Opini

Opini: Kebijakan Kader Kesehatan, Bukti Keberpihakan Pemimpin Terhadap Perubahan di Akar Rumput  

Dalam kacamata yang lebih besar, ini juga tantangan yang dihadapi Indonesia sebagai negara kepulauan. 

Editor: Dion DB Putra
POS-KUPANG.COM/HO
Ilustrasi. 

Oleh : Lidya Sophiani
Manajer Program Pencegahan Stunting, Yayasan Seribu Cita Bangsa (1000 Days Fund)  

POS-KUPANG.COM - Data Kementerian Kesehatan RI menunjukan bahwa rasio tenaga kesehatan terhadap jumlah penduduk di Nusa Tenggara Timur ( NTT) masih berada di bawah standar nasional, terutama untuk dokter spesialis dan bidan. 

Kurangnya tenaga kesehatan, fasilitas kesehatan utama yang jauh, serta penduduk yang tersebar di area kepulauan menjadi tantangan besar bagi provinsi kepulauan seperti NTT untuk menyelesaikan masalah akses informasi dan layanan kesehatan. 

Dalam kacamata yang lebih besar, ini juga tantangan yang dihadapi Indonesia sebagai negara kepulauan. 

Ketika bicara soal stunting -- gangguan pertumbuhan karena infeksi berulang dan kekurangan gizi dalam jangka panjang -- salah  satu solusi utama yang seringkali muncul adalah pemberian makanan.

Meskipun pada dasarnya solusi pencegahan stunting tidak bisa hanya sekadar gizi, tetapi juga perilaku hidup bersih dan sehat, upaya pemberian ASI eksklusif, pemantauan pertumbuhan berkala di posyandu, pemberian imunisasi, vitamin A dan obat cacing; pemenuhan gizi hanyalah satu dari banyaknya upaya pencegahan stunting.

Namun tetap saja, dalam berbagai interaksi dengan pemangku kepentingan dan sosok pemimpin daerah dan desa, program Pemberian Makanan Tambahan (PMT) seringkali menjadi program andalan. 

Ketika ada pihak yang memberikan solusi program berbentuk edukasi dan penyuluhan, program tersebut seringkali kurang dilirik karena dianggap kurang seksi dan tidak mendatangkan dampak instan, padahal kenyataannya program pencegahan stunting jangka panjang tidak bisa hanya bertumpu pada solusi jangka pendek seperti Pemberian Makanan Tambahan (PMT), apalagi jika bergantung pada penyaluran. bantuan makanan pabrikan yang didatangkan dari luar NTT. 

PMT memang membantu untuk menurunkan stunting yang ada saat ini, tetapi tidak menyelesaikan masalah akses informasi dan layanan kesehatan untuk generasi yang akan datang. 

Tanpa adanya perubahan pola asuh dan pemahaman pemberian makan yang baik, maka praktik pola asuh dan pemberian makan yang sama akan tetap menghasilkan anak-anak stunting di kemudian hari. 

Dalam hal pembangunan, nampaknya kita perlu mengingat perkataan Bung Hatta bahwa  Indonesia tidak akan besar karena obor di Jakarta, tapi akan bercahaya karena lilin-lilin di desa. 

Demikian pula pencegahan stunting tidak bisa mengandalkan bantuan dari pusat, baik itu kiriman biskuit, minuman pabrikan, ataupun tenaga dokter spesialis dari Jakarta. 

Sebaliknya, solusi stunting bagi NTT dan Indonesia perlu didorong pemimpin daerah untuk dilakukan secara masif dan berulang oleh masyarakatnya sendiri di daerah tempat tinggal masing-masing.

Seiring dengan pembangunan infrasruktur kesehatan dan dorongan untuk memperbanyak beasiswa untuk tenaga kesehatan, Pemerintah Daerah perlu mendorong Pemerintah Desa untuk proaktif memberdayakan warganya yang memiliki tugas pokok dan fungsi terkait, utamanya Kader Posyandu di Bidang Kesehatan (Kader Kesehatan). 

Meski memiliki peran yang penting sebagai garda terdepan pelayanan kesehatan di desa dan kelurahan, selama ini pekerjaan kader posyandu sering dianggap sebagai kerja sukarela yang tidak membutuhkan kompensasi atas layanan dan kerja yang diberikan, padahal waktu dan tenaga yang dikeluarkan oleh para kader tidak sedikit.

Halaman
123
Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved