Pilkada Belu
Pilkada Belu 2024, Bawaslu Identifikasi TPS Rawan Jelang Pemungutan Suara
Lebih lanjut, Christafora menjelaskan hasil pemetaan terdapat empat indikator utama yang paling banyak terjadi di TPS rawan.
Penulis: Agustinus Tanggur | Editor: Oby Lewanmeru
Laporan Reporter POS-KUPANG.COM, Agustinus Tanggur
POS-KUPANG.COM, ATAMBUA - Jelang pemungutan suara Pemilihan Gubernur dan Wakil Gubernur serta Pemilihan Bupati dan Wakil Bupati tahun 2024, Badan Pengawas Pemilihan Umum (Bawaslu) Kabupaten Belu telah melakukan identifikasi potensi kerawanan di Tempat Pemungutan Suara (TPS).
Dari hasil pemetaan tersebut terdapat 4 indikator TPS rawan yang paling sering terjadi, 16 indikator yang cukup sering terjadi, dan 3 indikator yang meskipun jarang ditemukan tetap perlu diwaspadai.
Hal ini disampaikan oleh Anggota Komisioner Bawaslu Belu, Christafora Fernandez, S.STP (Kordiv HP2H), yang didampingi oleh Julian Maurits Astari dan Kepala Sekretariat Bawaslu, Mario Kristofel Talul, dalam konferensi pers di Gedung Wanita Betelalenok Atambua, Sabtu (23/11/2024).
Christafora menjelaskan bahwa pemetaan kerawanan ini melibatkan 8 variabel dan 22 indikator yang diambil dari laporan 81 kelurahan/desa di 12 kecamatan di Kabupaten Belu. "Data pemetaan ini dihimpun selama 6 hari, dari 10 hingga 15 November 2024," ujarnya.
Beberapa variabel dan indikator yang diperhatikan dalam identifikasi TPS rawan mencakup penggunaan hak pilih yakni: Pertama, penggunaan hak pilih (DPT yang tidak memenuhi syarat, DPTb, potensi DPK, Penyelenggara Pemilihan di luar domisili, pemilih disabilitas terdatra di DPT, dan/atau Riwayat PSU/PSSU).
Kedua, keamanan (riwayat kekerasan, intimidasi dan/atau penolakan penyelengaraan pemungutan suara).
Ketiga, politik uang. Keempat, politsasi SARA dan ujaran kebencian. Kelima, netralitas (penyelenggara Pemilihan, ASN, TNI/Polri, Kepala Desa dan/atau Perangkat Desa), Keenam, logistik (riwayat kerusakan, kekurangan/kelebihan, dan/atau keterlambatan).
Ketujuh, lokasi TPS (sulit dijangkau, rawan konflik, rawan bencana, dekat dengan lembaga pendidikan/pabrik/pertambangan, dekat dengan rumah Paslon/posko tim kampanye, dan/atau lokasi khusus) dan kedelapan, jaringan listrik dan internet.
Lebih lanjut, Christafora menjelaskan hasil pemetaan terdapat empat indikator utama yang paling banyak terjadi di TPS rawan.
"Terdapat 129 TPS teridentifikasi memiliki pemilih disabilitas yang terdaftar di Daftar Pemilih Tetap (DPT), 77 TPS dengan penyelenggara pemilu yang merupakan pemilih di luar domisili, 66 TPS yang terdaftar dengan pemilih DPT yang sudah tidak memenuhi syarat (seperti meninggal dunia atau beralih status menjadi TNI/Polri), serta 52 TPS yang mengalami kendala jaringan internet," jelasnya.
Selain itu, tambah Christafora terdapat enam indikator yang sering terjadi, seperti riwayat intimidasi (34 TPS), praktik penghinaan dan penghasutan terkait isu SARA (31 TPS), serta kekerasan (28 TPS) dan politik uang (27 TPS) di sekitar TPS.
"Ada pula 20 TPS dengan pemilih pindahan (DPTb) dan 17 TPS dengan pemilih yang memenuhi syarat tetapi tidak terdaftar di DPT. Terdapat pula 12 indikator yang jarang terjadi namun tetap perlu diantisipasi. Sementara itu, tiga indikator lainnya tidak ditemukan pada pemetaan kali ini," tambahnya.
Baca juga: Manajemen SMPN 6 Kupang Tengah Kolaborasi dengan Mahasiswa Unwira Gelar Karya P5
Ia juga membeberkan bahwa pemetaan ini akan digunakan sebagai acuan untuk mengoptimalkan pengawasan oleh Bawaslu, KPU, pemerintah, aparat penegak hukum, serta pemantau pemilu.
Untuk mencegah gangguan yang dapat menghambat jalannya Pemilihan yang demokratis, Bawaslu akan melakukan beberapa langkah pencegahan, di antaranya melakukan patroli pengawasan di TPS rawan, melakukan sosialisasi politik kepada masyarakat, serta menjalin kolaborasi dengan pemantau pemilu dan organisasi masyarakat.
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.