NTT Terkini

Kacang Hijau Hitam, Sumber Daya Lokal NTT Berpotensi Jadi Varietas Unggul 

Menyimpan banyak manfaat, Kacang Hijau Hitam, Sumber Daya Lokal NTT berpotensi Jjdi Varietas Unggul

Penulis: Michaella Uzurasi | Editor: Adiana Ahmad
POS-KUPANG.COM/MICHAELLA UZURASI
UNDANA TALK - Guru Besar Bidang Penyakit Tanaman Undana, Prof. Yosep S. Mau bersama host jurnalis Pos Kupang, Ella Uzurasi dalam Undana Talk, Rabu, 19/03/2025. 

Laporan Reporter POS-KUPANG.COM, Michaella Uzurasi 

POS-KUPANG.COM, KUPANG - Kacang Hijau Hitam, Sumber Daya Lokal NTTyang saat ini tengah diteliti oleh Guru Besar Bidang Penyakit Tanaman Universitas Nusa Cendana (Undana) Kupang, Prof. Ir. Yosep Seran Mau, M.Sc. Ph.D bersama Tim, ternyata memiliki segudang manfaat. 

Kandungan gizinya juga berbeda dari kacang hijau pada umumnya yang berwarna hijau.

Seperti apa awal mula penelitian ini berjalan, berikut cuplikan wawancara eksklusif bersama Pos Kupang. 

Mengapa Anda lebih memilih kacang hijau? 

Kacang hijau kenapa menjadi topik penelitian saya? Saya juga katakan bahwa saya berhutang pada kacang hijau karena masa kecil saya di kampung di Malaka, diet sumber protein utama di kampung itu adalah kacang hijau. Dulu di kampung sering sekali habis panen jagung atau di sela-sela tanam jagung pasti para orang tua menanam kacang hijau dan itu kacang hijau ditanak bersama-sama dengan jagung katemak, jagung bose dan itu menjadi diet yang barangkali saya sampai tahap ini adalah bagian dari kontribusi kacang hijau. 

Yang kedua, penelitian S1, skripsi saya juga tentang kacang hijau sehingga berjalannya walaupun masih banyak komoditi yang saya kaji, tapi akhirnya saya pikir bahwa memang saya harus fokus pada komoditi-komoditi lahan kering yang memang cocok, bisa dikembangkan di NTT dan juga memang bisa menyentuh langsung kebutuhan masyarakat kita dalam pemenuhan sumber gizi terutama protein nabati. Itu alasan utamanya. 

Baca juga: World Cancer Day, PDS PA, PDSRK dan RS Undana dan Dinkes Gelar Pengabdian Masyarakat

Bisa diceritakan perjalanan anda sampai ke penelitian ini? 

Sebelum sampai ke tahap itu, memang kami di perguruan tinggi tugas kami itu Tri Dharma, mengajar, meneliti dan mengabdi. Meneliti ini kami diharapkan untuk meneliti sesuatu yang kelak bisa mengatasi persoalan di masyarakat, paling tidak di sekitar kita. Oleh karena itu saya melihat bahwa salah satu persoalan yang kita hadapi di NTT dan itu juga jadi masalah nasional adalah tingkat gizi buruk anak-anak, balita dan juga ibu hamil, stunting yang masih tinggi dan itu salah satu persoalannya adalah ketahanan pangan kita yang masih rapuh dan kami orang pertanian itu bagian dari tanggung jawab kami untuk bagaimana berkontribusi membantu pemerintah untuk meningkatkan status ketahanan pangan nasional dan juga daerah. Kalau kita lihat potensi NTT ada jagung, ada padi, ada kacang-kacangan dan kalau masalah kebutuhan bahan pokok seperti karbohidrat biasanya dari jagung dan beras atau umbi-umbian tetapi protein itu mestinya dari protein hewani, daging, telur, ikan, dan juga tidak kalah adalah protein nabati. Sumber protein nabati biasanya adalah kacang-kacangan diantaranya, kacang hijau. 
Memang selama ini kacang hijau sudah me jadi bagian dari diet masyarakat kita dan saya kira pemerintah kita juga sudah melakukan hal-hal yang perlu untuk bisa mengatasi persoalan gizi buruk atau stunting melalui penyediaan PMT (Program makanan tambahan) dimana kacang hijau menjadi makanan utama, bisa bubur kacang hijau dan seterusnya. 
Saya melihat bahwa kalau kacang hijau saja itu memang kontribusi utamanya adalah protein. Kandungan protein di kacang hijau mencapai 20-an persen tergantung varietas, ada yang sampai 30 persen, artinya tidak kalah dengan daging, telur dan lain-lain. Kita punya sumber daya yang juga bisa menghasilkan kacang hijau yang lebih baik dari itu karena selain protein sebetulnya kacang hijau juga menyumbang zat gizi lain yang bisa meningkatkan tumbuh kembang anak, perkembangan otak, kemudian meningkatkan kesehatan dan ternyata kita di NTT walaupun dalam jumlah terbatas ada juga kacang hijau hitam dan itu ada di Sabu yang selama ini kurang tereksplor. Oleh karena itu sumber daya lokal ini perlu dikembangkan. Cuma kadang yang lokal ini masih banyak kekurangan misalnya kekurangan dari daya hasil kemudian mungkin ketahanan terhadap hama dan penyakit. Nah ini perlu diperbaiki dan itu tugas kami di perguruan tinggi untuk melakukan perbaikan-perbaikan melalui apa yang kami sebut sebagai program pemuliaan tanaman. Memuliakan tanaman berarti membuat tanaman itu menjadi lebih baik, lebih unggul, yang bisa digunakan untuk memenuhi kebutuhan kita. Bidang ilmu saya ilmu penyakit tumbuhan tapi pada prinsipnya adalah pemuliaan tanaman. Saya belajar bagaimana menghasilkan tanaman yang punya nilai gizi tinggi kemudian hasilnya juga tinggi, tahan kering, itu bagian dari pekerjaan saya dan saya memilih kacang hijau dengan alasan yang tadi saya sebutkan. 
Sejak beberapa tahun lalu kami mengambil kacang lokal Sabu yang hitam, yang sudah terkenal itu Fore Belu, sudah mendapatkan SK Menteri Pertanian dan sudah dilepas sebagai varietas unggul lokal karena teksturnya yang cepat lunak kalau kita buat bubur. Keunggulan Fore Belu disitu kemudian keunggulan kacang lokal Sabu itu warna hitam. Nah saya coba menggabungkan keduanya melalui program pemuliaan secara konvensional yaitu melalui penyilangan kemudian nanti diseleksi generasi pertama, kedua, sekarang kami sudah sampai ke generasi ketujuh sehingga diharapkan generasi kesepuluh itu sudah bisa kita usulkan sebagai salah satu calon varietas unggul baru. 

Baca juga: Terakreditasi Unggul, Kaprodi Pendidikan Kimia Ajak Calon Mahasiswa Kuliah di Undana

Sejak kapan Anda menemukan bahwa di NTT ada kacang hijau yang berwarna hitam? 

Saya sebelumnya tidak tahu. Jadi, sekitar 2020, 2021, sebenarnya bukan saya sendiri yang ke Sabu jadi sebetulnya yang pernah membawa sampel pada saya, Prof. Nyoman Mahayasa, yang beberapa kali membuat paten untuk produk lontar. Dia tahu saya bekerja di bidang pemuliaan, dia kasih ke saya dan saya simpan, kemudian saya dapatkan sampel yang sama dari ibu Ir. Marselina Sally dari Politani, kebetulan dia ambil sampel dari Sabu kemudian dia coba bagaimana meningkatkan produksi jadi cara perlakuan pupuk dan seterusnya. Saya minta benih kemudian dua-duanya ini saya tanam, saya coba karena untuk membuat persilangan kita harus tahu dulu umur bunganya berapa, variabel umur bunganya berapa, ditanam sedemikian rupa agar berbunga bersamaan sehingga kita bisa lakukan persilangan. Saya mulai coba itu dulu, sudah dapat waktu yang pas baru saya melakukan persilangan.

Apakah kandungan gizi antara kacang hijau yang kulitnya berwarna hijau dengan yang berwarna hitam berbeda? 

Berbeda. Itu yang kami anggap sebagai novelty atau kebaruan dari penelitian ini sehingga mau dibiayai oleh LPDP. Kalau yang hijau saja sudah terlalu banyak kacang hijau di Indonesia, varietas unggul yang sudah dilepas oleh Balitkabi maupun universitas lain juga sudah banyak. Ada Vima 1, Vima 2, Vima 3, Vima 4, Vima 5, kutilang, merpati, perkutut, itu sudah terkenal. Tetapi itu hijau jadi kita buat hitam ini supaya dia punya nilai lebih, punya unsur kebaruan. Oleh karena itu LPDP melalui seleksi yang cukup ketat kita dipercayakan untuk melakukan penelitian ini tiga tahun kedepan. Saya dapat pendanaan ini sampai September 2027. (uzu)

Ikuti berita POS-KUPANG.com di GOOGLE NEWS

 

Sumber: Pos Kupang
Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved