Berita NTT

Aliansi Gerakan Timor Raya Bakal Konsolidasi Ormas Tolak Peralihan Mutis ke Taman Nasional

Puluhan pemuda mahasiswa itu menuntut pemerintah, melalui BKSDA NTT agar mencabut keputusan peralihan status Mutis Timau menjadi Taman Nasional.

Penulis: Irfan Hoi | Editor: Oby Lewanmeru
POS-KUPANG.COM/HO
Aliansi Gerakan Timor Raya saat menggelar demontrasi di depan Kantor BKSDA NTT menolak peralihan status Cagar Alam Mutis menjadi Taman Nasional Mutis Timau. 

Laporan Reporter POS-KUPANG.COM, Irfan Hoi

POS-KUPANG.COM, KUPANG  - Aliansi Gerakan Timor Raya bakal melakukan konsolidasi ormas kepemudaan di Kupang bahkan NTT untuk menolak peralihan status Mutis Timau menjadi Taman Nasional. 

Aliansi Gerakan Timor Raya diketahui pada, Rabu 11 Desember 2024 menggelar unjuk rasa di kantor BKSDA NTT. Mereka sempat berdialog dengan perwakilan dari BKSDA NTT. 

Adapun Aliansi Gerakan Timor Raya itu berisikan organisasi seperti IKIF, FOSMAB, IKMAS-TTS, IMATU, IMAN, HIMARASI, IMALA, AGRA, FMN, PERMATIM UMK.

Puluhan pemuda mahasiswa itu menuntut pemerintah, melalui BKSDA NTT agar mencabut keputusan peralihan status Mutis Timau menjadi Taman Nasional. 

Koordinator Lapangan Aliansi Gerakan Timor Raya, Asten Bait mengatakan aksi damai itu digelar menolak peralihan status. Dia bilang ada dialog ketika berada di BKSDA NTT. Pada dialog itu, masa aksi menyampaikan dasar penolakan. 

"Jawaban yang diberikan BKSDA NTT tetap mendukung perubahan status Cagar Alam Mutis kemudian menjadi Taman Nasional, meskipun ditengah-tengah polemik," kata Asten. 

Setelah ini, Aliansi Gerakan Timor Raya akan melakukan diskusi untuk kembali melakukan aksi penolakan. Konsolidasi untuk memperkuat penolakan bakal dilakukan bersama ormas kepemudaan lainnya. 

"Kami juga akan melakukan konsolidasi dengan organisasi Cipayung, maupun lokal di daratan Timor maupun di luar Timor. Bagi kami ini perjuangan jangka panjang," katanya. 

Asten Bait juga merespons mengenai petunjuk dari BKSDA NTT terkait dengan peralihan kawasan itu menjadi Hutan Adat.

Dia menyebut informasi itu sangat penting dan akan diputuskan bersama kelompok masyarakat lainnya. 

"Kami akan kembali dan diskusikan untuk menempuh jalur seperti apa. Tujuan puncak kami, kembali ke Cagar Alam dan kalau bisa ke Hutan Adat," katanya. 

Baca juga: Dialog Aliansi Gerakan Timor Raya dan BKSDA NTT Alot  Bahas TN Mutis Timau

Dia menegaskan, keputusan terhadap hal itu akan di rembuk bersama. Menurut dia itu adalah salah satu alternatif, selain adanya keinginan bersama agar Mutis tetap berstatus Cagar Alam. 


Asten Bait menerangkan, berbagai proyek strategis yang dikerjakan pemerintah justru sedang merampas dan memonopoli tanah tersebut dan biang kerok atas pelanggaran HAM. 

Di Mutis Timau, kata dia, Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan menerbitkan Permen 946 tahun 2024 tentang perubahan fungsi Cagar Alam Mutis Timau menjadi Taman Nasional. 

Bentangan kawasan itu meliputi tiga Kabupaten yakni Kupang, Kabupaten Timor Tengah Selatan, dan Kabupaten Timor Tengah Utara dengan luasan 78.789 hektar. 

Luas taman nasional tersebut meliputi kawasan eks hutan lindung Mutis Timau seluas 66.473,83 hektar (84 persen dari luas TN) serta hutan konservasi eks cagar alam Mutis Timau seluas 12.315,61 hektar (15,63?ri luas TN). 

Masyarakat adat di Amanuban ikut merasakan dampak atas perluasan dan klaim kehutanan atas hutan adat Laob Tunbes melalui SK KLHK nomor 357 yang melingkupi 42 Desa yang masuk dalam kawasan kehutanan yang sementara ini punya potensi besar untuk di marjinalkan.

"Dari beberapa kasus monopoli dan perampasan tanah yang mempunyai kemiripan di seluruh NTT dan khususnya di pulau timur tersebut telah menyulut amarah masyarakat yang secara adminstrasi masuk kedalam tiga kabupaten tersebut," ujar dia. 

Asten Bait mengatakan, masyarakat di tiga kabupaten itu menilai bahwa penetapan tersebut adalah keputusan sepihak dan tanpa sosialisasi yang jelas. Masyarakat lokal khawatir akan nasibnya ke depan. 

Apalagi, peran gunung Mutis sangat penting bagi masyarakat sekitarnya. Empat mata air dari kawasan itu mengairi Pulau Timor.

Masyarakat dengan pekerjaan utama petani pasti merasakan imbas nyata dari keputusan itu. 

"Mayoritas masyarakat beserta para tokoh pemangku adat pulau Timor memberikan alasan yang fundamental terkait penolakan mereka atas konversi dan pengalihfungsian, yang pada hakikatnya adalah merusak hajat hidup orang banyak baik secara ekonomi dan kearifan lokal serta ritus warisan," ujar Asten Bait

Dalam aksi penolakan itu terdapat poin tuntutan yakni:


*Tuntutan Pokok: 
1. Cabut SK 357 tahun 2016
2. cabut surat penetapan nomor s.348.bpkht/ppkh/pla.2/203 kawasan
hutan Lauob-btunbesi
3. Cabut surat keputusan KLH NO: 946 tentang peralihan status cagar Alam Mutis menjadi Taman Nasional Mutis Timau
4. Kembalikan hak pengelolaan gunung Mutis kepada masyarakat adat
5. menuntut BRIN untuk memberikan hasil riset kepada masyarakat Mutis
6. Tolak kehadiran TNI Polri di Mutis dan Amanuban untuk memukul mundur gerakan
rakyat. 

 


*Tuntutan Turunan: 
1. Segera bahas dan sahkan RUU masyarakat adat
2. Tolak Geothermal Pocoleok
3. Hentikan segala bentuk kekerasan dan diskriminasi terhadap perempuan di berbagai
sektor kehidupan
4. Hentikan proyek strategis nasional sebagai biang kerok dari seluruh monopoli dan
perampasan tanah dan pelanggaran HAM di NTT 
5. Berikan upah yang layak bagi buruh
6. Berikan akses pupuk dan alat pertanian yang moderen kepada petani
7. Tangkap dan adili pelaku TPPO
8. Wujudkan pendidikan yang ilmiah, demokratis dan mengabdi kepada rakyat
9. Jalankan reforma agraria sejati dan bangun industrialisasi yang mandiri dan berdaulat. (fan) 

 

Ikuti Berita POS-KUPANG.COM lainnya di GOOGLE NEWS

Sumber: Pos Kupang
Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved