NTT Terkini

Kejati NTT Bantu Pulihkan Hubungan Kekeluargaan Kakak-Adik

keadilan restoratif merupakan wujud nyata dari penegakan hukum yang humanis dan solutif. Kesepakatan damai itu bisa membawa kedamaian. 

Penulis: Irfan Hoi | Editor: Rosalina Woso
POS-KUPANG.COM/HO-KEJATI NTT
BANTU MASALAH HUKUM - Kejaksaan Tinggi NTT saat membantu penyelesaian masalah hukum yang melibatkan kakak beradik. Tersangka dan korban sepakat berdamai dengan bantuan Kejati NTT, atau Keadilan Restoratif, Kamis (20/2/2025).  

Laporan Reporter POS-KUPANG.COM, Irfan Hoi

POS-KUPANG.COM, KUPANG  - Kejaksaan Tinggi (Kejati) NTT membantu pemulihan hubungan kakak beradik yang terlibat dalam persoalan berujung hukum. 

Upaya itu dilakukan, lewat ekspos oleh Kejaksaan Negeri Flores Timur tentang permohonan penghentian penuntutan berdasarkan Keadilan Restoratif, Kamis (20/2/2025) di ruang Restorative Justice (RJ) Kejati NTT

Tersangka dalam perkara itu, Karolus K. Sogen alias Olus, yang didakwa melanggar Pasal 351 ayat (1) KUHP. Ekspos ini berlangsung secara virtual.

Ekspos dipimpin Direktur A pada Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Umum Kejaksaan Agung RI, Nanang Ibrahim Soleh. Selain itu, hadir juga Wakil Kepala Kejati NTT Ikhwan Nul Hakim, dan Asisten Tindak Pidana Umum Mohammad Ridosan, bersama jajaran pejabat di bidang Tindak Pidana Umum Kejati NTT.

Baca juga: Jadwal Kapal Ferry ASDP Kupang NTT Jumat 21 Februari 2025, KMP Ile Ape Kewapante-Palue-Marapokot PP

Pemaparan disampaikan oleh Kepala Kejaksaan Negeri Flores Timur, Rolly Manampiring, didampingi jajarannya.

Kepala Kajati NTT Zet Tadung Allo Zet Tadung Allo, menegaskan bahwa keadilan nuranikat merupakan nurani penting dalam penegakan hukum yang lebih humanis.

Dia berkata, keadilan restoratif merupakan wujud nyata dari penegakan hukum yang humanis dan solutif. Kesepakatan damai itu bisa membawa kedamaian. 

"Dengan adanya kesepakatan damai antara pelaku dan korban, kita tidak hanya menegakkan hukum, tetapi juga menciptakan rekonsiliasi yang mendalam di tengah masyarakat. Ini adalah bentuk dari penegakan hukum yang mengedepankan hati nurani,” ujarnya. 

Zet Allo menekankan, pendekatan ini akan terus dikembangkan untuk kasus-kasus ringan guna memberikan manfaat lebih luas bagi masyarakat.

“Restorative Justice bukan sekadar penyelesaian perkara, tetapi juga sarana edukasi bagi masyarakat tentang pentingnya berdamai dan menjaga keharmonisan keluarga dan sosial,” katanya. 

Dia mengatakan, perkara ini menjadi yang keenam di wilayah Kejati NTT yang dihentikan penuntutannya melalui mekanisme keadilan restoratif hingga Februari 2025. 

"Penghentian penuntutan ini mencerminkan komitmen Kejaksaan Tinggi NTT dalam menegakkan hukum secara humanis, guna mewujudkan keadilan yang lebih inklusif di tengah masyarakat," katanya.

Perkara itu, bermula pada Sabtu, 28 Desember 2024 lalu. Peristiwa itu terjadi di  rumah Yosep Badin Wulon, Desa Sinar Hadihgala, Kecamatan Tanjung Bunga, Flores Timur. 

Karolus K. Sogen alias Olus terlibat dalam perselisihan dengan korban Yosevina Gunu Sogen, adik kandungnya sendiri, yang berujung pada tindakan penganiayaan.

Akibat kejadian tersebut, korban mengalami benjolan di pipi kanan, luka kemerahan pada bibir atas, serta nyeri tekan, sebagaimana tercantum dalam Visum et Repertum Nomor: RSUD.16/77/XII/2024 tanggal 28 Desember 2024.

Proses Perdamaian dan Restorative Justice setelah perkara memasuki Tahap II pada 11 Februari 2025, Kejaksaan Negeri Flores Timur memfasilitasi upaya perdamaian antara tersangka dan korban pada 13 Februari 2025 di Rumah RJ Kantor Kejaksaan Negeri Flores Timur.

"Proses ini dihadiri oleh kedua belah pihak, penyidik, tokoh masyarakat, dan tokoh agama," kata Kepala Seksi Penerangan Hukum Kejati NTT, Raka Putra Dharmana.

Setelah mendengarkan pemaparan dari Kepala Kejaksaan Negeri Flores Timur, Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Umum melalui Direktur A Kejaksaan Agung RI menyetujui penghentian penuntutan dengan pertimbangan sebagai berikut:

Tersangka baru pertama kali melakukan tindak pidana, sesuai Pasal 5 ayat (1) huruf a Peraturan Kejaksaan RI Nomor 15 Tahun 2020.

Ancaman pidana dalam perkara ini tidak lebih dari 5 tahun, sebagaimana diatur dalam Pasal 5 ayat (1) huruf b Peraturan Kejaksaan RI Nomor 15 Tahun 2020.

Telah terjadi perdamaian antara tersangka dan korban, sesuai Pasal 4 ayat (2) huruf g dan Pasal 5 ayat (6) huruf b Peraturan Kejaksaan RI Nomor 15 Tahun 2020.

"Tersangka dan korban memiliki hubungan keluarga (kakak-adik), sehingga perdamaian lebih berorientasi pada pemulihan hubungan kekeluargaan," ujar Raka Putra.

Masyarakat memberikan respons positif terhadap penghentian penuntutan, sebagaimana diatur dalam Pasal 5 ayat (6) huruf c Peraturan Kejaksaan RI Nomor 15 Tahun 2020.

Tersangka berperilaku baik dalam kehidupan sehari-hari dan aktif dalam kegiatan sosial.
Dengan terpenuhinya syarat-syarat tersebut. 

"Penghentian penuntutan berdasarkan keadilan restoratif disetujui, dan Kepala Kejaksaan Tinggi NTT akan segera mengeluarkan surat persetujuan RJ-34," tambah Raka Putra. (fan) 

Ikuti Berita POS-KUPANG.COM Lainnya di GOOGLE NEWS

Sumber: Pos Kupang
Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved