mereka tidak mengetahui mutu dan  spesifikasi proyek.  PPK baru dilibatkan setelah menandatangani kontrak kerja.
Sebelumnya, penasehat hukum tiga tersangka, yakni PPK dari Kota Kupang, Kabupaten Kupang dan Kabupaten TTU, Philipus Fernandez, S.H  mengatakan, tiga PPK  yang ditetapkan sebagai tersangka, yakni PPK Kota Kupang, Efraim Pongsilurang; PPK Kabupaten Kupang, Don Carlos Nisnoni dan PPK Kabupaten Timor Tengah Utara (TTU), Fransiskus Dethan.
Philipus mengatakan,  satker dan kontraktor MBR di tiga daerah ini berasal dari luar daerah dan sejauh ini mereka belum diperiksa penyidik. Padahal, mereka harus turut bertanggung jawab.
"PPK (di NTT) dikorbankan. Saya tidak menuding ada keengganan penyidik untuk menetapkan satker dan kontraktor jadi tersangka, tapi terkesan mereka terburu-buru menetapkan PPK sebagai tersangka," tegas Philipus.
Ia menjelaskan, proses awal proyek hingga tahap penjelasan proyek MBR ini, PPK tidak dilibatkan sehingga mereka tidak mengetahui mutu dan spesifikasi proyek.   "Kasus di tiga daerah ini berbeda dengan di Kabupaten Alor. Kalau di Alor, PPK membuat progres dan tanda tangan 100 persen. Di tiga daerah ini tidak," ujarnya.
Diberitakan sebelumnya, Kejati NTT telah menetapkan  10 orang tersangka dalam kasus proyek MBR. Para tersangka,  yakni Efraim Pongsilurang (PPK  MBR Kota Kupang), Don Carlos Nisnoni (PPK MBR Kabupaten Kupang), Fransiskus Dethan (PPK MBR TTU), Joni Liunokas (PPK MBR TTS), Fransiskus Gregorius Silvester (PPK MBR Belu), dan  Seface Penlaana (PPK MBR Alor).  
Selain itu, H. Jumari (Direktur PT Tiga Dimensi Intiland di TTS), Nardi Eko Pransto (Direktur PT Sumber Griya Permai di Belu), Johny Kainde (Direktur PT Sarana Wangun Persada di Belu dan Alor) dan Rony Anggrek (Direktur PT Timor Pembangunan untuk MBR di Alor).
Pada Selasa (7/10/2014), penyidik Kejati NTT memeriksa Hairul Sitepu, Kasatker Proyek MBR dari Kemenpera RI. Selain Sitepu yang sudah berstatus teresangka, penyidik juga  memeriksa seorang pejabat Kemenpera lainnya.
Pemeriksaan terhadap tersangka Hairul Sitepu, dilakukan jaksa penyidik Devi Muskita, S.H. Pemeriksaan Sitepu untuk melengkapi berkas perkara tersangka sendiri. Saat diperiksa, Sitepu didampingi penasihat hukum.
Di ruang berbeda, Jaksa Robert Jimy Lambila, S.H, memeriksa salah satu pejabat dari Kemenpera RI. Saat diperiksa pejabat Kemenpera tersebut didampingi dua pengacara dari Jakarta sebagai penasihat hukum yang ditunjuk langsung oleh Kementerian Perumahan Rakyat (Kemenpera).
Jaksa penyidik Kejati NTT, yakni Robert Jimy Lambila, Devi Muskita, dan  Adam Saimima,  ditemui di Kejati NTT menolak memberi keterangan dengan alasan tidak berwenang. (yel)

Berita Terkini