Renungan Harian Katolik

Renungan Harian Katolik Minggu 8 Desember 2024, Ada Nilai dari Setiap Pengorbanan untuk Perubahan

Ia meratap karena harapan bahwa anak-anaknya akan kembali ke tanah pemberian Allah sangat mustahil.

|
Editor: Rosalina Woso
POS-KUPANG.COM/HO-DOK
Pater Chris Surinono, O.C.D menyampaikan Renungan Harian Katolik Minggu 8 Desember 2024, Selalu Ada Nilai dari Setiap Pengorbanan untuk Perubahan 

Oleh : Pater Chris Surinono, O.C.D                        

POS-KUPANG.COM - Renungan Harian Katolik Minggu 8 Desember 2024, Selalu Ada Nilai dari Setiap Pengorbanan untuk Perubahan

Bacaan Pertama: Baruch: 5: 1-9

Bacaan Kedua: Filipi: 1: :-6.8-11

Bacaan Injil: Lukas 3: 1-6

Selamat memasukit Minggu Advent ke dua. Semoga selalu penuh berkat bagi semua.

Fokus pesan bacaan-bacaan pada Minggu kedua Advent ini adalah menyemangati pendengar dan pembaca untuk melihat karya Allah sebagai pesan pergharapan dan restorasi; pesan untuk kembali kepada Allah

Bacaan Pertama hari ini diambil dari Kitab Baruch. Baruch adalah sekretaris dari Nabi Yeremia yang hidup sekita 600 tahunsebelum kedatangan Yesus Kristus.

Baca juga: Renungan Harian Katolik Sabtu 7 Desember 2024, Kasih Kristus yang Mendorong Kami

Baruch dan Yesemia banyak menderita karena banyak umat yang menolak pewartaan mereka, terutama para pemimpin sivil dan religius bentukan kekaiseran Romawi. Yerusalem jatuh ke tangan musuh dan umatnya diasingkan ke Babilonia, sedangkan Baruch dan Yeremia, diperkirakan dibunuh di kota dekat Mesir

Nabi Baruch sering membandingkan Yerusalem dengan seorang perempuan atau seorang ibu. Sedangkan dalam bacaan hari ini Yerusalem dibandingkan dengan seorang janda yang sedang meratapi kepergiaan anaknya; anaknya yang diambil paksa dan dibuang ke Babilonia.

Bagi dia, lebih baik mati daripada membiarkan anak-anaknya diambil dan dibuang jauh ke negri yang tak ber-Tuhan. Ia meratap karena harapan bahwa anak-anaknya akan kembali ke tanah pemberian Allah sangat mustahil.

Namun segera ia mengubah gema dari sedih ke suasana sukacita: Baruch mengajak Yerusalem untuk cukuplah bersedih; taggalkan pakaian perkabungan dan mengganti dengan pakain pesta, sukacita; dan membiarkan Yerusalem mengenakan mahkota seperti seorang ratu. 

Apa alasannya sehingga ia mengajak umat untuk berhenti meratapi situasi yang sedang mereka hadapi dan mulai bersukacita?

Yerusalem diundang untuk bersukacita, semua diajak untuk berharap bahwa anak-anak Yerusalem ini akan kembali dari pembuangan itu. Karena Nabi tahu bahwa Allah mereka setia dan tidak pernah lupa akan janji-janji-Nya. 

Allah, lewat Baruch meyeruhkan bahwa kembalinya mereka ke Yerusalem akan seperti orang yang bernyanyi penuh sukacita. Allah sendiri akan berjalan bersama umat-Nya kembali ke Yerusalem. Mereka tidak akan mengalami kesulitan dalam perjalanan pulang.

Tapi yang lebih penting dari semuanya itu adalah bahwa setelah mereka kembali ke Yerusalem, mereka yang menjalani hidup yang lebih suci, relasi mereka dengan Allah akan lebih akrab dan penuh saling percaya. Allah akan membersihkan mereka dari dosa, penyebab mereka dibuang dan tinggal di tanah asing. Allah akan tetap menjadi Allah mereka, dan mereka yang menjadi umat yang setia dan penuh rasa syukur. 

Apa yang diserukan nabi Baruch terpenuhi sebagian ketika dengan tiba-tiba, tanpa ada tanda-tanda sebelumnya, Raja Persia, memberikan kebebasan kepada siapa saja yang ingin kembali ke Yerusalem. Tapi yang anehnya, mereka yang ingin kembali justru muncul dari masyarakat golongan kaum miskin, yang tidak sukses di tanah pembuangan.

Mereka bahagia, namun di Yerusalem mereka harus mulai dari nol dalam segala hal. Meski demikian, dalam keterbatasan mereka mulai membangun kembali pertama-tama adalah Bait Allah, dan tembok pelindung kota. 

Jadi, perikop ini mengajak kita, siapa saja untuk kembali kepada Allah; percaya para kerahiman Allah, kembali dari perbudakan kepada kebebasan, dari perbudakan dosa kepada kesucian hidup agar tidak terjadi lagi buruk seperti pembuangan. 

St. Lukas dalam Injilnya hari ini memperlihatkan bagaimana St. Yohanes Pembaptis memulai pewartaanya di Sugai Yordan. Ia diplih Allah untuk menyiapkan umat Israle dalam menyambut kedatangan Allah. St. Lukas, dengan caranya sendiri, mengawali ceritanya dengan memberikan daftar aturan. Diawali dengan menyebut Kaisar Tiberius, yang menjadi perwakilan Roma pada saat itu. 

Dua dari mereka itu sangat penting untuk kita dalam konteks renungan ini, yakni Pontius Pilatus, wali negeri Yudea, dan Herodes membawahi Galilea. Herodes ini adalah putra dari Herodes yang membunuh para bayi di Betlehem.

Ia juga menyebut Hanas dan Kaifas. Kaifas adalah imam agung yang diplih oleh Kekaisan Roma, namun Hanas, babap mertuanya, yang adalah mantan imam agung (asli) disingkirkan oleh Roma, namun masih terus punya pengaruh dan tak da keputusan apa pun tanpa persetujuannya. 

Setelah memberikan gambaran situasi sosial politik, St. Lukas memberikan situasi hidup beragama dengan mengetengahkan apa yang sedang dibuat oleh Yohanes Pembaptis. Perlu kita tahu bahwa ritus pembersihan diri dengan air sugngai Yordan sudah biasa dipratekkan.

Umat Yahudi sudah terbiasa untuk menerima pembasuhan ini sebagai bentuk pembersihan diri dari dosa-dosa di mata Allah. Sambil mengutip Kitab Yesaya 40: 3, Yohanes menyebut dirinya suara yang berseru-seru di padang gurun: “Siapkanlah jalan bagi Tuhan, luruskanlah jalan-Nya....”.

Seruan Yohanes rupanya sungguh mengganggu posisi bagi para pemimpin, baik sivil maupun religius pilihan Kaisar Romawi. Untuk membebaskan mereka dari hal, pilihannya hanya satu, Yohanes harus mati. 

Apa pesan bacaan ini bagi kira sekarang?

Pertama: mengenal waktu yang tempat. Seruan St. Yohanes untuk berubah dibuat pada saat dan moment yang tepat. Situasi sosial dan politik yang digambarkan oleh Penginjil adalah juga cara mengenal situasi sosial. Ini membuka pesan bagi kita untuk mengenal waktu yang sedamg kita hadapi bukan hanya dalam konteks hidup beragama, tapi juga sosial politik.

Kedua: Panggilan untuk berubah. Berubah dari cara hidup dan cara berpikir lama kepada yang baru. Sehingga perubahan atau pertobatan menuntut korban dan refleksi dan kemauan kuat untuk berubah, dan menemukan hal baru. Tanpa korban, mustahil ada perubahan. 

Ketiga: Menyiapkan jalan. Perubahan perlu persiapan. Seruan St. Yohanes menekankan agar siap sedia. Artinya ciptakan suasana baru, buat rekoleksi sehari atau retreat tiga hari, ciptakan waktu untuk berdoa, menerima sakramen tobat, ikut perayaan ekaristi, dan sering membaca Kitab Suci setiap hari, dll.

Keempat: Pentingnya untuk mendengar nasihat sesama. Sesama yang baik akan memberikan kita kekuatan, sedangkan sebaliknya, memberikan kita pelajaran. Mendengar nasihat mereka yang lebih punya pengalaman; juga dari pengalaman sendiri dan pengalaman hidup orang lain bisa menjadi suara teguran dan nasihat.

Kelima: Menjadikan seruan St.Yohanes Pembaptis ini sebagai seruan kepada diri sendiri. Panggilan pertobatan itu bersifat umum, bagi semua orang, siapa saja yang merasa butuh perubahan dalam hidupnya. Menjadikan seruan Yohanes ini tertuju kepada diri sendiri. Perubahan yang terjadi dalam bermasyrakat dimulai dari adanya perubahan dari dalam diri setiap individu. 

Keenam: Mengharapkan perubahan. Perubahan butuh keterlibatan pribadi dari dalam diri dan dari luar. Perubahan selalu harus diupayakan sebagai kesempatan untuk bertumbuh secara manusiawi dan spiritual, artinya pertumbuhan yang baik selalu berusaha, dengan kekuatan Tuhan, untuk mengatasi segala halangan dari dalam diri sendiri atau dari lingkungan sekitar. 

Salam dan doaku dari Kota Roma. (*)

Ikuti Berita POS-KUPANG.COM Lainnya di GOOGLE NEWS

 

 

 

 

Sumber: Pos Kupang
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved