Sekolah Kedinasan
Kemenkes Disarankan Mendirikan Sekolah Kedinasan Dokter Spesialis
Hal itu disampaikan oleh pakar pendidikan dari Universitas Islam Negeri Prof KH Saifuddin Zuhri (UIN Saizu) Purwokerto
POS-KUPANG.COM, JAKARTA - Kementerian Kesehatan (Kemenkes) disarankan untuk mendirikan sekolah/perguruan tinggi kedinasan untuk mencetak dokter spesialis, bukan melalui rumah sakit pendidikan.
Hal itu disampaikan oleh pakar pendidikan dari Universitas Islam Negeri Prof KH Saifuddin Zuhri (UIN Saizu) Purwokerto Prof H Fauzi.
“Pemberian gelar akademik sepenuhnya menjadi kewenangan perguruan tinggi. Rumah sakit (RS) pendidikan, meskipun berperan penting sebagai tempat praktik, tidak memiliki otoritas untuk memberikan gelar tersebut,” kata Prof H Fauzi sebagaimana dikutip dari Antara.
Dia mengemukakan hal itu menanggapi permohonan uji materi terhadap sejumlah pasal dalam Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2023 tentang Kesehatan yang diajukan Dekan Fakultas Kedokteran Universitas Jenderal Soedirman (Unsoed) Purwokerto bersama tiga pemohon lainnya kepada Mahkamah Konstitusi (MK).
Menurut dia, gelar akademik merupakan bentuk pengakuan atas pencapaian akademis seorang mahasiswa. Oleh karena itu, hanya lembaga pendidikan yang menyelenggarakan proses pendidikan formal yang berhak memberikan gelar.
"Gelar akademik itu diberikan oleh lembaga akademik. Dalam hal ini, perguruan tinggi yang memang diberi kewenangan oleh negara untuk menyelenggarakan proses pendidikan," katanya.
Ia mengatakan perguruan tinggi memiliki wewenang penuh mulai dari memberikan kompetensi sesuai bidang keilmuan, hingga mengakui capaian akademis seseorang melalui pemberian gelar, baik S1, S2, maupun S3, juga berlaku untuk pendidikan vokasi dan profesi termasuk pendidikan spesialis/subspesialis bagi dokter.
Sementara lembaga di luar perguruan tinggi, seperti sekolah dan rumah sakit, umumnya berperan sebagai tempat praktik atau pendalaman.
Dekan Fakultas Tarbiyah dan Ilmu Keguruan (FTIK) UIN Saizu itu mencontohkan perguruan tinggi yang tergabung dalam Lembaga Pendidikan Tenaga Kependidikan (LPTK) pun membutuhkan sekolah mitra sebagai laboratorium atau tempat praktik dan pendalaman bagi calon guru.
Dalam konteks pendidikan kedokteran, rumah sakit menjadi mitra bagi fakultas kedokteran untuk memberikan pengalaman empiris kepada para calon dokter umum/gigi maupun calon dokter spesialis/subspesialis karena kampus bukanlah tempat untuk merawat pasien.
Meskipun mahasiswa melakukan praktik di rumah sakit, penilaian akhir atau yudisium tetap menjadi kewenangan kampus karena pihak rumah sakit hanya berwenang menilai praktik yang dilakukan, bukan memberikan gelar.
"Mahasiswa kedokteran diterjunkan ke rumah sakit mitra untuk mendalami praktik. Tapi, bukan berarti rumah sakit itu yang meluluskan dan memberikan gelar," katanya menegaskan.
Baca juga: Pemenuhan Kuota CPNS 2025 Lewat Sekolah Kedinasan
Selain itu, kata dia, rumah sakit merupakan entitas yang bergerak dalam pelayanan kesehatan, bukan lembaga pendidikan yang melaksanakan tridharma perguruan tinggi.
Terkait dengan hal itu, dia mengatakan jika Kementerian Kesehatan memerlukan kebutuhan khusus dokter spesialis/subspesialis, solusi yang paling tepat adalah mendirikan perguruan tinggi kedinasan di bawah kewenangan Kemenkes, bukan melalui rumah sakit pendidikan.
Hal yang sama juga telah dilakukan oleh Kementerian Keuangan yang memiliki Politeknik Keuangan Negara Sekolah Tinggi Akuntansi Negara (PKN STAN) atau Kementerian Dalam Negeri yang mendirikan Institut Pemerintahan Dalam Negeri (IPDN).
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.